: Rusia dan China telah mempererat hubungan mereka yang belakangan ini terkesan berjalan di tempat. Kerjasama multi tahun yaitu kerjasama gas alam senilai miliaran dolar dan kolaborasi kedua negara dalam pengembangan pesawat komersial berbadan besar adalah dua dari beberapa rencana perjanjian yang dibicarakan selama pertemuan presiden kedua negara, Vladimir Putin dan Xi Jinping, bulan lalu. Terkait rencana pembelian pesawat tempur Sukhoi Su-35 yang sempat beberapa kali tertunda, hal ini juga dibicarakan, namun keputusan pastinya kemungkinan baru akan keluar pada kuartal akhir tahun ini.
Pembelian China atas Su-35, pesawat tempur hasil pengembangan terbaru dari varian Su-27 Flanker, akan memberikan manfaat yang besar bagi China. Selain kekuatan tempur udara China akan semakin kuat dengan kehadiran Su-35, Su-35 juga akan menjadi tolok ukur bagi China dalam mengukur kemajuannya dalam mengembangkan pesawat tempur sendiri. Tidak hanya itu, kehadiran Su-35 akan memberikan China akses ke teknologi mesin turbofan Su-35 dan potensi upgrade berbagai rudal udara-ke-udara dan udara ke permukaan buatan Rusia. Kita tahu selama ini China berusaha keras dan beberapa kali gagal dalam upayanya meningkatkan kinerja dan keandalan mesin-mesin pesawat tempurnya.
Dialog kedua negara soal pembelian Su-35 sebenarnya sudah terjadi sejak beberapa tahun lalu, namun karena beberapa alasan, Rusia akhirnya menunda penjualannya. China sendiri mengharapkan pembelian Su-35 awal sebanyak 24 unit, yang akan cukup membentuk skadron tunggal. Ketika Angkatan Udara China (PLAAF) membeli Flanker asli pada tahun 1991, mereka mengawalinya dengan 24 unit, lalu dilanjutkan dengan batch tambahan, baru akhirnya China bisa membuat varian Flanker-nya sendiri yaitu J-11B.
Pengembangan independen China atas varian Su-27 yang lengkap dengan avionik, radar, mesin, dan senjata buatan sendiri telah menciptakan gesekan dengan Moskow, yang akhirnya Moskow mengerem penjualan banyak senjata ke China. Dari perspektif Rusia, salah satu upaya peniruan China atas produk militer Rusia yang paling mengerikan adalah pesawat tempur J-15, yang sangat mirip dengan Su-33 varian dari Su-27 khusus Angkatan Laut (untuk kapal induk), yang mana China memperolehnya dari Ukraina.
Meskipun "sakit hati," sekarang Moskow tampaknya masih ingin melanjutkan penjualan pesawat tempur canggih kepada China, meskipun bukan pesawat tempur generasi kelima yang saat ini dikembangkan Rusia. Analis menilai sikap lunak Moskow ini mungkin terkait dengan keuangan, selain tentunya keinginan Moskow untuk terus mempertahankan hubungan pertahanan dan politik dengan Beijing.
Penjualan Su-35 kepada China juga akan memberikan kesempatan bagi perusahaan pembuat rudal Rusia Tactical Missiles Corporation (KTRV) untuk menyediakan paket rudal baru dan paket upgrade terhadap rudal-rudal Rusia yang dimiliki China saat ini. Rudal-rudal ini antara lain RVV-SD atau versi ekspor dari rudal R-77-1 yang merupakan upgrade dari rudal udara-ke-udara R-77 (AA-12 Adder) dan rudal jarak pendek RVV-MD, versi ekspor dari rudal R-73 (AA-11 Archer). Tactical Missiles Corporation juga pernah menampilkan ilustrasi Su-35 yang membawa rudal RVV-BD, varian ekspor dari rudal udara-ke-udara jarak jauh R-37M (AA-13 Axehead). Sebelumnya pejabat Tactical Missiles Corporation mengusulkan agar rudal-rudal ini juga disertakan dalam paket pembelian Su-35, meskipun mereka tidak menjelaskan untuk penjualan kepada negara mana.
Sumber : Artileri
0 komentar:
Posting Komentar