Penulis: Anwar Iqbal
Jakarta, JMOL ** Penetapan Minimum Essential Force harus memperhitungkan keamanan energi dan pangan (Energy & Food Security). Cara pandang ini mutlak diperlukan untuk menjaga kepentingan nasional jangka menengah dan panjang.
“Cara memandang ancaman terhadap kepentingan nasional energy dan foodjangka panjang akan membawa cara perhitungan berbeda tentang Essential Forces yang diibutuhkan,” ujar pengamat militer, Connie Rahakundini Bakrie, kepada JMOL.
Connie menggagas ide kerja sama keamanan di Laut Tiongkok Selatan antara ASEAN dan Tiongkok dalam wujud Strategic Petroleum Reserve (SPR).
“Ide SPR Tiongkok-ASEAN sudah saya proposed dan sudah dibahas dalam rapat di Kemlu. Ini bisa menjadi pilar dalam politik keamanan ASEAN,” ucap Connie.
Connie mencontohkan, ada kepentingan nasional Indonesia di Kutub Selatan. Menurutnya, Indonesia memiliki hak claiming atas kutub Selatan sebanyak 49 persen, sedangkan sisanya dimiliki oleh Australia. Namun, yang terjadi sekarang sebaliknya.
“Ini yang tidak pernah orang omongkan (kepentingan nasional atas Kutub Selatan—red), kecuali hanya saya saja satu-satunya di Indonesia,” cetusnya.
Connie melihat kemunduran cara berpikir dalam paradigma pembangunan pertahanan Indonesia sekarang. Salah satunya adalah masih dominannya orientasi ancaman akan muncul dari sisi darat sehingga diasumsikan ancaman muncul hanya dari Malaysia, Tiongkok, dan Australia.
“Paradigma pertahanan yang terlalu berorientasi kepada ancaman dan kepentingan nasional kita selalu dilihat dari daratan lawan. Membuat cara kita berpikir tidak seperti zaman nenek moyang kita dahulu, misalnya seperti Kesultanan Kudus dan Kerajaan Ternate dan Tidore. Mereka melihat ancaman itu dari laut. Makanya kenapa dulu kekuatan maritim kita bisa sampai ke Madagaskar dan ditakuti Portugis,” pungkas Connie.
0 komentar:
Posting Komentar