BIN Cari Bukti Penyadapan G20 Di London
JAKARTA-(IDB) : Anggota Komisi Hubungan Luar Negeri DPR, Nurul Arifin, mengatakan penyadapan yang menimpa delegasi Indonesia dalam pertemuan G20 di London, pada 2009 lalu menandakan posisi Indonesia yang kian dianggap sebagai ancaman di kawasan.
"Negara-negara yang melakukan penyadapan terhadap Indonesia merasa terancam dengan kondisi tanah air," kata politikus Golkar ini, Senin 29 Juli 2013. Menurut dia, kondisi keamanan Indonesia yang relatif damai dan pertumbuhan ekonomi yang lumayan tinggi membuat negara lain khawatir.
"Pergerakan yang kita (Indonesia) capai tentu saja dianggap ancaman bagi negara lain," ucap Nurul ketika ditemui di Kompleks Parlemen Senayan. Dia menuturkan, Indonesia yang mulai maju ditambah kekayaan alam yang melimpah membuat para negara-negara tetangga ingin selalu mengganggu Indonesia.
Menurut Nurul, kondisi Indonesia saat ini menjadi ancaman bagi hegemoni Amerika, Australia, Ingris atau negara-negara maju lainnya. Mereka khawatir Indonesia akan lepas dari pengaruh Barat dan semakin dekat dengan Cina. "Apalagi saat ini ada perebutan pengaruh antara Cina dan negara barat," ucap Nurul.
Pemerintah Inggris dilaporkan menyadap telepon delegasi Indonesia saat mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi G20 di London. Informasi penyadapan Indonesia justru dikabarkan dua media di Australia yaitu The Age dan The Sydney Morning Herald yang berada di bawah Fairfax Media. Dalam pemberitaannya, dikabarkan bahwa pemerintah Australia mengambil keuntungan terhadap hasil penyadapan Indonesia oleh agen intelejen Inggris.
Selain SBY, Inggris juga menyadap Perdana Menteri India Manmohan Singh dan Presiden Cina (waktu itu) Hu Jintao.
"Negara-negara yang melakukan penyadapan terhadap Indonesia merasa terancam dengan kondisi tanah air," kata politikus Golkar ini, Senin 29 Juli 2013. Menurut dia, kondisi keamanan Indonesia yang relatif damai dan pertumbuhan ekonomi yang lumayan tinggi membuat negara lain khawatir.
"Pergerakan yang kita (Indonesia) capai tentu saja dianggap ancaman bagi negara lain," ucap Nurul ketika ditemui di Kompleks Parlemen Senayan. Dia menuturkan, Indonesia yang mulai maju ditambah kekayaan alam yang melimpah membuat para negara-negara tetangga ingin selalu mengganggu Indonesia.
Menurut Nurul, kondisi Indonesia saat ini menjadi ancaman bagi hegemoni Amerika, Australia, Ingris atau negara-negara maju lainnya. Mereka khawatir Indonesia akan lepas dari pengaruh Barat dan semakin dekat dengan Cina. "Apalagi saat ini ada perebutan pengaruh antara Cina dan negara barat," ucap Nurul.
Pemerintah Inggris dilaporkan menyadap telepon delegasi Indonesia saat mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi G20 di London. Informasi penyadapan Indonesia justru dikabarkan dua media di Australia yaitu The Age dan The Sydney Morning Herald yang berada di bawah Fairfax Media. Dalam pemberitaannya, dikabarkan bahwa pemerintah Australia mengambil keuntungan terhadap hasil penyadapan Indonesia oleh agen intelejen Inggris.
Selain SBY, Inggris juga menyadap Perdana Menteri India Manmohan Singh dan Presiden Cina (waktu itu) Hu Jintao.
BIN Jamin Tak Balas di APEC
Kepala Badan Intelijen Nasional Marciano Norman mengaku lembaganya tidak akan melakukan penyadapan terhadap semua pemimpin negara dan delegasi yang hadir dalam pertemuan tingkat tinggi Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) pada Desember 2013 di Bali. BIN menghormati dan menjamin keamanan informasi dan komunikasi selama pertemuan kepada para negara tamu.
"Kami memberi jaminan insiden penyadapan di Konferensi Tingkat Tinggi G20 pada 2009 di London tidak akan terjadi di Indonesia," kata Marciano Norman saat ditemui di kantor Presiden, Senin, 29 Juli 2013.
Sesuai dengan tata hubungan internasional, menurut dia, setiap pemimpin dan delegasi negara harus mendapatkan jaminan keamanan dalam kunjungan ke negara lain. Keamanan tidak hanya meliputi kegiatan, tetapi juga pemberitaan dan informasi.
Berkaitan dengan penyadapan SBY di London, BIN sendiri mengklaim sedang melakukan evaluasi terhadap tingkat keamanan informasi. BIN berupaya terus meningkatkan kemampuan dan teknologi mereka agar dapat mengimbangi perkembangan teknik penyadapan negara-negara tetangga.
"Kalau tidak dilakukan, kita dengan mudah akan mengalami kebocoran informasi," kata dia. Peningkatan kemampuan dan keamanan ini, menurut Marciano, dilakukan dengan kerja sama dan pengembangan bersama kementerian terkait, seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika. "Saya rasa kita memang harus meningkatkan kembali," kata Marciano.
SBY dan delegasi Indonesia dikabarkan menjadi korban penyadapan intelijen Inggris saat KTT G20 di London. Data tersebut kemudian tersebar dan dimanfaatkan pemerintah Australia untuk kepentingan politik, terutama dalam proses pencalonan Australia menjadi anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pemerintah mengetahui informasi penyadapan terhadap Presiden melalui dua media Australia, yaitu The Age danThe Sydney Morning Herald yang berada di bawah Fairfax Media. Dalam pemberitaan media itu, dikabarkan pemerintah Australia mengambil keuntungan terhadap hasil penyadapan Indonesia oleh agen intelijen Inggris. Ketika itu, Perdana Menteri Australia Kevin Rudd memperoleh hasil penyadapan atas SBY, Perdana Menteri India Manmohan Singh, dan Presiden Cina (waktu itu) Hu Jintao.
"Kami memberi jaminan insiden penyadapan di Konferensi Tingkat Tinggi G20 pada 2009 di London tidak akan terjadi di Indonesia," kata Marciano Norman saat ditemui di kantor Presiden, Senin, 29 Juli 2013.
Sesuai dengan tata hubungan internasional, menurut dia, setiap pemimpin dan delegasi negara harus mendapatkan jaminan keamanan dalam kunjungan ke negara lain. Keamanan tidak hanya meliputi kegiatan, tetapi juga pemberitaan dan informasi.
Berkaitan dengan penyadapan SBY di London, BIN sendiri mengklaim sedang melakukan evaluasi terhadap tingkat keamanan informasi. BIN berupaya terus meningkatkan kemampuan dan teknologi mereka agar dapat mengimbangi perkembangan teknik penyadapan negara-negara tetangga.
"Kalau tidak dilakukan, kita dengan mudah akan mengalami kebocoran informasi," kata dia. Peningkatan kemampuan dan keamanan ini, menurut Marciano, dilakukan dengan kerja sama dan pengembangan bersama kementerian terkait, seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika. "Saya rasa kita memang harus meningkatkan kembali," kata Marciano.
SBY dan delegasi Indonesia dikabarkan menjadi korban penyadapan intelijen Inggris saat KTT G20 di London. Data tersebut kemudian tersebar dan dimanfaatkan pemerintah Australia untuk kepentingan politik, terutama dalam proses pencalonan Australia menjadi anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pemerintah mengetahui informasi penyadapan terhadap Presiden melalui dua media Australia, yaitu The Age danThe Sydney Morning Herald yang berada di bawah Fairfax Media. Dalam pemberitaan media itu, dikabarkan pemerintah Australia mengambil keuntungan terhadap hasil penyadapan Indonesia oleh agen intelijen Inggris. Ketika itu, Perdana Menteri Australia Kevin Rudd memperoleh hasil penyadapan atas SBY, Perdana Menteri India Manmohan Singh, dan Presiden Cina (waktu itu) Hu Jintao.
Sumber : Tempo
0 komentar:
Posting Komentar