Jakarta - Bank Dunia merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2013 dari 6,2 persen menjadi 5,9 persen karena masih ada pelemahan konsumsi domestik dan penurunan ekspor.

"Masih ada gejolak hingga akhir tahun karena adanya perlambatan pertumbuhan permintaan dalam negeri dan berlanjutnya tekanan terhadap harga komoditas serta penerimaan ekspor," kata Ekonom Utama Bank Dunia, Ndiame Diop, dalam pemaparan di Jakarta, Selasa.

Ndiame mengatakan, Indonesia harus melakukan penyesuaian terhadap tekanan ekonomi yang terus berlanjut, seperti perlambatan pertumbuhan pada triwulan I dan rencana penarikan Quantitative Easing, untuk mengamankan stabilitas ekonomi makro.

"Menjaga kebijakan ekonomi makro yang fleksibel tetapi dapat diprediksi dan dikomunikasikan dengan baik akan membantu Indonesia melalui masa yang penuh ketidakpastian," katanya.

Ia menambahkan prospek ekonomi yang melemah diikuti dengan indikasi perlambatan pertumbuhan investasi serta menurunnya kepercayaan konsumen sebagai dampak dari perubahan kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang menyebabkan inflasi tinggi.

"Koreksi terhadap pasar saham akhir-akhir ini juga membebani permintaan dalam negeri dan membuat prospek ekonomi melemah hingga sisa akhir tahun 2013," kata Ndiame.

Namun peningkatan harga BBM bersubsidi akan membantu memperkecil defisit APBN 2013 dengan proyeksi penghematan Rp42 triliun dan mendorong peningkatan belanja untuk program bantuan sosial.

"Pemberian kompensasi ini akan membantu target penurunan kemiskinan dari pemerintah, yang diproyeksikan sebesar 9,4 persen pada Maret 2014," katanya.

Meski perekonomian Indonesia diprediksi kembali meningkat pada 2014, Ndiame menjelaskan, masih ada risiko perlambatan yang lebih kuat karena pelemahan harga komoditas yang masih berlanjut.

"Penurunan harga komoditas yang lebih besar merupakan risiko yang signifikan dengan kaitannya terhadap pendapatan dalam valuta asing, keuntungan dunia usaha dan kegiatan investasi," ujarnya.

Saat ini harga komoditas utama Indonesia pada umumnya telah menurun dan berada pada tingkat 20 persen lebih rendah dibandingkan dengan harga tertinggi pada 2011.