Merdeka.com - Kementerian Pertahanan Republik Indonesia tahun ini berjanji
mulai memberdayakan industri strategis buat menyediakan alat utama sistem
persenjataan bagi militer. Di antaranya jet tempur KFX/IFX, tank dan roket.
Beberapa pihak menyebut proyek itu rawan penyimpangan. Apalagi pengadaan
itu harus melalui lima badan usaha milik negara yang ditunjuk oleh
Kementerian Pertahanan. Yakni PT PAL, PT Pindad , PT Dirgantara Indonesia,
PT LEN Industri, dan PT Dahana.
Masing-masing perusahaan pelat merah itu menaungi pengadaan berbeda.
PT PAL mengurus alutsista matra (medan) laut, PT Pindadsoal alutsista matra
darat, PT DI menangani burung besi tempur dan segala macam pendukungnya,
PT LEN Industri menangani komponen elektronik khusus alat tempur, dan
PT Dahana mengurus soal bahan peledak dan hulu ledak.
"Itu menurut kami adalah suatu pernyataan yang kurang fakta dan kurang dasar,"
kata Staf Ahli Kementerian Pertahanan bidang kerjasama dan hubungan
kelembagaan Komite Kebijakan Industri Pertahanan, Zilmi Karim, dalam jumpa
pers di Gedung Kementerian Pertahanan, Jakarta, Rabu (19/2).
Zilmi berdalih, banyak pihak tidak ingin melihat Indonesia maju dalam industri
pertahanan. Alasannya, lanjut dia, adalah supaya pertahanan Indonesia rapuh
dan selalu tergantung dengan produk impor. Ujungnya adalah pihak asing yang
membuat dan terus mengembangkan teknologi mesin perang itu bakal ketiban
order terus dari Indonesia, tanpa adanya alih teknologi.
"Di sini kita butuh satu kesatuan visi, dalam rangka mewujudkan kemandirian
industri pertahanan," ujar Zilmi.
Zilmi pun umbar janji program penguatan industri alutsista dalam negeri bukan
main-main. Menurut dia, uang pemerintah yang dibenamkan dalam investasi
buat meningkatkan produksi alutsista buatan lokal itu bisa
dipertanggungjawabkan karena diawasi oleh Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP).
mulai memberdayakan industri strategis buat menyediakan alat utama sistem
persenjataan bagi militer. Di antaranya jet tempur KFX/IFX, tank dan roket.
Beberapa pihak menyebut proyek itu rawan penyimpangan. Apalagi pengadaan
itu harus melalui lima badan usaha milik negara yang ditunjuk oleh
Kementerian Pertahanan. Yakni PT PAL, PT Pindad , PT Dirgantara Indonesia,
PT LEN Industri, dan PT Dahana.
Masing-masing perusahaan pelat merah itu menaungi pengadaan berbeda.
PT PAL mengurus alutsista matra (medan) laut, PT Pindadsoal alutsista matra
darat, PT DI menangani burung besi tempur dan segala macam pendukungnya,
PT LEN Industri menangani komponen elektronik khusus alat tempur, dan
PT Dahana mengurus soal bahan peledak dan hulu ledak.
"Itu menurut kami adalah suatu pernyataan yang kurang fakta dan kurang dasar,"
kata Staf Ahli Kementerian Pertahanan bidang kerjasama dan hubungan
kelembagaan Komite Kebijakan Industri Pertahanan, Zilmi Karim, dalam jumpa
pers di Gedung Kementerian Pertahanan, Jakarta, Rabu (19/2).
Zilmi berdalih, banyak pihak tidak ingin melihat Indonesia maju dalam industri
pertahanan. Alasannya, lanjut dia, adalah supaya pertahanan Indonesia rapuh
dan selalu tergantung dengan produk impor. Ujungnya adalah pihak asing yang
membuat dan terus mengembangkan teknologi mesin perang itu bakal ketiban
order terus dari Indonesia, tanpa adanya alih teknologi.
"Di sini kita butuh satu kesatuan visi, dalam rangka mewujudkan kemandirian
industri pertahanan," ujar Zilmi.
Zilmi pun umbar janji program penguatan industri alutsista dalam negeri bukan
main-main. Menurut dia, uang pemerintah yang dibenamkan dalam investasi
buat meningkatkan produksi alutsista buatan lokal itu bisa
dipertanggungjawabkan karena diawasi oleh Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP).
[ian]
0 komentar:
Posting Komentar