Select Language

Rabu, 27 Oktober 2010

pengertian kebutuhan manusia adalah suatu hal yang timbul dari dalam diri manusia itu secara alami untuk dapat memenuhi segala sesuatu yang di perlukan manusia itu.
sedangkan keinginan adalah hal yang timbul dari kebutuhan manusia untuk memperoleh segala sesuatu yang di butuhkan sebagai alat pemuas kebutuhan hidupnya.

kebutuhan senantiasa menampakkan dirinya sebagai suatu perasaan kekurangan yang menimbulkan keinginan untuk dipenuhi.

semakin meningkat jumlah penduduk maka semakin meningkat jugalah kebutuhan manusia,dan inilah yang akan membuat adanya kelangkaan.

keinginan manusia untuk memenuhi kebutuhannya tidak terbatas semaentara persediaan alam terbatas sehingga timbullah kelangkaan.

Kebutuhan Hidup/Ekonomi Manusia - Kebutuhan Primer, Sekunder, Tersier, Jasmani, Rohani, Sekarang, Masa Depan, Pribadi dan Sosial

Dalam menjalani kehidupan, manusia membutuhkan berbagai jenis dan macam barang-barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia sejak lahir hingga meninggal dunia tidak terlepas dari kebutuhan akan segala sesuatunya. Untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan diperlukan pengorbanan untuk mendapatkannya.

Di bawah ini akan diberikan jenis, macam aneka ragam definisi atau pengertian dari tiap-tiap kebutuhan manusia selama hidupnya di dunia :

A. Kebutuhan Manusia Berdasarkan Tingkat Kepentingan / Prioritas

1. Kebutuhan Primer
Kebutuhan primer adalah kebutuhan yang benar-benar amat sangat dibutuhkan orang dan sifatnya wajib untuk dipenuhi. Contohnya adalah seperti sembilan bahan makanan pokok / sembako, rumah tempat tinggal, pakaian, dan lain sebagainya.

2. Kebutuhan Sekunder
Kebutuhan sekunder adalah merupakan jenis kebutuhan yang diperlukan setelah semua kebutuhan pokok primer telah semuanya terpenuhi dengan baik. Kebutuhan sekunder sifatnya menunjang kebutuhan primer. Misalnya seperti makanan yang bergizi, pendidikan yang baik, pakaian yang baik, perumahan yang baik, dan sebagainya yang belum masuk dalam kategori mewah.

3. Kebutuhan Tersier / Mewah / Lux
Kebutuhan tersier adalah kebutuhan manusia yang sifatnya mewah, tidak sederhana dan berlebihan yang timbul setelah terpenuhinya kebutuhan primer dan kebutuhan skunder. Contohnya adalah mobil, antena parabola, pda phone, komputer laptop notebook, tv 50 inchi, jalan-jalan ke hawaii, apartemen, dan lain sebagainya.

B. Kebutuhan Manusia Berdasarkan Sifat

1. Kebutuhan Jasmani / Kebutuhan Fisik
Kebutuhan jasmani adalah kebutuhan yang berhubungan dengan badan lahiriah atau tubuh seseorang. Contohnya seperti makanan, minuman, pakaian, sandal, pisau cukur, tidur, buang air kecil dan besar, seks, dan lain sebagainya.

2. Kebutuhan Rohani / Kebutuhan Mental
Kebutuhan rohani adalah kebutuhan yang dibutuhkan seseorang untuk mendapatkan sesuatu bagi jiwanya secara kejiwaan. Contohnya seperti mendengarkan musik, siraman rohani, beribadah kepada Tuhan YME, bersosialisasi, pendidikan, rekreasi, hiburan, dan lain-lain.

C. Kebutuhan Manusia Berdasarkan Waktu

1. Kebutuhan Sekarang
Kebutuhan sekarang adalah kebutuhan yang benar-benar diperlukan pada saat ini secara mendesak. Contoh adalah kebelet pipis, makan karena sangat lapar, pengobatan akibat kecelakaan, dan lain sebagainya.

2. Kebutuhan Masa Depan
Kebutuhan masa depan adalah kebutuhan yang dapat ditunda serta dipenuhi di lain waktu di masa yang akan datang. Contoh yaitu pergi haji, pendidikan tinggi, pahala untuk bekal akherat, membeli mobil toyota yaris terbaru, dan lain sebagainya.

D. Kebutuhan Manusia Berdasarkan Subjek / Subyek Penggunanya

1. Kebutuhan Individual / Individu / Pribadi
Kebutuhan individu adalah jenis kebutuhan yang dibutuhkan oleh orang perseorangan secara pribadi. Contohnya adalah sikat gigi, menuntut ilmu, sholat lima waktu, makan, dan banyak lagi contoh lainnya.

2. Kebutuhan Sosial / Kolektif
Kebutuhan sosial adalah kebutuhan akan berbagai barang dan jasa yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan sosial suatu kelompok masyarakat. Contohnya adalah jalan umum, penerangan tempat umum, berserikat mengeluarkan pendapat, berbisnis, berorganisasi, dan lain-lain.

Studi kasus "Karyawan sebagai duta besar: strategi public relations dalam konteks HR"

STUDI KASUS: RAILTRACK PLC.BRITAIN

Pendahuluan

railtrack

Strategi komunikasi di Railtrack menjadi fokus setelah perusahaan ini diprivatisasi pada tahun 1997. Di perlukan revisi-revisi yang utama untuk memastikan keberhasilan perubahan jangka panjang dan jangka pendek oleh manajemen dan karyawan pada setiap tingkat.


Poin-poin kunci

  • Strategi komunikasi menunjukkan signifikasi dari public relations dalam proses perubahan
  • Strategi komunikasi mencerminkan pentingnya scanning internal untuk mengidentifikasi audiens kunci, sub audiens dan peralatan yang diperlukan untuk memastikan bahwa sebuah pendekatan yang koheren dan terintegrasi tetap dipertahankan.
  • Strategi komunikasi menunjukkan bagaimana strategi public relations merupakan komponen inti dari strategi korporsi.

RAILTRACK PLC

Permasalahan

Pada pertengahan tahun 1997, Railtrack plc, perusahaan infrastruktur kereta api di Inggris, berdiri berdasarkan peristiwa yang terjadi di London Stock Market. Ketika perusahaan ini terus menyesuaikan diri dengan hubungan bisnis pasca privatisasi dalam sebuah lingkungan publik yang bersemangat, regulatory, dan pengamatan politis yang cermat, perhatian Railtrack plc terfokus pada peningkatan kinerja dan kualitas pelayanan yang diberikan kepada konsumen yang semakin vokal. Selain itu, tantangan yang dihadapi ketika memastikan kesehatan ekonomi setelah review atas regulatory yang akan datang pada bulan april 2001 merupakan prioritas yang membayangi.

Pada tahun 1997, Railtrack menyatakan kepada publik sebuah komitmen untuk menginvestasikan 17 miliar (naik menjadi 27 miliar pada tahun 1999), yang didanai melalui pinjaman, guna memperbaiki infrastruktur rel kereta api selama 10 tahun mendatang. Untuk setiap 10 juta yang di galang, 1 juta dari laba yang diperoleh harus dipergunakan untuk mengamankan pinjaman. Oleh karena itu, secara internal hal yang paling mendesak adalah berfikir secara komersial, bukan hanya sekedar beroperasi. Belum pernah terjadi sebelumnya karyawan menganggap hal itu sebagi dasar ekonomi dari bisnis komersial, serta membuat keputusan harian dan keputusan jangka panjang berdasarkan sikap tersebut.

Penelitian

Untuk membantu tim korporasi, Railtrack memperkerjakan Hedron Consulting Ltd, spesialis komuniksi internal. Konsultan ini memberikan banyak pengetahuan dan pengalaman dari perusahaan dan industri lain, baik di Inggris maupun di luar Inggris yang dapat di pelajari oleh Railtrack. Pihak Hedron bekerja dengan tim komunikasi internal yang sudah ada (berjumlah tujuh orang yang tersebar di tujuh zona di inggris – beberapa di antaranya pekerja paruh waktu) untuk mengembangkan dan menerapkan strategi komunikasi internal korporasi yang difokuskan secara komersial. Selain itu, Hedron juga harus memperkuat tim internal kantor pusat, yang akan menjadi ujung tombak penerapan komunikasi internal. Dasar pemikiran awalnya adalah dari pengalaman organisasi lain, yang organisasi akan memandang komunikasi internal sebagai bagian kunci dari proses manajemen yang dapat mendorong atau merongrong tujuan komersial bisnis dan bukan memandang sebagai aktivitas yang ‘terasa enak untuk di lakukan’ atau ‘baik untuk di lakukan’.

Untuk melaksanakan pendekatan ini, tim harus mengidentifkasi tujuan bisnis kunci dan mempelajari bagaimana tujuan tersebut terkait dengan perilaku orang dalam keseharian. Tim mengidentifikasi dengan menganalisis bisnis inti dan rencana-rencana operasional serta laporan (beberapa di antaranya untuk publik, termasuk Network Management Statement dan indeks kepuasan konsumen Train Operating Company yang dipubliksikan secara tahunan) dan dengan mewawancarai anggota-anggota kunci dewan. Dokumentasi rencana bisnis internal yang sangat sensitif menentukan tujuan bisnis inti yang harus didukung oleh komunikasi internal dan hal ini disetujui oleh tim peneliti serta manajemen puncak.

Kegagalan komunikasi antara apa yang diperlukan dan apa yang ada akan muncul ketika jalannya praktik komunikasi yang ‘bagus’ mulai diukur. Keefektifan dinilai dari peran yang dapat dimainkan komunikasi dalam mendukung pencapaian tujuan bisnis dengan memastikan bahwa keefektifan tersebut diketahui dan setelah itu dipahami. Data yang dianalisis termasuk dua survei perilaku karyawan, audit komunikasi internal, dan diskusi dengan HR senior serta para manajer lini dan karyawan yang berada di garis depan.

Perencanaan

Tujuan IC dinyatakan sebagai berikut:

  1. Memastikan bahwa semua staf memahami prioritas tujuan bisnis dan pendorongnya, serta relevansi dari prioritas tersebut bagi keberhasilan perusahaan di masa mendatang.
  2. Membantu karyawan memahami tujuan bisnis, dan memastikan bahwa karyawan mengerti peran dan kontribusi mereka terhadap pencapaian tujuan tersebut.
  3. Mendorong / memastikan bahwa para manajer dan staf sering menyelenggarakan dialog tentang kinerja: potensi pengembang, hambatan – hambatan, sumber daya, dan proses.
  4. Memberikan proses dan pelatihan sehingga informasi dapat diakses secara lebih mudah dan ditransfer secara lebih cepat ke setiap bagian organisasi untuk mendukung praktik kerja yang efisien.

Strateginya adalah memodernisasi pendekatan komunikasi internal dasar di seluruh bagian perusahaan sehingga dialog tentang bisnis sangat ditekankan. Isi dari komunikasi harus diseimbangkan kembali untuk memberikan “share of vaice” yang lebih besar atas informasi strategis, operasional, dan mendidik mengenai bisnis atau perusahaan.

Konsep “hak” dan “tanggung jawab” manajemen komunikasi akan diperkenalkan untuk mengubah cara memandang komunikasi, membicarakan tentang dan menggunakan orang dalam perusahaan. Hal ini sangat mendasar untuk mengembangkan kultur atau budaya dimana tidak lagi dapat dibenarkan bila karyawan tidak diberitahu atau dianggap tidak perlu mengetahui prioritas komersial bisnis.

Faktor-faktor keberhasilan yang penting harus diidentifikasi. Faktor yang paling menantang adalah memastikan bahwa manajer senior menempatkan nilai-nilai komunikasi internal setingkat dengan nilai-nilai komunikasi eksternal. Para manajer senior itu memandang komunikasi internal sebagai cara untuk memberikan informasi kepada para staf mengenai proses manajemen serta memungkinkan staf mampu membuat penilaian secara komersial.

Penerapan / Implementasi

Pada akhir Oktober 1997, Gerald Corbett, direktur utama, mengumumkan tujuh tindakan inti dengan anggaran sebesar £730.000. Jika, tindakan-tindakan tersebut dikombinasikan akan tercipta sebuah kerangka kerja baru bagi komunikasi, yang memperkenalkan tujuan komunikasi strategis dan reposisi komunikasi internal di Railtrack.

Tindakan Pertama

Pertama, kandidat eksternal Ken Hunter ditunjuk sebagai Kepala Komunikasi Internal untuk mempimpin HQ dan tim setiap cabang serta ujung tombak transformasi. Hal ini penting untuk meningkatkan profil komunikasi sebagai alat memotivasi karyawan dan memperbaiki kinerja.

Tindakan pertama adalah untuk memastikan bahwa informasi dapat mencapai seluruh karyawan (dulunya hanya 65 persen), selama 24 jam kerja dan bukan dua minggu. Kelambanan transfer informasi ini hanya akan melumpuhkan kemampuan organisasi untuk menghadapi isu-isu penting dan berkomunikasi secara cepat dengan karyawan menyangkut hubungan industrial. Dengan menyediakan teknologi dasar tambahan ( telepon/fax) pencapaian naik hampir mendekati 95 persen -staf yang sedang bertugas memiliki akses ke informasi dalam waktu empat jam setelah tindakan diluncurkan. Hasil yang dicapai sangat signifikan. Dewan mengakui kontribusi yang sangat penting dari ‘tindakan’ pertama dalam mencegah seruan mogok RTM, yang berhasil diterapkan di perusahaan kereta api lainnya. Dewan mampu memberikan informasi kepada karyawan dengan cepat sebelum materi serikat kerja dikeluarkan. Tindakan pertama mampu menjelaskan mengapa tuntutan RTM tak dapat dipertahankan. Para karyawan memahami alasannya dan memilih untuk tidak mogok.

Tindakan Kedua

Tindakan kedua secara signifikan meningkatkan kesempaan bagi para staf untuk melakukan dialog mengenai bisnis dengan para manajer senior. Sebuah program yang radikal dari railshows regional yang dicetuskan oleh CEO dan direktur wilayah menilhat 25 persen staf dari semua tingkat membicarakan arah strategis dari bisnis dan bagaimana hal tersebut terkait dengan tugas sehari-hari mereka. Hal sangat pasti:

  • 91 persen merasa bahwa mereka dapat menghubungkan tujuan mereka dengan tujuan wilayah dan perusahaan mereka
  • 84 persen mengatakan bahwa mereka memiliki pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana mereka dapat membantu tugas wilayah.
  • 85 persen merasa yakin atas masa depan Railtrack

Mereka yang tidak hadir menerima informasi inti dan poin-poin diskusi melalui media baru.

Tindakan Ketiga

Tindakan ketiga melaksanakan peninjauan kembali yang fundamental terhadap media internal dan menciptakan kerangka kerja media yang memungkinkan karyawan berbagi ilmu dan praktik terbaik, serta memberikan pengetahuan dan konteks untuk memahami mengapa dan bagaimana keputusan dibuat. Kerangka kerja media ini telah menelurkan hasil yang substansial melalui volume dan kualitas dari sesi saling berbagi keberhasilan dan ide-ide penghematan biaya yang telah mereka lakukan. Satu artikel saja menghasilkan £100.000, dengan menekankan pada tim European Affairs sebuah proyek yang layak didanai. Tanpa publikasi hal ini pasti sudah terlewat.

Tindakan Keempat

Tindakan keempat merevisi proses briefing tim untuk mendorong dialog mengenai bisnis pada tingkat tim. Untuk mengatasi kelemahan hierarkhis dan kultural dari proses briefing tim yang ada, sebuah pendekatan yang radikal telah ditempuh. Temtalk dimulai, diubah dan digulirkan ke seluruh negeri. Ditulis dalam prosa oleh CEO atau direktur wilayah yang bersangkutan, teamtalk hanya memfokuskan pada informasi bisnis strategis. Teamtalk melengkapi, tindak menggantikan , briefing lini spesifik. Teamtalk mengunjungi semua karyawan dalam sebuah zona pada saat yang sama, yaitu sebelum pertemuan tim saat arti teamtalk pada tingkat lokal didiskusikan. Teamtalk dapat berdiri sendiri bagi anggota staf yang terisolasi. Pertanyaan-pertanyaan akan diajukan pada karyawan yang dapat mereka jawab secara pribadi maupun secara kelompok. Sejauh ini, umpan balik dan kelompok-kelompok fokus telah menunjukkan bahwa teamtalk diterima dengan baik dan mendorong dialog tentang bisnis. Akan tetapi, para manajer senior belum merespons dengan cukup cepat sehingga melemahkan semangat para karyawan. Para manajer senior telah dikritik karena tidak cukup kontroversial dan menolak untuk mengakui kesalahan. Mereka telah ditantang oleh tim komunikasi internal untuk menangani kritik tersebut.

Tindakan Kelima, Keenam dan Ketujuh

Ketiga tindakan inti lainnya adalah untuk merevisi pertemuan komunikasi manajemen senior, sehingga pertemuan itu menjadi model perilaku komunikasi yang baru dalam organisasi, untuk memperkenalkan sebuah intranet yang memungkinkan karyawan menarik informasi, dan untuk mengembangkan kemampuan tim komunikasi internal dalam menjalankan strategi yang menantang ini, dengan semua keterampilan komunikasi non-tradisional yang dituntut strategi ini. Pengembangan kemampuan tim komunikasi internal untuk menjalankan strategi telah menghasilkan pertumbuhan nilai bahwa komunikator internal semakin banyak diminta untuk ikut serta dalam diskusi inisiatif manajemen kunci guna memberikan nasihat tentang bagaimana komuniaksi dapat membantu.

Evaluasi

Dalam keseluruhan program, evaluasi dilakukan terhadap perkembangan aktivitas komunikasi internal. Hal ini telah memungkinkan pembelajaran dari keefektifan awal untuk mendorong perubahan pendekatan dan pelaksanaannya. Bagian terdahulu merinci bagaimana masing-masing tindakan telah mencapai tujuannya dan memberikan kontribusi pada keseluruhan tujuan komunikasi internal yang strategis. Selain itu, penelitian atau riset yang independen atas manajer senior kunci dan dewan menunjukkan bahwa mereka sekarang melihat tim komunikasi internal memiliki nilai yang signifikan bagi organisasi

Indikasi sejauh ini melalui kelompok fokus yang mengembangkan penelitian berbasis kuesioner, terlihat bahwa ada kemajuan yang berarti dalam mencapai tujuan, Jelasnya, penelitian akan memungkinkan dilakukan penilaian apakah hanya kebetulan bahwa wilayah yang memiliki tingkat kehadiran staf 50 persen di Railshows, yang mendorong banyak tindakan lain dan yang membuat manajer IC nampak seperti penasihat Eksekutif yang terfokus secara komersial, juga merupakan zona denga kinerja terbaik. Namun tim kantong-kantong yang belum cukup dipengaruhi. tim sedang berusaha mengembangkan sebuah strategi dan rencana tindakan selama tahun 2001 dan menekliti bisnis tentang hal-hal yang harus didukung (secara fundamental memikirkan kembali strategi). Tim juga memperkuat hubunganya dengan tim HR yang diubah penampilannya dan yang diperbaharui secara substansial untuk memastikan konsistensi pesan dengan manajemen orang dan proses pengembang

Gerald Corbett mengatakan: Sebagai eksekutif utama saya memerlukan orang-orang dari semua tingkat untuk memahami kemana kita menuju dan mengapa. Jadi sangat penting jika mereka harus mampu memberikan kontribusi yang efektif pada cara kita mengelola bisnis. Komunikasi internal kita sekarang terfokus pada isu-isu bisnis dan sedang mengembangkan sebuah dialog ke atas, ke bawah, dan ke seluruh bagian perusahaan yang sangat penting.

Daftar Pustaka:

Strategi Public Relations, Sandra oliver, Hal 69 – 74

Perspektif Public Relations


Pendahuluan


Dilihat dari perkembangan sejarahnya, berkomunikasi untuk mempengaruhi cara pandang dan perilaku seseorang sudah dimulai sejak dahulu kala. Dari situs – situs yang ditemukan oleh para arkeologis di Irak pada abad 18, tampak bahwa usaha melakukan hal ini sudah dilakukan. Pada masa Yunani dan di abad pertengahan masa kejayaan Romawi, ide mengenai "opini publik sudah muncul. Hal ini tampak pada slogan Vox Populi, Vox dei (the voice of the people is the voice of God). Public Relations sudah mulai digunakan berabad – abad lalu di Inggris. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya konsep memerlukan pihak ketiga sebagai fasilitator komunikasi dan penyelaras anantara pemerintah dan rakyatnya.


Pada perkembangannya konsep Public Relations di Amerika dimulai sekitar tahun 1900 an yang dipelopori oleh Ivy Lee dengan " The Declaration of Principles". Ivy Lee dianggap sebagai " the father of Public Relations" karena deklarasi asasnya itu, meskipun demikian sebetulnya konsep Public Relations di Amerika sudah ada sejak tahun 1850.( Broom, 2000; 102).


Public Relations di Indonesia sendiri dimulai sejak tahun1950. Perkembangan hubungan masyarakat di Indonesia bergerak menyertai kondisi politik dan kenegaraan saat itu. Pada waktu itu pemerintah Indonesia menyadari perlunya rakyata Indonesia untuk mengetahui segala perkembangan yang terjadi sejak pengakuan kedaulatan Indonesia oleh kerajaan Belanda. Berawal dari pemikiran tersebut maka kegiatan kehumasan mulai dilembagakan dengan menyandang nama hubungan masyarakat karena kegiatan yang dilakukan lebih banyak untuk ke luar organisasi (Onong, 1991; 12)


Pentingnya memahami sejarah perkembangan Public Relations adalah untuk mengawali pemahaman terhadap perkembangan PR di Indonesia. Jika dilihat dari sejarahnya sebetulnya, PR di Indonesia dimulai sangat jauh dari yang sudah dilakukan oleh pemikir-pemikir di Eropa atau Amerika bahkan Australia. PR di Indonesia dimulai di tahun 1950 an dengan konsep yang berbeda dengan konsep yang dianut di negara lain. Berdasarkan pengamatan peneliti dan juga seperti yang diungkapkan oleh Elizabeth Goenawan Anantao dalam Public Relations In Asia an Anthology, Public Relations di Indonesia belum terlalu pesat perkembangannya (Ananto, 2004; 265)


Public Relations digunakan oleh pihak swasta di Indonesia pertama kali oleh PERTAMINA, sebuah perusahaan minyak. Public Relations di Indonesia memang sudah banyak digunakan baik itu di pihak pemerintah maupun swasta di berbagai sektor. Konsep Public Relations dipahami dan digunakan oleh pihak – pihak tersebut dengan berbagai macam pemahaman dan berbagai macam bentuk implementasinya.


Dari hari ke hari PR di Indonesia mulai berkembang seiring dengan perkembangan PR di dunia atau Asia. Menurut Rhenald Kasali dalam bukunya Manajemen PR disebutkan bahwa Public Relations digunakan untuk kepentingan usaha dalam bentuk seperti Olimpiade Korea Selatan, Glassnot Perestroika, Kasus Lemak Babi 1988,dll. Olimpiade yang diselenggarakan oleh tuan rumah Korea Selatan di tahun 1988 menggunakan salah satu jasa konsultan PR. Olimpiade adalah suatu event international yang waktu ini masih sangat greget dimana seluruh perhatian orang tertuju ke sana. Sebagai tuan rumah Korea Selatan ingin bangkit menunjukkan eksitensi dirinya yang memang salah satu keinginannya adalah membuka pasar di dunia untuk memasarakan produk – produknya.


Glasnost dan Perestroika merupakan kampanye PR dalam karya politik sebuah negara. Untuk mengubah negaranya, Michael Gorbachev melontarkan konsep ini untuk mengubah persepsi dunia tentang Uni Soviet dan membuka bangsanya bagi dunia luar.


Kasus – kasus tersebut adalah kasus – kasus yang terjadi hampir 20 tahun yang lalu. Sementara ini masih hangat di tahun 2000 an pada saat negara – negara di Asia terjadi krisis SARS, Hongkong dan Singapura menangani khusus pemulihan citra wisata negaranya dengan menyewa seorang konsultan PR.

Dari kasus – kasus yang ada sebetulnya tampak bahwa PR adalah sebuah fungsi komunikasi yang terencana, tetapi memang kenyataannya masih banyak salah pandang mengenai hal ini.

Ke salah Pengertian tentang PR

1.PR adalah Personal Relation

Untuk menjadi PR harus memiliki kemampuan membina hubungan secara pribadi. Hal ini tidak seluruhnya salah tetapi bukan itu saja tugas dari seorang PR


2.PR adalah propaganda

Memang awal mula akar dari PR dari perang (lihat sejarah di atas). Pada masa perang memang PR digunakan untuk mengirim pesan yang salah untuk mematahkan semangat lawan. Propaganda dilakukan sepihak dan untuk kepentingan kemenangan satu pihak.


3. PR adalah Publisitas

Hal ini tampak pada lembaga pemerintah. Lembaga pemerintah lebih banyak menggunakan PR nya untuk hal ini. PR tidak lebih digunakan sebagai "press relations" yang tugasnya hanyalah mempublikasikan kebijakan pemerintah, menyusun jadwal temu wartawan serta membawa wartawan turut kunjungan ke daerah – daerah.


4. PR adalah iklan gratis

Berita yang dimuat di media dianggap sebagai iklan gratis sehingga banyak praktisi pemasaran berupaya memanfaatkan publikasi pers untuk mendapatkan keuntungan beriklan secara gratis. Padahal seperti diketahui bukan itu tujuan PR dan bukan itu pula tujuan berita.


5. PR adalah menjual senyum

Untuk menjadi PR harus cantik, pandai ha ha hi hi. Jika hanya ini yang dilakukan oleh PR maka sebuah perusahaan pasti akan kehilangan pamornya, apalagi di masa krisis. Pandangan seperti ini bahkan PR seperti yang no 1 masih banyak terjagi bahkan seperti baru – baru ini (sekitar 1 tahun yang lalu), media massa pernah mengangkat isue bahwa PR disamakan dengan hostess, dan frekuensi munculnya isu itu cukup sering. Memang media yang menayangkan hal itu bukan media terkemuka tetapi paling tidak masih ada tertancap di benak pembuat berita bahwa PR hanyalah sebatas senyum dan obral kemampuan personal.

PR sebagai Fungsi Manajemen

Lebih lanjut lagi supaya tidak terjebak dengan kesalahpengertian perlu digali definis – definisi tentang PR. Adapun definisi yang ada adalah sebagai berikut:

  1. Cutlip and Center mendefinisikan Public Relations sebagai fungsi manajemen yaitu mengidentifikasi, memantapkan serta membina hubungan yang saling menguntungkan antara organisasi dengan publiknya baik dalam keadaan sukses maupun gagal.
  2. Grunig mengembangkan definisi tersebut menjadi manajemen komunikasi antara organisasi dan publiknya.
  3. Lawrence W.Long dan Vincent Hazelton mengembangkan sebuah definisi baru yang lebih modern dan memadai bahwa Public Relations adalah fungsi komunikasi melalui adaptasi organisasi, mengubah atau membina hubungan dengan lingkungan dengan tujuan bersama-sama mencapai tujuan dari organisasi. Pendekatan ini menggambarkan bahwa Public Relations adalah lebih dari sekedar mempersuasi melainkan juga membantu mengembangkan kondisi komunikasi terbuka, saling pengertian/saling memahami dengan didasari ide bahwa organisasi juga mau berubah (dalam proses berperilaku dan bersikap) tidak hanya sebagi sasaran khalayak saja. Dapat dikatakan bahwa perusahaan dimungkinkan mengubah kebijakan sebagai hasil tindak lanjut dari dialog dengan lingkungannya.


Definisi tersebut hanyalah sebagian kecil dari definisi yang ada tentang PR. Mengacu pada definisi – definisi di atas, memaknai terminologi "fungsi manajemen" yang ada pada Public Relations, memiliki arti yang lebih dalam. Arti tersebut memuat jawaban atas pernyataan, untuk apa fungsi manajemen atau manajemen komunikasi yang dilakukan oleh Public Relations. Jawaban ini jelas bahwa Public relations berperan sebagai Pengelola Reputasi Organisasi. bukan Pemasar/Penjual dan bukan hanya melulu memliki aktifitas berhubungan dengan media atau seperti yang disebut di atas.


Dari definisi di atas tampak bahwa PR adalah fungsi manajemen bukan adminsitratif. Secara lebih dalam lagi pada sessi atau mata kuliah yang lain akan dibahas mengenai posisi PR sebagai koalisi dominan yang duduk di leher struktur yang bertindak sebagai fungsi manajemen sehingga kurang tepat jika PR hanya didudukkan sebagai bagian dari marketing, SDM, atau jika kita lihat di pemerintah tidak kurang PR atau Humas hanyal bagian dari seksi. Dalam hal penempatan PR ada beberapa klasifikasi penempatan dan pemanfaatan PR pada sebuah organisasi:

  1. Beberapa organisasi menempatkan Public Relations pada hirarkhi tinggi di perusahaan, memiliki garis pelaporan langsung kepada pimpinan atau kepala administrator. Beberapa menempatkan fungsi Public Relations pada posisi yang lebih rendah, memiliki hubungan pelaporan dengan bagian pemasaran, personalia, legal atau pengambil keputusan lain di tingkat yang lebih tinggi.
  2. Beberapa organisasi menempatkan Public Relations pada unit tersendiri sementara itu ada beberapa organisasi yang menempatkan Public Relations pada beberapa unit dalam departemen di organisasi.
  3. Beberapa organisasi menggunakan konsultan dari luar organisasi/perusahaan, beberapa menggunakan Public Relations dari internal perusahaan bahkan ada yang menggabungkan keduanya (Grunig,1992;396)


Melihat definisi PR seperti di atas maka tampak bahwa kata kunci dari PR adalah

  1. Kesengajaan: Aktifitas PR adalah aktifitas yang disengaja. Dibentuk untuk mempengaruhi, meraih pemahaman bersama, menyediakan informasi, dan mendapatkan umpan balik
  2. Terencana: Aktifitas Public Relation adalah terogranisir, pada kurun waktu tertentu, sistematis, menggunakan riset dan analisa.
  3. Mengutamakan performance: Public Relations yang efektif didasarkan pada kebijakan aktual dan kinerja.
  4. Mengutamakan kehendak masyarakat (public interest): Aktifitas atau kegiatan Public Relations hendaknya didasarkan pada tujuan yang saling menguntungkan antara organisasi dan publiknya.
  5. Komunikasi dua arah: Selain menginformasikan sesuatu, Public Relations membutuhkan umpan balik dari khalayaknya sehingga model komunikasi yang digunakannya adalah dua arah.
  6. Fungsi Manajemen: Public Relations menjadi efektif apabila menjadi bagian dari keseluruhan manajemen dan didukung oleh top manajemen. Public Relations berfungsi sebagai konseling dan pemecah masalah di tingkat top manajemen bukan sekedar hanya mendesiminasikan informasi setelah keputusan dibuat (Wilcox, 1998:4-8)


Secara umum PR sebagai fungsi manajemen dan sedikit tentang keberadaan PR dalam sebuah perusahaan sudah di bahas. Berikut ini secara khusus akan dibahas apa peran, fungsi, model komunikasi, aktifitas serta kompetensi yang dibutuhkan bagi seorang PR

Peran PR dalam Organisasi

Sebetulnya memformulasikan apa peran PR dalam organisai bukanlah hal yang mudah. Beberapa penulis mencoba memetakan bahwa pada dasarnya peran PR dalam sebuah organisasi adalah sebagai berikut:

1. Communication Tehnician

Beberapa praktisi memasuki dunia PR ini sebagai teknis. Pada tahap ini kemampuan jurnalistik dan komunikasi sangat diperlukan. PR diarahkan untuk berperan menulis, menulis news letter, menulis in house journal, menulis news release, menulis feature, dll. Biasanya praktisi dalam peran ini tidak hadir pada saat manajemen menemui kesulitan. Mereka tidak dilibatkan dalam manajemen sebagai pengambil keputusan. Peran mereka lebih ke arah penulisan tools dan mengimplementasikan program. Mereka sebagai "the last to know"


2.Expert Prescriber

Praktisi PR sebagai pendefinisi problem, pengembang program dan memeiliki tanggungjawab penuh untuk mengimplementasikannya. Mereka sebagai pihak yang pasif. Manajer yang lainnya menyerahkan tugas komunikasi sepenuhnya ke tangan si "komunikasi" ini sehingga mereka dapat mengerjakan pekerjaan mereka yang lainnya.Tampaknya bangga karena PR semacam ini dianugerahi kepercayaan tinggi tetapi karena tidak adanya keterlibatan top manajemen dalam peran PR maka PR seolah terisolir dari perusahaan. Ia sibuk sendiri dengan pekerjaannya. Di pihak manajemen mereka juga menjadi sangat tergantung kepada PR nya. Mereka menjadi minim komitmen kepada tugas – tugas PR, padahala seperti diketahui seharusnya tugas PR harusnya dilakukan oleh semua orang yang ada dalam sebuah perusahaan,


Dalam hal diffusi peran dan fungsi PR sehingga mereka paham spirit perlunya PR bagi perusahaan menjadi rendah dan tidak akan tersosialisasi bahkan terburuk akan hilang kepercayaan top manajemen akan fungsi PR bagi sebuah organisasi. Hal ini akan terjadi apabila top manajemen banyak merasa dikecewakan oleh PR yang dianggap mereka sebagai pakar.


3.Communication Facilitator

PR sebagai pendengar setia dan broker informasi. Mereka sebagai penghubung, interpreter dan mediator antara organisasi dan publiknya. Mereka mengelola two way communicationnya dengan cara membuka rintangan komunikasi yang ada/yang terjadi. Tujuannya dalam hal ini adalah untuk menyediakan kebutuhan dua belah pihak akan informasi, membuat kesepakatan yang melibatkan minat keduabelah pihak.


Para pelaku dengan peran ini menempatkan dirinya sebagai sumber informasi dan sebagai kontak antara organisasi dan publiknya. Sebagai wasit dari interaksi, memantapkan agenda yang akan didiskusikan antara dua belah pihak, menyimpulkan pandangan, bereaksi terhadap kasus, membantu partisipan mendiagnosa masalah, membantu menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan komunikasi. Mereka menjadi boundary spanner antara perusahaan dan publiknya. Mereka bekerja di bawah asumsi bahwa two way communication mampu meningkatkan kualitas pengambilan keputusan organisasi dan publik dalam hal prosedur, kebijakan, serta tindakan lain yang berhubungan dengan minat kedua belah pihak.


4.Problem Solving Facilitator

Mereka berkolaborasi dengan manajer lain untuk mendefinisikan dan memecahkan masalah. Mereka menjadi bagian dalam manajemen stratejik perusahaan. Bergabung dengan konsultan mulai dari awal direncanakan program hingga evaluasinya. Membantu manajemen menerapkan PR sebagai tahapan fungsi manajemen yang sama dengan kegiatan manajemen yang lain.


PR berfungsi sebagai bagian penting penganalisis situasi, memiliki peran yang intens dalam pengembangan prosedur, kebijakan, produk dan aksi perusahaan. Mereka juga memiliki power mengubah sesuatu yang seharusnya diubah. Mereka harus terlibat dalam segala bentuk perubahan organisasi.


Melalui peran ini mereka menjadi paham spirit setiap program baik motivasi maupun tujuan mengapa program harus dilaksanakan, mereka mensupport perubahan strategis organisasi, keputusan yang sifatnya taktis dan memiliki komitmen pada perubahan dan mampu menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam rangka pencapaian tujuan program.


Mereka dimasukkan sebagai tim manajemen karena mereka mampu menunjukkan kemampuan dan nilai dalam membantu manajemen menangani serta menyelesaikan permasalahan

Fungsi dan Model PR

Secara turun temurun, fungsi PR dapat digambarkan sebagai pengontrol publik, mengarahkan apa yang dipikirkan atau dilakukan oleh orang lain dalam rangka memuaskan kebutuhan organisasi, merespon publik, mereaksi pengembangan, masalah, mencapai hubungan yang saling menguntungkan antara publiknya melalui hubungan yang harmonis. Fungsi ini dekat dengan model PR yang dipaparkan oleh Grunig dan Hunt (1994) yaitu the press agentry/publicity model; the public information model; the two way asymmetric model; the two way symmetric model. Secara detail mengenai model tersebut adalah sebagai berikut:


Pada sejarah perkembangan konsep model Public Relations tampak bahwa pada mulanya menurut Erc Goldman dalam Grunig menyebutkan bahwa Public Relations diawali dengan the public be fooled era atau press agentry dan public be informed atau public information era.


Pada awalnya Grunig mengadopsi ide ini tetapi mengelaborasinya dengan menambahkan mengenai tujuan dan arah komunikasi . Grunig mengadopsi ide Thayer mengenai synchronic dan diachronic communicationuntuk menggambarkan dua pendekatan dalam public relations. Tujuan dari komunikasi sinkronis (synchronic communication) adalah mensikronisasi perilaku publik terhadap organisasi sehingga organisasi dapat melakukan apa yang diinginkan tanpa campur tangan dari publiknya. Tujuan dari komunikasi diakronik adalah untuk menegosiasikan kebutuhan antara organisasi dengan publiknya.Pada akhirnya Grunig mengganti istilah synchronic dan diakronik dengan assymetrical dan symetrical communication.


Grunig and Hunt mengidentifikasi perkembangan sejarah Public Relations. Pada awalnya Press agentry digunakan oleh praktisi PR di pertengahan abad 19. Pada awal abad 20 mulai digunakan model the public information. Keduanya merupakan representasi dari one way approaches dimana dengan model ini diseminasi informasi lebih banyak dengan menggunakan media.


Di era berikutnya, dengan dipengaruhi oleh pandangan Perilaku dan ilmu – ilmu sosial dikembangkanlah model two way asymetrical yang menekankan pada propaganda dan manipulasi publik (meskipun dalam arti yang positif). Memanipulasi di sini berarti mengelola serta mengarahkan publik kepada tujuan kita melalui cara memahami motivasi mereka. Selanjutnya dikembangkanlah Two way symetrical model yang mengarah kepada "telling the truth to public" . Model komunikasi ini diterapkan kepada publik dengan menggunakan penelitian untuk memfasilitasi apa yang diharapkan oleh publik daripada untuk mengidentifikasi pesan apa yang dapat digunakan untuk mempersuasi publik.


Grunig memaparkan Model two way symetric adalah pendekatan yang dapat dikatakan baik dalam public relations. Sejalan dengan konsep yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa sebuah departemen dapat dikatakan baik dengan segala karakteristikanya dapat membuat organisasi menjadi lebih efektif.


Grunig mengidentifikasi suatu teori normatif mengenai Public Relations yang menganut Two Way Symetric adalah memiliki karakter

1.Adanya saling tergantung dan pembinaan hubungan;

2.Ketergantungan dan pembinaan hubungan tersebut memunculkan kurangnya konflik, perjuangan, dan saling berbagi misi;

3.Adanya keterbukaan,saling percaya dan saling memahami;

4.Konsep kunci mengenai negosiasi,colaborasi dan mediasi;

5.Perlunya dikembangkan suatu aturan bagi proses dan strategi.


Pemahaman tersebut dapat disarikan bahwa komunikasi yang harmonis antara Public Relations dengan publiknya akan berjalan baik jika didukung dengan komunikasi yang jujur untuk memperoleh kredibilitas, keterbukaan dan konsisten terhadap langkah-langkah yang diambil untuk memperoleh keyakinan orang lain,adanya langkah-langkah fair untuk mendapatkan hubungan timbal balik dan goodwill, komunikasi dua arah yang terus menerus untuk mencegah keterasingan dan untuk membangun hubungan serta selalu melakukan evaluasi dan riset terhadap lingkungan untuk menentukan langkah atau penyesuaian yang dibutuhkan bagi sosial yang harmonis. Pemilihan model yang tepat sangat tergantung dari struktur sebuah organisasi dan bagaimana kondisi lingkungan dimana perusahaan tersebut bertindak.

Aktifitas PR

Pekerjaan PR dapat dikerjakan sendiri atau oleh konsultan, pemilihan ini sangat tergantung dari polcy perusahaan. Kelebihan dan kekurangan dalam penggunaan konsultan dapat dilihat lebih lanjut dalam tulisan Ida Anggraeni Ananda, Jurnal Visi Komunikasi.

Pada dasarnya aktifitas PR meliputi:

  1. Komunikasi: perukaran ide, pendapat atau peasn melalui visual, lisan atau tulisan
  2. Publisitas: diseminasi pesan yang terencana melalui media tertentu, tanpa bayaran, untuk meningkatkan minat terhadap perusahaan/organisasi
  3. Promosi: aktifitas mengkreasi atau menstimulasi perhatian terhadap produk, orang, organisasi atau kasus.
  4. Press agentry: melalui soft news stories
  5. Integrated marketing: fungsi PR pendukung pemasran, tujuan beriklan sebuah organisasi
  6. Manajemen Isue: identifikasi, memonitor aksi publik atau reaksi publik terhadap organisasi
  7. Manajemen krisis: menghadapi krisis, bencana atau kegiatan negatif yang tidak terencana dan memaksimal ekses positif yang dapat diraih
  8. Public Information offcer: sebagai penghubung antara lembaga pemerintah, dan media
  9. Public Affairs/lobbyist: bekerja mewakili perusahaan untuk menghadapi politisi, perangkat pemerintah yang berperan menetukan kebijakan dan undang-undang untuk mempertahankan statusquo atau mengubahnya.
  10. Financial Relations: menghadapi dan mengkomunikasikan informasi kepada pemegang saham atau masyarakat pemodal
  11. Community Relations: memantapkan dan meningkatkan hubungan antara organisasi dan masyarakat
  12. Internal Relations: memantapkan dan meningkatkan hubungan dengan orang – orang yang berada dan memilki hubungan di dalam organisasi
  13. Industry Relations: memantapkan dan meningkatkan hubungan dengan atau atas nama perusahaan dengan industri
  14. Minority Relations: memantapkan dan meningkatkan hubungan dengan group minoritas dan individual
  15. Media Relations: memantapkan dan meningkatkan hubungan dengan media
  16. Public Diplomacy: memantapkan dan meningkatkan hubungan untuk membuka jalur perdagangan, pariwisata dan kerjasama antar negara
  17. Event management: menyiapkan, merencanakan, melakukan kegiatan yang bermanfaat dalam suatu waktu
  18. Sponsorship: menawarkan atau menerima bantuan dana dengan imbalan public exposure
  19. Cause/Relationship marketing: memantapkan dan meningkatkan hubungan dengan konsumen
  20. Fund Raising: memantapkan dan meningkatkan hubungan atas nama sektor non profit untuk mendorong terkumpulnya dana serta bantuan


Kompetensi PR

Setelah melihat secara sepintas apa itu PR, peran, model, fungsi serta aktifitasnya maka dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi PR bukanlah orang yang sembarangan. Banyak kriteria kompetensi yang harus dimiliki. Diantaranya adalah:

Lulusan PR hendaknya mampu:

  1. Teori PR dan komunikasi untuk mendukung praktek PR
  2. Kemampuan menganalisis dan merencanakan
  3. Kemampuan teknis dan komunikasi
  4. Pemahaman sosial, politik, etis dan hubungannya dengan program
  5. Pemahaman tentang proses dan aplikasi dunia industry


Secara khusus kemampuan yang harus dimiliki:

  1. Kemampuan vocational seperti riset, menulis, mendengarkan, presentasi,dll
  2. Memiliki kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain: interpersonal skills, networking, mendengar
  3. Kemampuan profesional: paham mengenai perencanaan dan taat deadline
  4. Memiliki perspektif etika
  5. Mengerti teknologi yang dapat digunakan sebagai tools
  6. Harus memiliki kemauan belajar tinggi (life long learning)
  7. Being thinkers: kemampuan analisis, kritis, strategis, evaluatif, kreatif dan lateral

Online Crisis Management: Seandainya Saya PR RS Omni International ..

Bermula dari email seorang customer RS Omni International bernama Prita Mulyasari yang tidak puas dengan pelayanan RS tersebut, termasuk isu mallpraktek di dalamnya, kasus Prita VS RS Omni menggelinding sampai sekarang. Manajemen rumah sakit menuntut pasien yang adalah seorang ibu muda dengan dua anak (yang masih kecil-kecil dan salah satunya adalah bayi yang masih menyusui) itu dengan tuduhan pencemaran nama baik rumah sakit dan berhasil menjebloskan ibu muda itu ke dalam penjara.

Kabar mengenai ibu muda yang dipenjara karena email keluhan yang dikirimnya itu lalu menyebar secepat badai. Dengan teknologi internet, melalui media-media yang mempunyai pengaruh besar seperti Facebook, blog, dan juga media besar seperti Detik.com, dengan segera kasus itu mendapatkan simpati banyak orang. Gaung yang tumbuh di online ini semakin diperbesar ketika mulai dilirik oleh media-media tradisional. Televisi, radio, media cetak semua mulai tertarik dengan kasus ini. Tentu saja kasus ini menarik karena memancing emosi banyak orang.

Semua media itu berbahasa satu: menokohkan sang ibu muda sebagai pahlawan, pejuang internet yang dikorbankan karena menyuarakan suara konsumen. Sebaliknya, semua media membuat rumah sakit tampak seperti penjahat. Emosi yang ditimbulkan kepada masyarakat sangatlah besar. Sampai-sampai ada orang yang lewat di depan rumah sakit itu dan langsung timbul rasa marah. Di media online semua memasang bendera dukungan kepada si ibu, serentak semua pengguna internet menunjukkan solidaritas yang sangat besar kepada si ibu, dan sebaliknya gerakan “say No” pada rumah sakit itu tidak kalah besarnya.

RS Omni tidak gentar. Dia tetap mengarahkan pengacara-pengacaranya melakukan gugatan-gugatan yang mengacu pada UU ITE yang mengatur tentang pencemaran nama baik. Saat ini, status kasus ini adalah upaya lagi menjerat Prita dengan denda senilai Rp 204 juta dan hal ini memunculkan gerakan pengumpulan koin buat Prita yang sudah mencapai Rp 277 juta.

Sementara selama kasus ini menggelinding, reputasi RS Omni terpuruk di mata publik. Banyak asumsi-asumsi publik mengisyaratkan RS Omni arogan, tidak professional, mall praktek, menyeramkan, dan lain sebagainya. Nama buruk buat RS ini setidaknya terus berkembang dari waktu ke waktu seiring dengan lamanya kasus ini menggelinding.

Analisis Peran PR RS Omni dan Pemberitaan Saat Itu

Sepanjang pengamatan saya, peran PR RS Omni tidak benar-benar menjalankan tugasnya sebagai PR. PR RS Omni lebih merunduk mempersilakan manajemen RS Omni melakukan pembelaan hukum lewat pasal UU ITE. Tidak ada program penanganan crisis management yang dilakukan PR RS Omni. Tampaknya, ingin tampil menjadi yang paling benar di mata hukum tampaknya lebih penting daripada ingin merestruksturisasi reputasi perusahaan di mata publik.

Terbukti dari pengamatan sepanjang kasus ini membesar, mulai dari blog, Facebook, dan juga media-media online besar. Dalam dua bulan pertama, ada 27.842 posting di blog mengenai kasus itu, tak satu pun yang membela RS OMNI. Semuanya negatif. Tidak butuh waktu yang lama, dalam waktu lima hari saja, dukungan bagi ibu Prita Mulyasari di Facebook mendapatkan lebih dari 180.000 anggota.

Menggegerkan negeri karena menjadi headline di berbagai media cetak, radio, TV, dan online di tengah maraknya kampanye Pemilihan Presiden (pilpres) 2009. Bahkan dua kali Prita vs RS OMNI masuk ke halaman satu koran Kompas, sebuah media yang tergolong amat hati-hati mengangkat sebuah isu. Menghancurkan reputasi RS OMNI karena nyaris tidak ada berita yang positif mengenai RS ini. Bahkan hasil search di Google dengan kata kunci “RS OMNI” dipenuhi dengan berita negatif plus tulisan miring dari para blogger pembela Prita.

Hasil pemantauan di online, baik melalui Google, berbagai komentar di berbagai media online, postingan para blogger, percakapan di social media seperti Facebook, maupun mailing list nyaris 100% buruk untuk citra RS OMNI. Sulit menemukan suara di online yang membela RS OMNI, kecuali suara lawyer-nya yang dikutip oleh media massa. Sayang, suara lawyer ini tenggelam di balik gelombang dahsyat pengutuk RS OMNI yang memerkarakan dan dan memenjarakan pasiennya sendiri (Luthfie, 2009).

Suara lawyer. Sekali lagi: suara lawyer. Ya. Itulah yang terekam di media massa dan social media online. Lalu ke mana suara manajemen atau suara Public Relations? Kalau pun ada, suara manajemen tenggelam di balik suara lawyer, dan suara lawyer tersapu oleh suara publik. Publik melalui social media, seperti Facebook dan blog, menguasai opini mengenai RS OMNI yang cenderung negatif. Ini diperparah oleh suara media yang juga membela Prita. Apalagi pada saat yang sama sedang ada kampanye pilpres dan Prita juga dijadikan salah satu bahan kampanye. Habis sudah citra baik RS OMNI oleh penguasaan opini publik ini.

Puncaknya adalah dukungan pengumpulan koin yang saat ini sudah mencapai Rp 277 juta, jauh melebihi dari permintaan denda Prita sebelumnya yakni Rp 204 juta (tv one, 2009). Ini membuktikan reputasi RS Omni sudah benar-benar terpuruk dan PR RS Omni tidak melakukan pekerjaannya dengan baik terutama dalam menangani online crisis management.

Boleh dibilang, RS OMNI menghadapi crisis management level tertinggi yang amat sulit diatasi. Dan itu semua, untuk pertama kalinya di Indonesia, krisis itu dipicu oleh online, hanya dari sebuah email, yang kemudian meledak di media konvensional, baik cetak, radio maupun TV.

Status terakhir, per tanggal 14 Desember 2009, akhirnya Rumah Sakit Omni Internasional mengajukan surat pencabutan perkara perdata terhadap Prita Mulyasari di Pengadilan Negeri Tangerang. Proses pencatatan hanya belangsung sekitar tiga menit.

Tindakan Pencegahan

Di era PR 2.0 seperti sekarang ini, akses reputasi perusahaan menjadi lebih terbuka dan langsung ke publik, dalam hal ini customer perusahaan itu sendiri. Akses social media yang sudah membumi dan menjadi teman kesehari-harian publik membuat publik memiliki power yang besar membentuk opini, menyebarkan berita, dan mempengaruhi publik lain akan sebuah isu perusahaan.

Sebelum era PR 2.0, akses ini hanya bisa melalui media massa. Saat itu, power media sangat kuat. Media menjadi akses satu-satunya untuk membentuk opini, menyebarkan berita dan mempengaruhi publik. Komunikasi pun berlangsung 2 arah (timbal balik) antara perusahaan dengan publik, tapi melalui perantara media. Sehingga akses menjadi tidak langsung, berlangsung lebih lama, dan banyak noise komunikasi yang terjadi.

Sekarang, akses menjadi langsung, cepat dan noise komunikasi cenderung bisa diminimalisir. Setiap isi otak publik dapat dituangkan dalam social media, dan memiliki potensi untuk mempengaruhi publik lainnya.

Social Media is a direct to consumer approach that allows audiences to drive the communication in the communities. PR professionals are beginning to incorporate PR 2.0 into their strategy and planning as an effective way to communicate directly to web 2.0 audiences, to raise awareness and increase overall brand exposure (Breakendridge, 2009)

Sementara menurut Nukman Luthfie, dari Virtual Consultant, menyebutkan di era web 2.0 era online social media, era di mana konsumen melakukan percakapan secara horisontal satu sama lain di dunia maya, sudha jelas bahwa peran PR jauh lebih penting ketimbang marketing (Luthfie, 2009).

Mengenai hal ini, peran PR di era 2.0 menjadi semakin kompleks. Kalau sebelumnya untuk memonitor reputasi perusahaan, brand image, dan lain-lain seorang PR mendapat tolak ukur dari media massa baik koran, majalah, radio, tv, dan media online, maka ini tidak sepenuhnya bisa berlaku di era PR 2.0. Seorang PR 2.0 yang mengerti perkembangan ini, akan juga memantau opini-opini yang terjadi diranah social media, yang merupakan media langsungnya publik menuangkan segenap pikiran-pikirannya, termasuk potensinya untuk menyebarkan isu perusahaan (Breakenridge, 2009).

Termasuk dalam kasus Prita yang meluluhlantahkan reputasi RS Omni sebagai rumah sakit internasional, seharusnya PR melakukan monitoring dini atas apa-apa yang akan terjadi sebelum berkembang menjadi besar. Melalui kualitas hubungan baik antara perusahaan dan customer yang terpadu (maksudnya melibatkan juga area customer relations management), PR RS Omni seharusnya tanggap dengan melakukan beberapa tindakan pencegahan sebagai berikut:

  1. Melakukan monitoring perusahaan di social media termasuk blog, twitter, facebook. Hal ini bisa dilakukan dengan berlangganan Google Alert, yang nantinya akan mendeteksi keyword-keyword yang berhubungan dengan perusahaan dan hasil deteksi ini akan dikirimkan ke email kita. Begitu juga dengan fitur facebook dan twitter.
  2. Melakukan enggagement/lobbying dengan social media influencer, seperti blogger dan twitter yang memiliki banyak pengikut. Seperti media relations untuk posisi tanggung jawab PR, perlu juga diadakan social media influencer relations yang menjadi perhatian khusus divisi PR sebuah perusahaan.
  3. Tetap meningkatkan kualitas dengan media massa konvensional dan online, terutama pimpinan media terkait sehingga level lobbying tetap bisa terjaga.
  4. Tanggap jika melihat ada isu langsung yang kira-kira memiliki potensi negatif bagi reputasi perusahaan, dan langsung disikapi bijaksana dengan barometer reputasi perusahaan sebagai taruhan utamanya, dan bukan tentang siapa yang benar siapa yang salah (Breakenridge, 2009).

Tindakan Reaktif saat Email Prita Beredar

Sengaja digarisbawahi tindakan yang dilakukan sejak Email Prita beredar, karena saya pribadi angkat tangan kalau harus menjadi PR RS Omni di saat sekarang, saat di mana RS Omni sendiri sudah mengakui kesalahannya yang sangat terlambat dengan mencabut gugatan terhadap Prita ketika gerakan koin Prita sukses berat didukung mayoritas publik. RS Omni tetap bisa memperbaiki reputasinya, tapi perjalanannya akan sangat panjang, membutuhkan waktu yang sangat lama (bisa puluhan tahun), biaya yang sangat tinggi dan konsistensi perbaikannya harus terus menerus terjaga.

Karena ini sudah masuk dalam online crisis management, maka penanganannya pun harus hati-hati, karena sifatnya yang memiliki akses langsung, cepat dan dampaknya yang lebih besar sangat besar ketimbang web 1.0 (menurut Reed Law). Maka beberapa penanganan yang harus dilakukan berdasarkan gabungan studi kasus Sosro dan Oli Top 1, adalah sebagai berikut:

  1. Internal Communication dikedepankan. Ketika email Prita beredar, manajemen harus tanggap meng-counter informasi tersebut dengan melakukan penjelasan terlebih dulu dengan karyawan. Ini penting, karena basis paling dasar kekuatan perusahaan terletak dari kekompakan internalnya terlebih dahulu. Jangan sampai informasi dari luar, yang belum dikonfirmasi kebenarannya menjadi backfire buat internal perusahaan. Informasi ini perlu di-counter dari pihak manajemen, yang segera dikomunikasikan dari pimpinan tertinggi perusahaan langsung ke karyawan. Sehingga kredibilitas perusahaan tetap terjaga dari sisi internal.
  2. Cepat, akurat dan konsisten. Ketika isu muncul jangan didiamkan, tapi langsung ditanggapi cepat, akurat dan konsisten. Setelah komunikasi internal diselesaikan, baru berlanjut ke komunikasi eksternal. Tunjukan ke publik konfirmasi kebenarannya. Jika memang isu itu HOAX, buktikan kalau isu itu HOAX. Jika sebaliknya, minta maaf dengan mengedepankan perbaikan, penggantian kerugian, dan lain sebagainya yang mengatasnamakan penyelamatan reputasi perusahaan.
  3. Jika isu benar, berdamailah dengan pihak yang menyebarkan isu fakta ini. Libatkan pihak tersebut dalam perbaikan-perbaikan reputasi perusahaan Anda. Gandeng influencer-influencer sosial media dalam urun rembug bersama media massa terkait, baik online media maupun media tradisional. Dan pastikan publik tahu yang terjadi. Pastikan, bahwa perusahaan Anda bukan perusahaan sempurna yang tidak pernah berbuat kesalahan, tapi perusahaan yang ingin belajar menjadi sempurna, yang mau mengakui kesalahan dan melakukan perbaikan ke depan.
  4. Banyak melakukan posting-posting respon, komentar, berita positif di media online dan media tradisional secara berkesinambungan. Ini termasuk di ranah komunitas yang cukup strategis bagi perusahaan. Hal tersebut dilakukan untuk menyeimbangkan konotasi berita negatif perusahaan, sehingga perusahaan tidak melulu diakses berita negatifnya. Untuk tahap ini juga sangat disarankan melibatkan peran eksternal publik.
  5. Melakukan tindakan proaktif meng-embrace kekuatan social media dengan membentuk komunitas-komunitas yang mendukung reputasi perusahaan. Mungkin dengan membuat media personal perusahaan di online, seperti blog, atau komunitas website atau twitter dan facebook yang inti pesannya adalah merecovery reputasi perusahaan. Dalam melakukan strategi ini, kombinasikan dengan taktik-taktik kreativitas yang membuat orang tertarik untuk bergabung.
  6. Melakukan event perusahaan untuk kalangan eksternal strategis, yang melibatkan enggament publik yang strategis. Bisa jadi ini adalah usaha penciptaan aktivitas below the line yang menjawab bahwa reputasi perusahaan Anda memang layak diperjuangkan. Bentuknya bisa jadi sponsorship marketing dan event marketing.
  7. Karena ini merupakan manajemen krisis, maka tidak perlu lagi mempergunakan SOP manajemen regular. Manajemen perusahaan seyogyanya tidak melibatkan hukum dalam hal ini. Karena ini urusan reputasi dan bukan urusan siapa benar siapa salah.

Duh kasihan banget sih nasib ibu prita ini. Saya kira dulu kasusnya sudah selesai eh ternyata cuma di tunda saja malah kok ada denda 204 juta? tiap hari nonton tv pasti topik utamanya seputaran anggodo, century , dan prita. Soalan kasus cicak vs buaya kemarin memang saya nggak mau ikut-ikutan nulis di blog ini karena sangat rumit keadaannya jadi saya takut salah menulis. Kalau untuk kasus prita ini boleh deh saya menulis sedikit unek-unek sekalian membela kebebasan berekspresi.

prita-mulyasari

Ini ada bukti email yang ditulis atas nama prita mulyasari, saya dapatkan dari sumber

Jakarta – Jangan sampai kejadian saya ini akan menimpa ke nyawa manusia lainnya. Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila anda berobat berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan title international karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan obat, dan suntikan.

Saya tidak mengatakan semua RS international seperti ini tapi saya mengalami kejadian ini di RS Omni International. Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB. Saya dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala datang ke RS OMNI Internasional dengan percaya bahwa RS tersebut berstandard International, yang tentunya pasti mempunyai ahli kedokteran dan manajemen yang bagus.

Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39 derajat. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah thrombosit saya 27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000. Saya diinformasikan dan ditangani oleh dr Indah (umum) dan dinyatakan saya wajib rawat inap. dr I melakukan pemeriksaan lab ulang dengan sample darah saya yang sama dan hasilnya dinyatakan masih sama yaitu thrombosit 27.000.

dr I menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan. Tapi, saya meminta referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan RS ini. Lalu referensi dr I adalah dr H. dr H memeriksa kondisi saya dan saya menanyakan saya sakit apa dan dijelaskan bahwa ini sudah positif demam berdarah.

Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau izin pasien atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan pagi, dr H visit saya dan menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab semalam. Bukan 27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa dilakukan revisi?). Saya kaget tapi dr H terus memberikan instruksi ke suster perawat supaya diberikan berbagai macam suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa izin pasien atau keluarga pasien.

Saya tanya kembali jadi saya sakit apa sebenarnya dan tetap masih sama dengan jawaban semalam bahwa saya kena demam berdarah. Saya sangat khawatir karena di rumah saya memiliki 2 anak yang masih batita. Jadi saya lebih memilih berpikir positif tentang RS dan dokter ini supaya saya cepat sembuh dan saya percaya saya ditangani oleh dokter profesional standard Internatonal.

Mulai Jumat terebut saya diberikan berbagai macam suntikan yang setiap suntik tidak ada keterangan apa pun dari suster perawat, dan setiap saya meminta keterangan tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Lebih terkesan suster hanya menjalankan perintah dokter dan pasien harus menerimanya. Satu boks lemari pasien penuh dengan infus dan suntikan disertai banyak ampul.

Tangan kiri saya mulai membengkak. Saya minta dihentikan infus dan suntikan dan minta ketemu dengan dr H. Namun, dokter tidak datang sampai saya dipindahkan ke ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya makin naik kembali ke 39 derajat dan datang dokter pengganti yang saya juga tidak tahu dokter apa. Setelah dicek dokter tersebut hanya mengatakan akan menunggu dr H saja.

Esoknya dr H datang sore hari dengan hanya menjelaskan ke suster untuk memberikan obat berupa suntikan lagi. Saya tanyakan ke dokter tersebut saya sakit apa sebenarnya dan dijelaskan saya kena virus udara. Saya tanyakan berarti bukan kena demam berdarah. Tapi, dr H tetap menjelaskan bahwa demam berdarah tetap virus udara. Saya dipasangkan kembali infus sebelah kanan dan kembali diberikan suntikan yang sakit sekali.

Malamnya saya diberikan suntikan 2 ampul sekaligus dan saya terserang sesak napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. Dokter jaga datang namun hanya berkata menunggu dr H saja.

Jadi malam itu saya masih dalam kondisi infus. Padahal tangan kanan saya pun mengalami pembengkakan seperti tangan kiri saya. Saya minta dengan paksa untuk diberhentikan infusnya dan menolak dilakukan suntikan dan obat-obatan.

Esoknya saya dan keluarga menuntut dr H untuk ketemu dengan kami. Namun, janji selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari. Suami dan kakak-kakak saya menuntut penjelasan dr H mengenai sakit saya, suntikan, hasil lab awal yang 27.000 menjadi revisi 181.000 dan serangan sesak napas yang dalam riwayat hidup saya belum pernah terjadi. Kondisi saya makin parah dengan membengkaknya leher kiri dan mata kiri.

dr H tidak memberikan penjelasan dengan memuaskan. Dokter tersebut malah mulai memberikan instruksi ke suster untuk diberikan obat-obatan kembali dan menyuruh tidak digunakan infus kembali. Kami berdebat mengenai kondisi saya dan meminta dr H bertanggung jawab mengenai ini dari hasil lab yang pertama yang seharusnya saya bisa rawat jalan saja. dr H menyalahkan bagian lab dan tidak bisa memberikan keterangan yang memuaskan.

Keesokannya kondisi saya makin parah dengan leher kanan saya juga mulai membengkak dan panas kembali menjadi 39 derajat. Namun, saya tetap tidak mau dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke RS lain. Tapi, saya membutuhkan data medis yang lengkap dan lagi-lagi saya dipermainkan dengan diberikan data medis yang fiktif.

Dalam catatan medis diberikan keterangan bahwa bab (buang air besar) saya lancar padahal itu kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada follow up-nya sama sekali. Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil thrombosit saya yang 181.000 bukan 27.000.

Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000 namun sangat dikagetkan bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan yang tercetak adalah 181.000. Kepala lab saat itu adalah dr M dan setelah saya komplain dan marah-marah dokter tersebut mengatakan bahwa catatan hasil lab 27.000 tersebut ada di Manajemen Omni. Maka saya desak untuk bertemu langsung dengan Manajemen yang memegang hasil lab tersebut.

Saya mengajukan komplain tertulis ke Manajemen Omni dan diterima oleh Og(Customer Service Coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam tanda terima tersebut hanya ditulis saran bukan komplain. Saya benar-benar dipermainkan oleh Manajemen Omni dengan staff Og yang tidak ada service-nya sama sekali ke customer melainkan seperti mencemooh tindakan saya meminta tanda terima pengajuan komplain tertulis.

Dalam kondisi sakit saya dan suami saya ketemu dengan Manajemen. Atas nama Og (Customer Service Coordinator) dan dr G (Customer Service Manager) dan diminta memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang terjadi dengan saya.

Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat pernyataan dari lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan 181.000. Makanya saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan kondisi thrombosit 181.000 saya masih bisa rawat jalan.

Tanggapan dr G yang katanya adalah penanggung jawab masalah komplain saya ini tidak profesional sama sekali. Tidak menanggapi komplain dengan baik. Dia mengelak bahwa lab telah memberikan hasil lab 27.000 sesuai dr M informasikan ke saya. Saya minta duduk bareng antara lab, Manajemen, dan dr H. Namun, tidak bisa dilakukan dengan alasan akan dirundingkan ke atas (Manajemen) dan berjanji akan memberikan surat tersebut jam 4 sore.

Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular. Menurut analisa ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah parah karena sudah membengkak. Kalau kena orang dewasa laki-laki bisa terjadi impoten dan perempuan ke pankreas dan kista.

Saya lemas mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang telah membohongi saya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan suntikan macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas. Saya tanyakan mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan memang saya tidak kuat dengan suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas.

Suami saya datang kembali ke RS Omni menagih surat hasil lab 27.000 tersebut namun malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas dan meminta diberikan waktu besok pagi datang langsung ke rumah saya. Keesokan paginya saya tunggu kabar orang rumah sampai jam 12 siang belum ada orang yang datang dari Omni memberikan surat tersebut.

Saya telepon dr G sebagai penanggung jawab kompain dan diberikan keterangan bahwa kurirnya baru mau jalan ke rumah saya. Namun, sampai jam 4 sore saya tunggu dan ternyata belum ada juga yang datang ke rumah saya. Kembali saya telepon dr G dan dia mengatakan bahwa sudah dikirim dan ada tanda terima atas nama Rukiah.

Ini benar-benar kebohongan RS yang keterlaluan sekali. Di rumah saya tidak ada nama Rukiah. Saya minta disebutkan alamat jelas saya dan mencari datanya sulit sekali dan membutuhkan waktu yang lama. LOgkanya dalam tanda terima tentunya ada alamat jelas surat tertujunya ke mana kan? Makanya saya sebut Manajemen Omni pembohon besar semua. Hati-hati dengan permainan mereka yang mempermainkan nyawa orang.

Terutama dr G dan Og, tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan customer, tidak sesuai dengan standard international yang RS ini cantum.

Saya bilang ke dr G, akan datang ke Omni untuk mengambil surat tersebut dan ketika suami saya datang ke Omni hanya dititipkan ke resepsionis saja dan pas dibaca isi suratnya sungguh membuat sakit hati kami.

Pihak manajemen hanya menyebutkan mohon maaf atas ketidaknyamanan kami dan tidak disebutkan mengenai kesalahan lab awal yang menyebutkan 27.000 dan dilakukan revisi 181.000 dan diberikan suntikan yang mengakibatkan kondisi kesehatan makin memburuk dari sebelum masuk ke RS Omni.

Kenapa saya dan suami saya ngotot dengan surat tersebut? Karena saya ingin tahu bahwa sebenarnya hasil lab 27.000 itu benar ada atau fiktif saja supaya RS Omni mendapatkan pasien rawat inap.

Dan setelah beberapa kali kami ditipu dengan janji maka sebenarnya adalah hasil lab saya 27.000 adalah fiktif dan yang sebenarnya saya tidak perlu rawat inap dan tidak perlu ada suntikan dan sesak napas dan kesehatan saya tidak makin parah karena bisa langsung tertangani dengan baik.

Saya dirugikan secara kesehatan. Mungkin dikarenakan biaya RS ini dengan asuransi makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya semaksimal mungkin. Tapi, RS ini tidak memperdulikan efek dari keserakahan ini.

Sdr Og menyarankan saya bertemu dengan direktur operasional RS Omni (dr B). Namun, saya dan suami saya sudah terlalu lelah mengikuti permainan kebohongan mereka dengan kondisi saya masih sakit dan dirawat di RS lain.

Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun ada kondisi mata saya yang selaput atasnya robek dan terkena virus sehingga penglihatan saya tidak jelas dan apabila terkena sinar saya tidak tahan dan ini membutuhkan waktu yang cukup untuk menyembuhkan.

Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya masing-masing. Benar. Tapi, apabila nyawa manusia dipermainkan oleh sebuah RS yang dipercaya untuk menyembuhkan malah mempermainkan sungguh mengecewakan.

Semoga Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni supaya diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang tua yang tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis. Mudah-mudahan tidak terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini.

Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah karyawan atau dokter atau Manajemen RS Omni. Tolong sampaikan ke dr G, dr H, dr M, dan Og bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia hanya demi perusahaan Anda. Saya informasikan juga dr H praktek di RSCM juga. Saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini.

Salam,
Prita Mulyasari
Alam Sutera
prita.mulyasari@yahoo.com
081513100600

Kalau ditelusuri dari awal sekali kasus ibu prita ini bermula dengan adanya mass mail dari ibu prita ke beberapa orang dalam sebuah jaringan mail-list. Dimana isi dari tulisan tersebut menceritakan tentang buruknya manajemen dan pelayanan RS OMNI kepada ibu prita. Stop sampai disitu sebenarnya kasus ini mempunyai 2 sisi yaitu Pertama ibu prita ingin menuntut haknya sebagai konsumen, OMNI juga ingin menuntut haknya sebagai lembaga pelayanan. Kedua posisi ibu prita yang menulis dan mengirimkan mass mail itu memang kurang bagus keadaannya karena bisa dikategorikan spam/fitnah, pihak OMNI paham dengan baik tentang aturan ini sehingga melakukan tuntutan yang sampai sekarang belum juga terselesaikan dengan baik. UU ITE yang kurang jelas dan rancu juga ikut turut andil dalam sisi kedua sehingga menyebabkan ketidakpastian hukum yang jelas.

Inilah bukti beberapa kebobrokan, yang pertama, dimana yang namanya LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN! sudah dari dulu lembaga perlindungan konsumen di Indonesia ini hanya nampang nama dan keren doang tanpa hasil. Lihat beberapa bukti orang berteriak layanan speedy buruk bla bla bla mana ada respon dari lembaga ini untuk memperjuangkan hak konsumen, konsumen di Indonesia adalah slave! (budak) dan produsen adalah raja. Sekali lagi terbukti yang punya lebih banyak RUPIAH di negeri ini akan menang dalam segala hal. Kedua, PARAHNYA tingkat korupsi di lembaga peradilan. Saya rasa semua sudah taulah beberapa lembaga yang kemarin di angkat ke permukaan, ada 4 lembaga terkorup di Indonesia tidak perlu saya sebutkan karena saya takut juga hehehe… pokoknya lembaga peradilan termasuk dalam salah satunya. Adanya mafia hukum yang memperjual belikan hukum di Indonesia seperti layaknya pisang goreng!. Cukup 2 ini saja yang saya ungkapkan…

Kalau merujuk ke UU ITE pasal 43 ayat 5 e yang berbunyi:

melakukan pemeriksaan terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan dengan kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana.

Hmmmmm apakah sudah ada ahli yang bisa membuktikan dengan akurat tentang hal ini? karena ini hukum sudah seharusnya ada bukti yang bisa dipertanggung jawabkan. Bagaimana caranya membuktikan bahwa ibu prita adalah pengirim email ini sebenarnya mudah untuk dibuktikan, untuk penerima email bisa membuka informasi penuh tentang asal mula email tersebut disitu akan terlihat sebuah IP yang bisa ditelusuri lebih sampai kedalam sampai benar dan pasti merujuk pada sebuah alat elektronik. Kalau tidak bisa membuktikan ini maka sebenarnya ibu prita HARUS dibebaskan dari tuntutan spam/fitnah karena tidak ada bukti yang bisa ditunjukkan.

Melihat dari sisi manusiawi, Saya yakin dan amat sangat yakin 70% kasus ini akan dimenangkan ibu prita ASAL ada syaratnya:

  1. Lembaga peradilan tidak menerima suap dari siapa saja. Termasuk dalam hal ini pihak RS OMNI, saya dengar dari banyak isu RS OMNI melakukan penyuapan kepada lembaga peradilan.
  2. YLKI paham dan memperjuangkan hak-hak prita sebagai konsumen. Dalam kasus ini adalah sebenarnya prita lebih mengarah kepada protes pelayanan tetapi menggunakan proses mediasi yang salah.
  3. Kejelasan UU ITE yang tidak rancu.

Saya sudah tau tentang gerakan “koin untuk prita” sebenarnya dalam kasus ini Prita sudah lebih dulu menang sebelum keputusan lembaga peradilan keluar. Hukum dibangun oleh masyarakat dan masyarakat bisa menentukan hukum itu sendiri. Jadi kalau ada gerakan koin untuk prita yang sangat kuat ini sebenarnya sudah terlihat masyarakat lebih memihak kepada prita di banding OMNI. Kalau ini diteruskan maka pihak OMNI kemungkinan besar akan kalah karena kekuatan masyarakat akan lebih besar dibanding kekuatan suatu lembaga. Kalaupun pihak OMNI menang dalam tingkat lembaga peradilan maka rakyat Indonesia pasti tidak akan diam saja mengingat rakyat sudah merasa HUKUM tidak lagi memberikan peradilan bagi semua orang, namun hukun hanya memberikan kemenangan kepada yang memilik lebih banyak RUPIAH.

Saya malu juga melihat kasus ini sampai terdengar diluar negeri, bahkan ada seorang penulis yang membeberkan kebobrokan hukum di Indonesia, apa tidak malu? Indonesia kembali lagi di anggap membatasi kebebasan berekspresi individual. Memang boleh saja bebas berpendapat namun tentunya INGAT bukan bebas yang kelewatan batas, hak-hak primer individual saja masih terbentur dengan hak individu lain. Dalam hal ini seharusnya UU mengatur semuanya sehingga menjadi jelas.

Yah semoga saja kasus ini cepat selesai kasihan juga prita karena mengirim mass mail berakibat denda uang dan penjara kan tidak lucu… Kalau yang dicari win-win solution lebih baik lagi kalau keduanya berdamai dengan tidak ada sisa tuntutan, selesai deh perkara tidak perlu pakai ribut-ribut dan argumen siapa yang benar dan siapa yang salah. Tinggal yang mengerjakan UU ITE lebih spesifik dan jelas saja tentang kategori aturan mainnya.

Karyawan sebagai duta besar: strategi public relations dalam konteks HR (II)

KOMUNIKASI INTERNAL

communicatioan internalPerubahan berskala besar dari program komunikasi internal harus mempertimbangkan hal-hal berikut ini:

  • Perubahan tersebut harus dimulai dari isu-isu penting jangka pendek yang dihadapi dan dipahami oleh para manajer serta tidak dimulai dengan program komunikasi bisnis global dan jangka panjang yang dipublikasikan sebagai dokumen yang tidak sensitif terhadap kebutuhan indiividu.
  • Perubahan tersebut harus menciptakan pandangan yang realistis mengenai apa yang dapat dicapai dan tidak terlalu mengandalkan pada harapan yang selalu meningkat.
  • Perubahan tersebut harus menawarkan kesempatan bagi pembelajaran perilaku dan bukan pembelajaran representasional, yaitu perubahan apa yang dapat dilakukan oleh orang dan bukan mendorong pembelajaran melalui penggunaan kata-kata dan bahasa baru untuk meredakan ketegangan antara apa yang dikatakan orang dan apa yang dilakukan orang.
  • Harus ada keterlibatan penuh dari para manajer di garis depan bukan menciptakan tim proyek yang tidak stabil dan eksklusif yang mengendalikan program tanpa konsultasi dan tanpa penelitian yang memadai.
  • Perubahan harus terbuka terhadap perubahan tekanan lingkungan dan prioritas.
  • Perubahan bahkan harus memasukkan orang-orang pragmatis yang berfikir jangka pendek dan jangka panjang, yaitu para pelaku bisnis yang menolak terlibat secara emosional.

Sebuah studi atas tanda perselisihan pekerja di British Rail pada tahun 1994 oleh Crossman dan Mcllwee (1995) mengidentifikasi sembilan bidang kunci di mana public relations akan memainkan peran pentingnya. Kedelapan bidang kunci tersebut adalah kekuatan politik, kekuatan ekonomi, kekuatan budaya, misi dan strategi, kultur organisasi, cara sumber daya manusia dikelola dalam hal fleksibilitas, kualitas, komitmen dan integrasi strategis, kepentingan stakeholder, dan hubungan masyarakat serta hubungan serikat pekerja.

Fungsi Public Relations Dalam Koalisi Dominan

Latar Belakang
Posisi public relations di dalam sebuah organisasi dan hubungannya dengan pimpinan manajemen (top management). Dapat dijelaskan secara berkesinambungan bahwasanya fungsi public relations pada masa sekarang ini, tidak lagi hanya mengurusi masalah intra-organisasi, tetapi juga bertanggung jawab langsung kepada pimpinan manajemen dalam hal peningkatan mutu komunikasi dan membangun hubungan yang lebih baik dengan stakeholder baik internal maupun eksternal dari organisasi yang bersangkutan.
Upaya meningkatkan profesionalisme public relations memberikan dampak nyata pada pengembangan konsep peran praktisi public relations. Praktisi public relations yang sudah terbiasa dengan aktivitas rutin dalam menghadapi berbagai macam situasi akan membentuk pola tertentu yang ahkirnya membuahkan pengklasifikasian peran public relations.

Fungsi / peran public relations

Dari beragam aktivitas public relations, sesungguhnya dapat dicermati atau dibedakan kedalam dua kelompok peran atau fungsi; Teknisi dan manajerial. Peran teknisi lebih menekankan pada aspek-aspek praktis public relations, sedangkan peran manajerial menunjukan kemampuan dan independensi praktisi public relations dalam mengelola aktivitas manajerial public relations. Pengklasifikasian peran public relations pertama kali dilakukan oleh Glen M. Broom dan G.D. Smith pada tahun 1979, kemudian dikembangkan oleh para peneliti public relations.

Klasifikasi peran public relations dapat dilihat pada bagan dibawah ini :













1. Communication Technician Role (Peran Teknisi Komunikasi)
Praktisi public relations dalam bidang ini biasanya ditekankan pada komunikasi jurnalistik, maksudnya adalah mengenai kemampuan menulis, pengeditan, produksi audio visual, grafis dan produksi pesan yang digunakan dalam melaksanakan program public relations. Beberapa contohnya adalah; menulis pers release, feature, newslater, pengembangan isi web organisasi, dan menangani kontak media. Dalam hal ini, praktisi public relations tidak terlibat dalam pengambilan keputusan organisasi. Pihak manajemen atau koalisi dominan dalam organisasi membuat keputusan-keputusan strategis dan merancang aksi komunikasi yang ditujukan pada public organisasi. Praktisi public relations dalam peran ini, hanya melaksanakan keputusan pimpinan dan tidak melakukan penelitian untuk merencanakan atau mengevaluasi kerja mereka. Praktisi public relations lebih memegang peranan penting dalam organisasi yang mengutamakan informasi publik, atau hubungan media.

2. Communication Manager Role (Peran Manajer Komunikasi)
Praktisi public relations secara sistematis merencanakan dan mengatur program public relations sebuah organisasi, memberi masukan pada manajeman atau koalisi dominan dalam sebuah perusahaan, dan membuat kebijakan, khususnya dlam bidang komunikasi. Para praktisi public relations secara langsung terlibat dalam semua unsure pembuatan kebijaksanaan public relations dan secara berkesinambungan mengadakan penelitian atau melakukan evaluasi kerja. Pihak manajemen memberikan wewenang bagi praktisi public relations untuk mengelola secara independen segala kegiatan yang berhubungan dengan fungsi kehumasan. Peran Manajer Komunikasi atau “Communication Manager Role” inilah yang menjadi perhatian utama dalam makalah ini.
Communication manager role terdiri dari 3 (tiga) sub peran :
1) Expert Prescriber, manajer public relations bisa jadi berfungsi sebagai “ahli” dalam mendefinisikan masalah public reltions, merencanakan, membuat program dan bertanggungjawab atas program tersebut. Praktisi public relations dikenal sebagai informed practioner. Pihak manajemen bergantung sepenuhnya (secara pasif) kepada praktisi untuk mendefinisikan masalah yang sedang dihadapi oleh suatu organisasi dan memberikan solusi terbaik dengan mempertimbangkan faktor yang berhubungan dengan organisasi yang bersangkutan.

2) Communication facilitator, praktisi public relations berperan sebagai ‘perantara ‘ yang mempunyai tugas untuk menjaga kualitas dan kuantitas alur komunikasi dua arah antara organisasi dengan publiknya. Dalam peranannya ini, praktisi public relations berfungsi sebagai liaison, interpreter, dan mediator yang bertujuan untuk menghilangkan hambatan komunikasi. Tujuannya adalah untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh pihak manajemen dan publik organisasi atau perusahaan, dalam upaya pengambilan keputusan yang akan memberikan keuntungan bagi keduanya. Dalam peranan sebagai media komunikasi organisasi atau perusahaan, praktisi komunikasi bertindak sebagai sumber informasi dan kontak resmi anatara organisasi dengan publiknya. Praktisi public relations juga bertugas mengelola interaksi, menentukan agenda diskusi, meringkas dan menyatakan kembali (mengelola) pandangan berbagai pihak, menyerap tanggapan-tanggapan, dan membantu publik menganalisa dan mengoreksi kondisi yang menghambat hubungan komunikasi. Aktivitas ini berdasarkan asumsi bahwa komunikasi dua arah yang efektif akan meningkatkan kualitas keputusan organisasi yang berhubungan dengan kebijakan, prosedur, dan tindakan untuk kepentingan bersama.

3) Problem-solving process facilitator, praktisi public relations membantu pihak manajemen organisasi untuk mencari solusi dari masalah komunikasi dan relasi organisasi. Peran ini melibatkan anggota dari bidang atau departerment lain dalam perusahaan atau klien organisasi jika fasilitator bekerja untuk sebuah biro public relations, dan membantu merencanakan dan melaksanakan secara rasional program public relations. Peran problem-solving process facilitator berbeda dengan peran expert prescriber. Pada peran expert presciber, keterlibatan manajemen bersifat pasif, sedangkan peran problem-solving process facilitator bekerja sama dengan pihak manajemen secara hati-hati untuk menyelesaikan masalah secara bertahap. Upaya untuk melibatkan seluruh anggota koalisi dominan dalam menyelesaikan masalah organisasi mungkin akan menghabiskan waktu. Meskipun demikian, untuk jangka panjang cara penyelesaian dengan melibatkan pihak manajemen akan lebih baik, karena mereka akan memiliki komitmen dengan program yang telah ditetapkan. Peran ini sangat penting dalam organisasi yang mempraktekan model komunikasi dua arah (two way symmetric model).

Idealnya peran teknisi dan manajerial ini harus ada dalam kegiatan public relations sebuah organisasi. Peran yang dijalankan oleh praktisi public relations tidak lepas dari wewenang yang diberikan oleh pihak manajemen organisasi. Manajemen menyadari arti penting keberadaan public relations dalam perusahaan akan memberikan wewenang atau otonomi bagi praktisi public relations untuk menjalankan kegiatan public relations dalam perusahaan. Dalam hal ini, praktisi public relations dapat menjalankan peran communication manager yang mana kebebasan menentukan strategi dan model public relations yang diterapkan diharapkan dapat membantu peningkatan citra dan pencapaian objective perusahaa. Pihak manajemen tidak akan turut campur dalam pembuatan kebijakan public relations. Praktisi public relations bahkan bisa memberikan masukan yang berguna pada tingkat pengembilan keputusan perusahaan. Sebagai konsekuensi, semua kegiatan yang dilakukan oleh praktisi public relations harus dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak manajemen perusahaan. Adakalanya praktisi public relations menerapkan beberapa peran sekaligus dalam menghadapi suatu masalah yang sedang dihadapi oleh perusahaan.

Manajer public relations merupakan bagian dari manajemen organisasi. Peran ini membutuhkan keahlian riset, minat pada pemikiran strategis, dan tendensi untuk berfikir dari segi hasil atau dampak dari aktivitas public relations. Praktisi dalam peran manajer public relations tidak membatasi taktik mereka hanya pada komunikasi. Mereka menggunakan scanning lingkungan dan Inteligen organisasi, negosiasi dan pembentukan koalisi, manajemen isu, evaluasi program, dan konseling manajemen sebagai alat-alat public relations. Akuntabilitas dan partisipasi dalam manajemen organisasi membuat para praktisi ini menerima gaji besar yang berbanding lurus dengan tingkat kesibukan dan kadar stress yang mungkin dihadapi. Akan tetapi riset yang dilakukan kepada 321 organisasi di Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris menmukan bahwa cirri-ciri public relations yang baik adalah sejauh mana eksekutif public relations sebuah organisasi mampu melaksanakan peran manajer diatas peran teknisi.
Studi kasus

Sabotase produk Johnson & Johnson “Tylenol” di Amerika Serikat
Seperti krisis yang pernah dialami oleh perusahaan Johnson & Johnson pada tahun 1982, di Chicago Amerika Serikat. Dengan munculnya kasus terorisme di Amerika yaitu sabotase produk “Tylenol” yang diberi campuran racun, hingga menyebabkan sebanyak 7 (tujuh) orang tewas, dan dikhawatirkan 100 juta penduduk Amerika akan mengalami kejadian yang serupa.
Keputusan penting dari bidang PR dengan sigap dan dukungan penuh dari manajemen perusahaan, adalah dengan bekerjasama dengan media secara baik. Selama krisis berlangsung, setiap keputusan PR didasarkan pada prinsip tanggung jawab bisnis sosial, yang mana membuat peran PR menjadi sangat efektif.
Dalam perusahaan J&J, Lawrence G. Foster selaku wakil Presiden PR, yang bertanggung jawab langsung kepada pimpinan dan CEO, segera membentuk komite strategi untuk menangani kasus tersebut. Komite tersebut berupaya untuk membuat keputusan-keputusan penting, mulai dari strategi advertising, wawancara TV, dan merencanakan penjualan kembali produk “Tylenol” dengan kemasan baru yang tahan rusak.
Hasil yang didapatkan dari jejak pendapat mengenai kasus “Tylenol” tersebut menunjukkan bahwa 90 % warga Amerikatidak menyalahkan perusahaan, 79 % mengetakan akan menggunakan produk “Tylenol” kembali.
Contoh tersebut diatas menggambarkan bahwa PR adalah dasar dari bisnis dan keputusan PR berhubungan erat dengan praktik bisnis yang sehat dan filosofi tanggung jawab sosial perusahaan.
hackerandeducation © 2008 Template by:
SkinCorner