Select Language

Minggu, 27 Januari 2013

PULAU NIPA PENJAGA NKRI JAUH DARI LAYAK


Jakarta, Bagi prajurit TNI menjaga dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan harga mati.
Bukti itu amat jelas ditunjukkan oleh prajurit TNI saat bertugas di Pulau Nipa, sebuah pulau yang terletak di bagian utara Pulau Batam, Provinsi Kepulauan Riau, dimana berbatasan langsung dengan Singapura.

Jarak dari pulau ini ke Singapura hanya cukup ditempuh dalam waktu 45 menit menggunakan kapal ferry, lebih cepat sekitar 15 menit ketimbang lama waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke Pulau Batam. Saking dekatnya, dari pulau ini, dengan mata telanjang, bisa dilihat gedung-gedung pencakar langit di Negeri Singa.

Bertugas sebagai pasukan penjaga perbatasan merupakan kebanggaan bagi para prajurit TNI, walaupun ada banyak konsekuensi yang harus ditanggung. Berbagai tantangan harus dilalui prajurit, seperti jauh dari keluarga, sulitnya akses ke wilayah pemukiman dan sulitnya air bersih.

Pulau Nipa merupakan satu dari 92 pulau terluar yang dimiliki Indonesia. Pulau ini awalnya merupakan karang dengan sebagian ditumbuhi bakau dan dibangun sebuah suar. Ketika air laut pasang, luas Pulau Nipa hanya sekitar 0,62 hektare. Kemudian pada 2004 dilakukan reklamasi untuk memerluas wilayah, sehingga sekarang luasnya 60 hektare. Menyusul berbagai pembangunan, seperti dermaga dan pos pengamanan perbatasan.

Pulau itu sekarang dijaga Satgas Perbatasan terdiri dari 90 prajurit, dari 60 prajurit marinir TNI Angkatan Laut, 30 prajurit (satu peleton) infanteri TNI Angkatan Darat. Selain itu ada enam prajurit TNI Angkatan Laut untuk Pos Pengamanan Angkatan Laut (Posal). Satgas ini rutin diganti per enam bulan dan sekarang sudah masuk pada putaran ke-13.

Hamparan bebatuan dan pasir di pulau ini tak menyurut jiwa dan semangat pengorbanan yang tinggi untuk mempertahankan setiap jengkal tanah dan wilayah Indonesia.

Bagi sebagian orang mungkin tidak akan kerasan tinggal di pulau tak berpenghuni penduduk ini lantaran air minum dan jaringan komunikasi menjadi kendala utama. Untuk memenuhi kebutuhan air minum, prajurit harus membeli air minum di Pulau Belakang Padang, yang ditempuh selama satu jam perjalanan dengan menggunakan kapal laut.

Air yang diangkut dengan kapal itu hanya untuk memenuhi kebutuhan air minum. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan mandi cuci kakus (MCK), prajurit mengandalkan air hujan yang ditampung melalui kolam-kolam penampungan, kemudian disalurkan ke bak air.

Komandan Pos Angkatan Laut (Danposal), Letda Dirmanto menuturkan, para prajurit TNI mengalami kesulitan air bersih, bahkan hanya mengandalkan air tadah hujan untuk MCK.

"Kalau tidak hujan, kami harus betah tidak mandi. Untuk air minum, kami belanja di Pulau Belakang Padang yang ditempuh selama satu jam," kata Letda Dirmanto kepada Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan, Mayjen TNI Hartind Asrin bersama rombongan wartawan di Pulau Nipa, Kepulauan Riau, Rabu (10/10), pekan lalu.

Tak hanya itu, cuaca di pulau Nipa juga ekstrem dan sulit diprediksi. Pada musim angin barat, prajurit harus siaga karena angin kencang disertai badai bisa memporak-porandakan infrastruktur seadanya milik TNI.

"Bangunan termasuk antena parabola rusak. Kami tidak bisa pastikan cuaca esktrem tiba. Gelombang air laut pada musim angin barat mencapai ketinggian 3-3,5 meter," katanya.

Komandan Satgas Pengamanan Perbatasan di Pulau Nipa, Kapten (Mar) Roni Saputra mengharapkan proyek pembangunan penampungan sekaligus pengolahan air laut menjadi air minum dari Kementerian Pekerjaan Umum, bisa segera dibangun pada Desember 2012 nanti.

Meski banyak kendala, Roni Saputra mengaku selalu melakukan patroli pengamanan di wilayah yang menjadi kewenangan Satgas. Satgas bertugas selama enam bulan dan selanjutnya digantikan oleh Satgas yang baru.

Roni mengaku, pihaknya tidak hanya menjaga Pulau Nipa tetapi juga mengawasi tiga pulau terdepan lainnya yaitu Pulau Sekatung, Pulau Berhala dan Pulau Rondo.

"Setiap hari kami melaksanakan patroli supaya tidak ada orang masuk ke Pulau Nipa yang tidak berkepentingan tanpa sepengetahuan kami," katanya.

Tunjangan Belum Mencukupi Selain permalasahan-permasalahan itu, masalah lain yang begitu pelik dialami prajurit adalah tunjangan yang belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarganya yang ada di kampung halaman.

Salah satu prajurit, Kopral Satu (Koptu) Maryono, mengaku dirinya harus meninggalkan isteri dan dua orang anaknya yang berdomisili di Lampung.

"Kondisi seperti ini bukan hal yang baru. Sebelumnya, saya pernah ditugaskan di Ambalat. Sebagai marinir, kita bangga ketika negara menugasi mengamankan wilayah-wilayah terluar," katanya.

Menurut dia, dirinya hanya mengandalkan apa yang diberikan di tempat tugas lantaran buku tabungan dan kartu ATM dipegang oleh istrinya.

Gaji pokok yang diterimanya sekitar Rp1,7 juta dan ditambah tunjangan lain seperti lauk pauk, maka per bulan dia menerima total kurang lebih Rp3,3 juta. "Ada lagi tunjangan sebagai penjaga perbatasan. Selama enam bulan, terima tunjangan Rp8 juta. Besaran tunjangan ini berbeda-beda, tergantung pangkat juga," katanya.

Kendati demikian, dirinya berterima kasih atas perhatian pemerintah kepada prajurit yang bertugas di perbatasan. "Kalau untuk hidup di Jawa, itu sudah banyak. Sudah cukup. Tapi biaya hidup di sini kan berbeda, di sini biaya hidup jauh lebih mahal dibanding di Jawa. Dengan uang segitu, kita harus benar-benar menghemat," ujarnya.

Pemerintah Tingkatkan Fasilitas Kapuskom Publik Kemhan Mayjen TNI Hartin Asrind menegaskan, kondisi di pos perbatasan di Pulau Nipa masih cukup lumayan, karena masih ada yang lebih susah, namun pemerintah terus bertekad untuk meningkatkan akses dan fasilitas di pulau itu.

"Kami sudah pesankan kapal yang akan 'stand by' di Pulau Nipa untuk operasional memenuhi kebutuhan di sini," katanya seraya mengatakan segala hambatan yang masih dihadapi Satgas tersebut telah menjadi perhatian Kementerian Pertahanan untuk dicarikan solusi.

Selain itu, juga menjadi perhatian adalah mengenai sistem listrik di sana. Pulau Nipa akan menjadi percontohan untuk pengamanan pulau terdepan. Ada 92 pulau terdepan, 12 diantaranya tak berpenghuni, salah satunya Nipa.

Staf Ahli Menhan Bidang Keamanan ini mengatakan, Pulau Nipa menjadi pulau percontohan dalam pengelolaan pulau terdepan di perbatasan. Pulau Nipa akan dibagi dalam tiga sektor yaitu sektor pertahanan, konservasi dan ekonomi pada 2013. Lahan seluas 15 hektare di utara pulau Nipa untuk sektor pertahanan, dan 10 hektare di tengah untuk konservasi.

Sedangkan 35 hektare untuk zona ekonomi di bawah pengelolaan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

"Pemerintah juga akan menyempurnakan penyediaan listrik dengan memasang solar cell. Kami akan bangun alat komunikasi, sehingga tidak lagi menggunakan sinyal dari Singapura," kata Hartind Asrin.

Menurut dia, untuk kawasan ekonomi akan dibangun bunker logistik maupun bahan bakar minyak (BBM), dimana banyak kapal yang melewati wilayah laut ini.

"Bunker bahan bakar dan logistik yang akan dibangun digunakan sebagai pusat pengisian bahan bakar kapal-kapal yang melintas di sekitar perairan. Proyek itu dimulai pengerjaannya tahun depan," kata Hartind.
Sumber :  Antara

0 komentar:

Posting Komentar

hackerandeducation © 2008 Template by:
SkinCorner