Merdeka.com - Rencana Indonesia membeli alat tempur canggih seperti
Helikopter Apache, Heli Serbu dan F16 kandas sudah. Hal ini dikarenakan
kondisi keuangan pemerintah sedang mengalami kerugian.
Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin menjelaskan, pembelian tersebut
sudah dibuat menjadi Keputusan Presiden (Kepres) dengan nilai
Rp 50 triliun. Namun pemerintah baru mampu mencairkan dana sebesar
Rp 23 triliun dengan cara dicicil.
"Sampai sekarang pembelian Alutsista itu hanya Rp 23 triliun, kemudian
Rp 27 triliun sisanya itu tidak bisa dibayarkan. Dengan alasan keuangan
pemerintah tidak diuntungkan," kata TB Hasanuddin di Gedung DPR,
Jakarta, Selasa (25/2).
Tak hanya rugi karena tidak dapat beli alutsista, Hasanuddin pun menyesalkan
uang cicilan sebesar Rp 1,1 triliun yang jatuh tempo pada April ini, dari uang
muka Rp 23 triliun tidak dapat dilunasi.
"Yang paling sangat disesalkan, dari Rp 23 triliun itu ternyata Rp 1,1 triliun yang
seharusnya diprogramkan tahun ini juga tidak bisa terbayar," tutur dia.
Sehingga, lanjut Hasanuddin, kendala pembayaran itu secara otomatis
merugikan Indonesia. Sebab, pemerintah terpaksa belum bisa mendapat
alutsista yang sudah dipesan dari Amerika dan Rusia itu.
"Kita tidak bisa melanjutkan kontrak Apache, kita tidak bisa melanjutkan kontrak
Heli serbu, dan kita juga tidak bisa melanjutkan kontrak F16," jelas Hasanuddin.
Dia menilai ada kesalahan manajemen dalam pembelian alutsista pertahanan
tersebut. Sehingga, Indonesia belum bisa mendapatkan alat perang tersebut.
"Apache belum kita terima, Heli Serbu belum kita terima, F16 belum kita terima.
Saya melihat ada miss manajemen pemerintah," pungkasnya.
Helikopter Apache, Heli Serbu dan F16 kandas sudah. Hal ini dikarenakan
kondisi keuangan pemerintah sedang mengalami kerugian.
Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin menjelaskan, pembelian tersebut
sudah dibuat menjadi Keputusan Presiden (Kepres) dengan nilai
Rp 50 triliun. Namun pemerintah baru mampu mencairkan dana sebesar
Rp 23 triliun dengan cara dicicil.
"Sampai sekarang pembelian Alutsista itu hanya Rp 23 triliun, kemudian
Rp 27 triliun sisanya itu tidak bisa dibayarkan. Dengan alasan keuangan
pemerintah tidak diuntungkan," kata TB Hasanuddin di Gedung DPR,
Jakarta, Selasa (25/2).
Tak hanya rugi karena tidak dapat beli alutsista, Hasanuddin pun menyesalkan
uang cicilan sebesar Rp 1,1 triliun yang jatuh tempo pada April ini, dari uang
muka Rp 23 triliun tidak dapat dilunasi.
"Yang paling sangat disesalkan, dari Rp 23 triliun itu ternyata Rp 1,1 triliun yang
seharusnya diprogramkan tahun ini juga tidak bisa terbayar," tutur dia.
Sehingga, lanjut Hasanuddin, kendala pembayaran itu secara otomatis
merugikan Indonesia. Sebab, pemerintah terpaksa belum bisa mendapat
alutsista yang sudah dipesan dari Amerika dan Rusia itu.
"Kita tidak bisa melanjutkan kontrak Apache, kita tidak bisa melanjutkan kontrak
Heli serbu, dan kita juga tidak bisa melanjutkan kontrak F16," jelas Hasanuddin.
Dia menilai ada kesalahan manajemen dalam pembelian alutsista pertahanan
tersebut. Sehingga, Indonesia belum bisa mendapatkan alat perang tersebut.
"Apache belum kita terima, Heli Serbu belum kita terima, F16 belum kita terima.
Saya melihat ada miss manajemen pemerintah," pungkasnya.
[did]
0 komentar:
Posting Komentar