Select Language

Senin, 14 Juli 2014

5 Alasan Dunia Sorot Pilpres Indonesia

5 Alasan Dunia Sorot Pilpres Indonesia   
Puluhan artis dan seniman nasional yang tergabung dalam Suara Masyarakat Untuk Pilpres Jujur akan menyerahkan petisi Lawan Pilpres Curang, di Gedung Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Selasa 8 Juli 2014. Petisi dari para artis, musisi dan seniman nasional tersebut berisikan surat terbuka yang diberikan kepada KPU, Bawaslu dan Presiden RI untuk menyelenggarakan pemilihan presiden secara jujur, adil, tanpa intimidasi dan kecurangan. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.COJakarta - Dalam hitungan jam, Indonesia--sebagai salah satu negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia--akan menggelar pesta demokrasi lima tahunan. Tak hanya di dalam negeri, pemilihan presiden 2014 ini juga menjadi sorotan di mata dunia.

Pemberitaan tentang pilpres 9 Juli 2014 yang tak luput dari perhatian sejumlah media asing menunjukkan pentingnya pilpres Indonesia. Berikut ini lima alasan kenapa pilpres Indonesia penting bagi dunia internasional, seperti dikutip dari The Guardian, Senin, 7 Juli 2014.

1. Mega demokrasi
Indonesia disebut sebagai negara demokrasi terbesar di dunia, setelah India dan Amerika, dengan 187 juta pemilih, termasuk 67 juta pemilih muda. Hal penting lainnya adalah pilpres kali ini merupakan perpindahan kekuasaan yang pertama kalinya dari satu presiden terpilih secara demokratis ke presiden berikutnya.

2. Ekonomi yang sehat
Perekonomian Indonesia semakin penting di mata internasional. Setelah sempat lumpuh akibat krisis ekonomi pada tahun 1998, kini perekonomian Indonesia menjelma menjadi kekuatan ekonomi terbesar di Asia tenggara. Tak hanya itu, setelah menjadi anggota kelompok G 20, Indonesia dianggap sebagai negara dengan performa ekonomi terbaik di dunia bersama kekuatan ekonomi baru lainnya, seperti Maroko, Turki, dan Nigeria.

Dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat ini, diprediksi pada tahun 2030 Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi terkuat ketujuh di dunia. Meski demikian, sekitar 32 juta rakyat Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan. Potensi ekonomi yang baik ini terganjal dengan tingginya korupsi dan buruknya infrastruktur.

3. Masyarakat yang dinamis
Berbeda dengan negara Asia Tenggara lainnya–kudeta milter yang mengganggu stabilitas politik Thailand dan aturan satu partai di Malaysia dan Singapura, transisi demokrasi Indonesia telah dipuji kesuksesannya. Sejak berakhirnya 32 tahun kekuasaan Soeharto, Indonesia telah berubah dari pemerintahan terpusat menjadi demokrasi di segala bidang.

Memang, tak dapat dipungkiri, jual-beli suara dan politik uang masih mewarnai pemilu di Indonesia. Namun, secara keseluruhan, pemilu Indonesia telah dianggap berhasil dengan prinsip bebas dan adilnya. Kondisi yang juga didorong oleh kebebasan pers ini membuat masyarakat Indonesia tumbuh menjadi masyarakat sipil paling dinamis se-Asia Tenggara.

4. Islam moderat
Jumlah pemeluk Islam di Indonesia jauh lebih banyak dibandingkan seluruh kawasan Timur Tengah yang masih dianggap sebagai pusat Islam. Dengan 90 persen dari 240 juta penduduknya merupakan pemeluk Islam, Indonesia menjadi contoh bahwa Islam dan demokrasi bisa hidup berdampingan.

Konstitusi Indonesia telah menjamin adanya kebebasan beragama. Meski demikian, sejumlah kasus intoleransi agama masih saja muncul, seperti yang dilakukan kepada umat Kristen, muslim Syiah, dan Ahmadiah. Namun, bersama pemerintah, umat muslim Indonesia yang sebagian besar beraliran moderat ini terus berusaha menekan tumbuhnya ekstremisme Islam yang muncul sejak peristiwa Bom Bali 2002.

5. Kesatuan nasional
Meski terdiri lebih dari 17 ribu pulau dengan ratusan etnis dan bahasa, sejak 1945 lalu bangsa ini telah terikat menjadi satu negara, Indonesia. Dari sinilah Indonesia selalu menjadi contoh global tentang keuntungan dari sebuah kebersamaan dan kesatuan. Dan, dibutuhkan pemimpin yang mampu mempersatukan negeri yang paling beragam ini untuk bisa memainkan peranan yang lebih besar di panggung global. Kedua calon presiden, Prabowo Subianto dan Joko Widodo, sama-sama mengklaim sebagai seorang nasionalis yang mampu mewujudkan hal itu. Namun, siapa pun yang akan memenangi pilpres ini, dunia harus bersiap untuk menghadapi Indonesia yang berbeda setelah 9 Juli 2014.

 ANINGTIAS JATMIKA | THE GUARDIAN

0 komentar:

Posting Komentar

hackerandeducation © 2008 Template by:
SkinCorner