Pekerja Pertamina Geothermal Energy uji produksi sumur KRH-4/1 yang merupakan salah satu sumur pengembangan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Karaha Unit 1 berpakasitas 1x30 MW di PLTP Karaha Bodas, Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Tasikmalaya, Jabar, Sabtu (19/4).(ANTARA FOTO/Andika Wahyu)
Jakarta (ANTARA News) - PT Pertamina Geothermal Energy, anak perusahaan PT Pertamina (Persero), menargetkan bisa menyelesaikan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dengan kapasitas 445 MW sampai tahun 2018 sehingga bisa menambah kapasitas produksi listrik dari panas Bumi menjadi 847 MW.
Direktur Utama Pertamina Geothermal Energy Rony Gunawan di Jakarta, Senin, mengatakan saat ini produksi listrik panas Bumi sudah mencapai 402 MW.
"Sampai 2018, kami targetkan menjadi 847 MW," ujarnya.
Ia menjelaskan, proyek-proyek PLTP yang ditargetkan selesai sampai tahun 2018 antara lain proyek PLTP Kamojang Unit 5 dengan kapasitas 35 MW yang menurut rencana selesai pada 2015.
Lalu ada proyek Karaha Unit 1 berkapasitas 30 MW yang akan mulai beroperasi tahun 2016, Lahendong Unit 5 dan 6 dengan kapasitas 2x20 MW yang akan mulai beroperasi pada 2016, serta Ulubelu Unit 3 dan 4 berkapasitas total 40 MW yang diharapkan bisa beroperasi pada 2016 dan 2017.
Selain itu ada proyek Lumut Balai 1 dan 2 dengan kapasitas 2x55 MW yang masuk tahap operasi pada 2016 dan 2018 serta Hululais 1 dan 2 dengan kapasitas 2x55 MW yang mulai beroperasi pada 2017 dan 2018.
Dia juga mengatakan bahwa produksi listrik dari PLTP Pertamina Geothermal Energy ditargetkan bertambah menjadi 2.300 MW hingga 2025.
"Proyek itu terdiri atas 655 MW yang sedang digarap, sementara 1.210 MW lainnya dalam persiapan untuk dilaksanakan," ujarnya.
Rony menambahkan, untuk merealisasikan proyek perusahaannya membutuhkan beberapa dukungan, antara lain dalam percepatan proses perizinan analisis mengenai dampak lingkungan dan jaminan jangka panjang dapat beroperasi di wilayah hutan cagar alam dan lindung.
Perusahaan juga menginginkan penetapan tarif yang mencerminkan keekonomian sesuai Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 22 Tahun 2012 serta jaminan waktu pelaksanaan proyek bagi pengembang yang memenangkan tender.
"Setelah ada solusi tarif, kendala utama WKP baru adalah tidak adanya komitmen atau jaminan yang mengikat pada proses tender, sehingga kecenderungan pengembang menawar dengan harga rendah agar menang dan tidak ada batas waktu pengembangan yang pasti dan ini merugikan bagi perusahaan yang serius ingin mengembangkan panas Bumi, termasuk PGE," katanya.
0 komentar:
Posting Komentar