Select Language

Selasa, 16 Juli 2013

Sebuah Analisa, Jika ASMenyelenggarakan Perang keIran

483309-412517392118355-74.jpg
Di jaman perang modern (setelah perang dunia kedua), belum pernah ada negara yang menyerang ke negara lain yang dapat menang sepenuhnya. Beberapa contoh yang bisa diambil adalah: Amerika Serikat (AS) vs Vietnam, Uni Sovyet vs Afghanistan, AS vs Iraq, Iraq vs Kuwait, AS vs Afghanistan, dan yang terakhir AS vs Irak jilid dua. Dalam perkembangan terakhir Iran dianggap membahayakan kepentingan AS dalam upaya mereka menjadi pelindung negara- negara sekutunya di kawasan Timur-Tengah seperti; Israel dan Arab Saudi. Jikalau AS akhirnya jadi menyerang Iran, maka kisahnya akan seperti di Iraq jilid dua, AS dapat menang tapi tidak bisa sepenuhnya menguasai kondisi serta situasi, atau justru AS membuat akan membuat kesalahan karena kekuatan Iran dengan negara-negara Timur Tengah lainnya seperti Irak masa Saddam adalah lebih kuat. Namun, kemungkinan invasi AS ke Iran saat ini sangatlah kecil menilai keadaan politik dunia, politik dalam negeri AS dengan pemerintahan Obama dan krisis ekonomi yang masih mendera. Selama ini yang dikhawatirkan berbagai pihak sebenarnya dipicu oleh ketakutan Amerika dan sekutu utamanya Israel serta negara-negara barat lainnya akan perkembangan teknologi nuklir yang dikembangkan oleh Iran. Walaupun demikian Iran sendiri dalam banyak kesempatan selalu mengatakan teknologi nuklir yang mereka jalankan adalah untuk tujuan damai seperti penelitian dan sumber daya energi yang bisa terbarukan, dan bukan untuk membuat suatu senjata nuklir pemusnah masal. Pernyataan ini tidak ditanggapi oleh Amerika, Israel dan banyak negara barat lainnya, Terlebih adanya laporan dari Badan Pengawas Nuklir Dunia (IAEA) bahwa Iran memang tengah melakukan pengembangan nuklir untuk meningkatkan teknologi persenjataan mereka, bahkan sudah dimulai sejak tahun 2003 dengan bantuan ahli nuklir masa Uni Soviet.
Berbagai sanksi internasional pun telah banyak pula dialami Iran, namun semangat mengembangkan teknologi nuklir yang mereka lakukan tidak juga surut atau terhenti. Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad sendiri menegaskan bahwa negaranya tidak akan tunduk pada tekanan dan desakan berbagai pihak seperti negara barat dan para sekutunya untuk menghentikan program nuklir yang dikembangkannya, karena tujuan pengembangan nuklir mereka adalah untuk tujuan damai.Saling ancam diantara Iran dan Israel pun kemudian terjadi, mengingat Israel adalah negara yang paling merasa terancam dengan kemampuan Iran menciptakan senjata nuklir, selain karena jarak yang cukup dekat juga karena Israel merupakan musuh bersama negara-negara Arab mengenai perlakuan Israel di Palestina. Apa yang akan terjadi jika perang Iran vs Israel berlangsung? Jika Iran saja telah mengancamakan memicu kenaikan harga minyak per barel hingga 250 dolar jikaAmerika, Inggris dan Israel menerapkan sanksi ekonomi pada Iran, apalah lagi jika terjadi perang? Tidak terbayangkan bagaimana negara-negara para pengekspor minyak akan kelabakan dan mengalami krisis ekonomi yang cukup dahsyat. Apakah Amerika Serikat (AS) akan menyerang Iran setelah adanya bocoran laporan intelijen tentang serangan ke Iran pada tahun 2005 dan panasnya situasi politik Israel- Iran akhir-akhir ini? Mengingat Israel adalah sekutu utama AS, pertimbangan dan hal-hal apa saja yang menjadi perhatian AS dalam pengambilan keputusan tersebut? Pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi, termasuk negara, tidak lepas dari adanya proses manajemen. Proses manajemen terdiri dari tiga tingkatan yaitu proses perencanaan strategis, proses implementasi, dan proses operasional. Masing-masing mempunyai karakteristik dan tingkat pelaksanaan yang berbeda.
Proses perencanaan strategis berada pada level pertama (tingkatan pengambil kebijakan atau senior managers) yang mempunyai sifat general dalam pengambilan sebuah keputusan, baik tingkat negara atau organisasi lainnya. Dalam tingkatan ini, pengambil kebijakan menentukan tujuan dan objektif yang akan dicapai, serta kebijakan apa yang diambil untuk mencapai tujuan dengan memilih program-program yang akan dilakukan. Proses implementasi merupakan bagian dari implementasi atau realisasi atas program yang telah ditentukan sebelumnya. Pada proses ini dilakukan analisa program, berbagai keterbatasan program, dan membangun struktur organisasional (unit-unit) untuk realisasi program. Pelaku pada proses ini biasa disebut dengan middle managers. Proses ketiga adalah proses operasional pada tingkatan unit organisasi yang melakukan analisa operasional dan terdapat keterbatasan yang lebih spesifik, disinilah proses input-output dan standar performa dilakukan atas pengelolaan sumber daya yang ada, dalam kerangka ekonomi dan efisiensi. Kerangka konsep proses manajemen ini akan menjadi kerangka pemikiran dalam menganalisa apakah AS akan menyerang Iran dalam waktu dekat ini. Jika dilihat dari substansi permasalahan, maka dapat diartikan bahwa pengambilan keputusan atas penyelenggaran perang merupakan keputusan yang mempunyai sifat strategis. lingkungan makro atau keadaan lingkungan secara umum dalam sebuah organisasi dalam pembuatan kebijakan. Setiap dimensi dibahas secara spesifik dan menyediakan pengetahuan atau pandangan terbaru secara mendalam terhadap sebuah isu/ dimensi. Hal ini diperlukan karena sifat lingkungan yang tidak dapat dikontrol dan selalu berubah tiap waktu.
Tulisan ini pada tahap analisa keputusan AS untuk berperang melawan Iran, akan membahas satu persatu dimensi yang ada dalam PESTEL yaitu dimensi politik, ekonomi, social, teknologi, lingkungan, dan aspek hukum secara spesifik. Dimensi- dimensi ini akan menjelaskan bagaimana mereka berpengaruh dan perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan di tingkat negara (senior managers) pemerintah AS, sehingga dapat diambil keputusan yang tepat, apakah berperang dengan Iran atau tidak, baik serangan unilateral ataupun serangan kolektif bersama Israel. a. Politik Perpolitikan internasional sangat mempengaruhi tindakan suatu negara dalam menjalankan politik luar negerinya. Jika AS menyerang Iran, negara-negara utama DK PBB seperti China dan Rusia, kemungkinan besar akan menyatakan ketidaksepakatannya dalam hal ini. China dan Rusia mempunyai kepentingan yang besar terhadap Iran terutama menyangkut investasi minyak. Sementara itu, jika dilihat dari konstelasi politik regional, adanya Arab Spring dan pengaruh besar Turki di kawasan akan menyulitkan AS untuk melakukan serangan ke Irak. Demokratisasi di dunia Arab membawa suasana perpolitikan yang cenderung memilih damai daripada perang. Selain itu, jika Turki menolak untuk mengizinkan pasukan AS berada di Turki, hal ini tentu merugikan mobilitas pasukan AS nantinya dalam penyerangan ke Irak. b. Ekonomi Krisis di Amerika yang terjadi pada tahun 2008 diawali dengan terjadinya krisis saham di Amerika Serikat. Krisis ini berakibat dengan diberhentikannya transaksi saham di pasar saham sektor ekonomi formal, Akan tetapi selama dampaknya dalam sektor militer belum dirasakan, maka kerusuhan sosial belum akan terjadi. Krisis keuangan ini telah berkembang menjadi masalah serius. Gejolak tersebut mempengaruhi stabilitas ekonomi global di beberapa kawasan. Menurut perspektif ekonomi, perdagangan antar satu negara dengan negara lain saling berkaitan, misalnya melalui aliran barang dan jasa. Impor suatu negara merupakan ekspor bagi negara lain.
Dampak dari krisis yang terjadi tersebut,pemerintah Amerika berencana mengurangi jumlah pasukan di Irak dan Afghanistan.yang berarti bahwa anggaran perang dapat dipotong sebesar 42 miliar rupiah pada tahun fiskal 2012 .Penurunan 26 % dari fiskal 2011. Pemotongan anggaran merupakan rencana pemerintah Obama unuk mengurangi jumlah pasukan di Afghanistandan Irak,serta aturan baru yang masuk dalam anggaran perang karena adanya tekanan dari Kongres. Pemotongan anggaran ini memaksa pemerintah Amerika untuk mengurangi jumlah tentara yang aktif bertugas dan akhirnya membekukan belanja militer. Harga minyak yang tidak menentukan juga harus diperhatikan mengingat kampanyer militer akan menggunakan sejumlah besar minyak dalam penggunaan senjatanya. Dan kemungkinan besar jika perang terjadi, harga minyak dipastikan akan meroket mengingat peran Iran sebagai eksporter besar minyak, dan posisinya terhadap Selat Hormuz yang menjadi salah satu jalur utama distribusi minyak dunia. c. Sosial Invasi Amerika terhadap Irak sejak tahun 2003 menimbulkan beban dan dampak dalam kehidupan sosial masyarakat Amerika. Dukungan masyarakat terhadap perang Irak sangat menurun apalagi sejak tidak di temukannya senjata pemusnah masal yang menjadi alasan utama serangan terhadap amerika. Anggaran yang berlebihan terhadap kampanye perang AS terhadap Irak mberpengaruh besar terhadap sektor sektor lain yang sangat dibutuhkan oleh rakyat Amerika Serikat sendiri. Hal tersebut meningkatkan jumlah pengangguran di AS. Sentimen negatif dari masyarakat amerika merupakan salah satu penghambat terhadap rencana AS untuk menyerang Iran. Amerika tidak menginginkan Iran menjadi Vietnam kedua bagi Amerika. Pengalaman Amerika dalam kampanye perang Vietnam meninggalkan pelajaran yang mendalam terhadap pengambilan keputusan terhadap rencana perang Amerika. Sentimen masyarakat merupakan hal yang penting dalam setiap pengambilan keputusan untuk maju perang bagi negara Amerika. Persetujuan kampanye perang terhadap Irak lebih disebabkan momentum yang tepat setelah kejadian pengeboman terhadap menara kembar dan beberapa fasilitas vital lainnya pada 11 September 2001. Kejadian itu merupakan serangan terbesar pertama kali yang dilakukan di daratan AS. Sebagai negara Adidaya, pukulan besar tersebut telah mengobarkan semangat nasionalisme dan patriotisme yang sangat besar guna membalas terhadap pihak pihak yang dianggap melakukan dan mendukung pelaku pengeboman 11 September 2001 tersebut. Usulan kampanye perang terhadap Irak oleh Presiden saat itu tidak mendapat pertentangan yang berarti, hal tersebut disebabkan orang menentang “War On Terror Campaign” akan dicap tidak memiliki jiwa nasionalisme dan patriotisme. Dalam konteks rencana serangan terhadap Iran, permasalahan sentimen masyarakat dan momentun sangatlah berbeda jauh. Hal ini diperburuk dengan kondisi ekonomi Amerika yang mengalami krisis ekonomi sejak tahun 2008 dan sekarang dalam proses pemulihan. Opsi perang akan merusak rencana perbaikan ekonomi Amerika yang sekarang sedang berjalan dan akan berpengaruh pada kehidupan sosial di AS. Sementara itu, kemungkinan kecil AS akan meraih dukungan masyarakat internasional secara penuh, mengingat apa yang AS lakukan di Irak dan Afghanistan. Faktor tren ‘Arab Spring” di Timur Tengah, telah membuat masyarakat Timur Tengah bebas untuk mengekspresikan opininya, dan bisa saja AS akan gagal mendapat simpati dan justru keadaan ini akan memperkuat posisi Iran. d. Teknologi Dalam aspek teknologi, Iran termasuk merupakan negara wilayah timur tengah yang memiliki kemampuan teknologi yang paling maju. Pengaruh kerjasama teknologi dengan Rusia sangat besar terhadap kemajuan tehnologi militer Iran. Dalam hal teknologi perkembangan teknologi angkatan laut Iran dikabarkan memiliki pasukan angkatan laut yang dapat bergerak cepat dan memiliki persenjataan yang memiliki daya hancur tinggi. Unit ini terutama ditempatkan di sekitar selat Hormuz guna menangkal serangan dari arah tersebut. Dari segi kemampuan udara, Iran juga merupakan salah satu negara yang memiliki kekuatan udara yang paling besar di wilayah tersebut. Pesawat terbang angkatan udara Iran sebagaian besar merupakan pesawat terbang buatan Rusia dan pesawat Rusia yang sudah dimodifikasi. Peristiwa yang paling penting dan terbaru dalam menilai kemampuan teknologi terbaru Iran adalah peristiwa pembajakan pesawat tanpa awak AS oleh militer Iran. Dari peristiwa itu bisa kita asumsikan bahwa Iran telah memiliki teknologi tinggi sehingga telah mampu melumpuhkan pesawat tanpa awak Amerika. Kejadian tersebut juga menguatkan analisa kita bahwa Amerika akan berpikir seribu kali apabila akan melancarkan kampanye perang terhadap Iran. e. Lingkungan Perang apapun, yang dilakukan oleh siapapun, secara otomatis akan mempengaruhi atau mencemari lingkungan alam, baik itu kondisi tanah, udara, maupun air. Jika seandainya AS menyerang fasilitas nuklir Iran, maka akan berdampak pada kontaminasi radioaktif di area fasilitas nuklir dan sekitarnya, yang dampaknya bisa mencemari udara, air, dan tanah. Hal ini akan berefek pada menyebarnya material nuklir yang membahayakan manusia yang tinggal di dekatnya. Jika terjadi penghancuran fasilitas nuklir, yang akhirnya mengarah pada perang nuklir antara Iran- Israel yang didukung AS, maka dampaknya tidak hanya berpengatuh di kawasan Timur Tengah saja. Seluruh dunia pun akan terkena dampak. Sementara itu, menurut Alan Robock, professor pakar lingkungan pada Center Environmental Prediction di Rutger’s Cook College mengatakan bawah kerugian lingkungan yang ditanggung AS adalah sebagian besar wilayah Amerika Utara dan Eurasia akan menurun suhunya beberapa derajat menjadi lebih dingin dari biasa. Hal ini bisa saja terjadi mengingat kondisi iklim dunia yang sedang rapuh saat ini. Dampak lingkungan akan sulit ditangani karena berada di luar kontrol manusia. f. Hukum Dimensi hukum penyerangan AS ke Iran erat kaitannya dengan penggunaan Bab 7 pasal 51 Piagam PBB oleh AS maupun Israel sebagai klaim penyerangan. Pasal 51 tersebut Pasal ini menyatakan bahwa negara mempunyai hak melekat untuk melakukan pertahanan kolektif maupun individu (self-defense) jika ada serangan bersenjata dari negara lain, hingga Dewan Keamanan PBB menanganinya, dan hal ini dapat dilakukan untuk memelihara perdamaian dan keamanan dunia. Adanya serangan bersenjata dari negara lain ini dimaknai sebagai imminent threat atau ancaman yang sudah di depan mata dengan adanya propaganda penyerangan dan pelaksanaan kampanye militer dalam waktu dekat. Self- defense ini popular dengan istilah preemptive strike. Yang menjadi pertanyaan dalam klaim AS dan Isreal dalam menggunakan pasal ini sebagai klaim adalah apakah Iran cukup memadai untuk disebut sebagai imminent threat atau tidak? Dan apakah self-defense yang diklaim oleh AS dan Israel ini nantinya akan menciptakan stabilitas perdamaian dan keamanan dunia atau justru sebaliknya, mengingat Iran sekarang ini adalah lawan yang tidak sama kapasitasnya seperti Irak atau Afghanistan? Memang, AS dan Israel mempunyai otoritas penuh untuk self defense secara unilateral ataupun secara kolektif. Tetapi, pasal 51 tidak menciptakan hak self defense karena pada pasal 2 ayat 4 piagam PBB yang melarang penggunaan kekuatan bersenjata. Klaim AS dan Israel untuk menyerang Iran menggunakan pasal 51 menjadi perdebatan sengit di kalangan ahli hukum internasional. Pakar hukum international yang pro terhadap klaim ini menyatakan bahwa Israel, yang merasa mendapat ancaman langsung atas keberadaan nuklir Iran, kemungkinan besar akan dibantu oleh AS, mempunyai legalitas untuk menyerang Iran dengan dua argumen. Pertama, Iran secara tidak langsung telah melakukan serangan bersenjata kepada Israel melalui dukungannya kepada Hizbullah dan Jihad Islam di Palestina. Kedua, bahkan jika satu pertanyaan apakah serangan aktual benar- benar terjadi, Israel masih bisa dibenarkan untuk melakukan preemptive strike karena tindakan-tindakan yang dilakukan Iran telah membentuk ancaman nyata yang imminent. Peter Berkowitz menyatakan bahwa klaim Israel atas ancaman Iran sebagai imminent threat lebih kuat daripada klaim AS terhadap Irak pada tahun 2003 lalu. Tetapi apakah hukum internasional mendukung pendapat ini bahwa negara yang mencoba mendapat kekuatan senjata nuklir akan merupakan ancaman yang nyata dan dekat. Bagaimana dengan kasus Korea Utara yang selama ini oleh Korea Selatan tidak diserang meskipun jelas-jelas melakukan tindakan propaganda dan provokasi militer? Kevin Heller, penulis The Nuremberg Military Tribunals and the Origins of International Criminal Law dan penasihat eksternal Human Right Watch dalam persidangan Saddam Husein menyatakan pendapatnya yang kontra bahwa mungkin Iran memang mengancam menggunakan kekuatan bersenjata, tetapi itu dilihat sebagai bentuk pelanggaran terhadap pasal 2 ayat 4 PBB, tidak secara otomatis menjustifikasi adanya respon militer. Bagi AS, klaim penyerangan terhadap Iran atas dasar kepemilikan senjata nuklir sebagai imminent threat tidak sama dengan kriteria self defense yang disebutkan dalam Caroline test. Caroline test adalah landasan hukum domestik AS untuk melakukan self defense. Pendapat serupa dikemukakan oleh Bruce Ackerman, seorang professor hukum di Yale, yang menyatakan bahwa jika AS menganggap Iran adalah imminent threat maka itu tidak masuk akal. Sedangkan ancaman Israel terhadap Iran adalah masuk akal, tetapi bukan imminent threat. Perdebatan yang terjadi dalam hukum internasional adalah hal yang lumrah dan menunjukan betapa relatifnya hukum internasional dapat mengatur tindakan negara-negara dalam sistem internasional. Relativitas ini mencirikan bahwa banyaknya hukum ketidakpastian atau grey area dalam hukum internasional daripada kejelasan. Yang perlu diperhatikan AS adalah jangan sampai serangan dengan klaim self-defense ini menjadi blunder, yang nantinya menempatkan Iran sebagai innocent side dan pada akhirnya dukungan dunia pun beralih ke Irak. Kecuali, AS tidak menggunakan klaim self-defense, melainkan menggunakan klaim “duty to protect” dalam prinsip responsibility to protect atas pelanggaran-pelanggaran HAM yang mungkin dilakukan oleh pemerintah Iran

0 komentar:

Posting Komentar

hackerandeducation © 2008 Template by:
SkinCorner