Tiga kali sudah Tan Malaka terusik hidupnya oleh para tentara Jepang semenjak pergi meninggalkan Indonesia pada 1922. Gangguan pertama dialaminya pada 1932 di Shanghai.
Setelah itu, ketika berada di Amoy pada 1937. Masuknya tentara Jepang ke Amoy membuat Tan Malaka harus pindah ke Singapura.
Di Singapura Tan bekerja sebagai guru bahasa Inggris dan ilmu bumi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tan mulai memiliki banyak kenalan dan informasi soal dunia pergerakan di Indonesia.
Setelah itu, ketika berada di Amoy pada 1937. Masuknya tentara Jepang ke Amoy membuat Tan Malaka harus pindah ke Singapura.
Di Singapura Tan bekerja sebagai guru bahasa Inggris dan ilmu bumi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tan mulai memiliki banyak kenalan dan informasi soal dunia pergerakan di Indonesia.
Namun, lagi-lagi 'kenyamanannya' terusik oleh Jepang. Tentara negeri sakura itu menyerang dan merebut Singapura pada 1942, yang saat itu dikuasai Inggris.
Hal ini diceritakannya dalam biografinya 'Dari Penjara ke Penjara'. Pada suatu hari saat subuh tiba sekitar 125 pesawatudara tentara Jepang tiba dan langsung menggempur Singapura. Sekitar 300 penduduk tewas dalam serangan pertama Jepang di Singapura itu. Sementara, ratusan rumah juga hancur.
Ratusan murid yang ditinggal di asrama sekolah tempat Tan Malaka bekerja berhamburan keluar guna mengamankan diri.
"Ada yang tiada bisa berjalan lagi, ada pula yang pingsan ketakutan, karena serangan dahsyat dan dilakukan zonder ultimatum itu," ungkap Tan menggambarkan situasi kala itu.
Serangan bertubi-tubi dari pasukan Jepang membuat ciut nyali tentara Inggris. Tak kurang, ada dua serangan udara dari 40 pesawat yang serempak menyerang wilayah yang dikuasai negeri Ratu Elizhabeth tersebut.
Saat itu, Jepang memiliki armada militer yang amat kuat. Sedangkan Inggris, mengalami kekurangan alutsista udara dan tentara lantaran dikirimkan untuk membantu Rusia dan semua pesawatnya pun 'terbang' ke barat.
Secara perlahan tapi pasti, Jepang pun menguasai Singapura. Bahkan, menurut Tan, penaklukan tentara Inggris oleh tentara Jepang kala itu begitu mudah. Tak ada perlawanan berarti dari tentara Inggris.
"Kemajuan tentara Jepang dari Utara ke Selatan sebenarnya tiada mendapat gangguan yang berarti. Jarak 600 mil antara Kotabaru dengan Singapura dijalaninya dua bulan lamanya. Sehari tentara Jepang dapat maju 10 mil atau 17 Km. Menurut istilah kemiliteran, ini namanya "an eazy walk-over", satu kemenangan yang mudah diperoleh," ujarnya.
Menurut Tan, tentara Jepang saat itu sangat mengetahui tempat dan kualitas pasukan Inggris. Jepang bahkan siap menerjunkan pasukan berani matinya atau Jibakutai, guna menghancurkan Inggris.
Jibakutai akhirnya dikirim dengan menggunakan sekoci menuju pesisir timur dan barat, ke belakang tentara Inggris.
"Biasanya setengah lusin Jibakutai Jepang itu sanggup mengocar-ngacirkan seluruh tentara 'British Empaire' itu," jelasnya.
Strategi menggunakan pasukan berani mati Jepang pun sukses. Alhasil, tentara Inggris mundur dan membuat garis baru ke arah selatan yang membuat barisan tentara lainnya juga harus ikut.
Saking mudahnya, tentara Jepang bahkan menurut Tan saat itu menyerang dan menembakan senapan serta meriamnya sambil minum-minum kopi di kedai kopi. Setidaknya, tiap Kanonnier menggencarkan serangan dalam waktu lima sampai sepuluh menit lalu mereka istirahat sejenak dan kembali menyerang.
Ketika rehat itulah, para pasukan penembak meriam Jepang kembali ke warung kopi guna menyeruput minumannya. Tak ada rasa was-was atau takut di muka tentara Jepang akan diserang balik oleh tentara Inggris.
Peperangan itu begitu mudah bagi mereka. Sampai-sampai mereka terkesan menghilangkan rasa waspada yang harus diutamakan dalam peperangan.
"Sambil menembak dan minum kopi akhirnya para tentara Jepang sampailah ke Johor, lebih kurang 20 mil jauhnya dari kota Singapura," terangnya.
Setelah terdesak, Inggris dengan licik mengeluarkan izin pembentukan Partai Komunis Malaya dengan resmi. Masyarakat Tionghoa, diizinkan pula membuat 'Volunteer Corps' atau tentara sukarela guna melawan tentara Jepang.
Tujuannya, agar Jepang mendapat perlawanan dari mereka. Tentara sukarela ini dibentuk dari ratusan buruh dan pemuda-pemudi Tionghoa. Di sekolah tempat Tan bekerja tentara sukarela ini diresmikan. Bahkan tak sedikit murid-murid Tan yang ikut di dalamnya.
Namun hal itu tak membuat tentara Jepang kalah. Setelah Singapura dikuasai tentara Nipon, Tan Malaka lantas memutuskan hengkang menuju Penang dan kemudian ke Medan, Sumatera Barat
0 komentar:
Posting Komentar