JAKARTA - Pengembangan industri gas bumi Indonesia terus mengalami progres. Setelah pembangunan Floating Storage Regasification Unit (FSRU) di beberapa lokasi, perusahaan migas Indonesia mulai mempertimbangkan kemungkinan membangun Land Based LNG Receiving Terminal (Terminal penerimaan LNG darat).
Hingga saat ini, dua BUMN, PT Pertamina dan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) yang punya rencana untuk membangun fasilitas tersebut.
Direktur Gas PT Pertamina Hari Karyuliarto mengatakan, pembangunan land based receiving terminal merupakan rencana yang sedang dikaji. Hal tersebut seiring perkembangan konsumsi gas di Pulau Jawa yang meningkat. Sebelumnya, pihaknya memang ingin membangun FSRU di Jawa Tengah. Namun, rencana tersebut direvisi karena proyek infrastruktur pipa gas Gresik Semarang (Gresem) yang kembali dijalankan.
"Pilihannya memang dipindah ke Jawa Timur. Karena disana juga ada pasar yang cukup besar. Apalagi, dalam beberapa tahun lagi, Jawa Timur juga bakal mengalami defisit gas. Sedangkan kebutuhan Jawa Tengah bisa dikirim melalui pipa gas," jelasnya di Jakarta kemarin (4/7).
Terkait detil rencana, pihaknya mengaku masih belum bisa mengungkapkan. Dia hanya memberi petunjuk bahwa lokasi yang dipilih ada di wilayah utara Jawa.
"Intinya kami punya mimpi membangun pusat regasifikasi yang bukan hanya FSRU (Floating Storage and Regasification Unit) tapi land based. Dengan fasilitas itu, semua added value LNG bisa dinikmati. Karena bentuk liquid, bukan hanya untuk pembangkit listrik tapi juga transportasi," ungkapnya.
Dia menambahkan, pihaknya sangat berkomitmen untuk mengembangkan infrastruktur yang sesuai dengan kebutuhan masayarakat Indonesia. Setiap tahun, pihaknya mengaku mengalokasikan USD 5 miliar per tahun untuk infrastruktur gas dalam lima tahun ke depan.
"Dana investasi total di Direktorat Gas mencapai USD 1 miliar per tahun," ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Investasi dan Manajemen Risiko PT PGN Wahyu Sutopo turut menyatakan minat membangun land based receiving terminal. Menurutnya, hal tersebut adalah langkah wajib untuk mengakomodir pertumbuhan konsumsi energi yang tinggi.
"Selama ini bangun FSRU karena waktu penyelesaian proyeknya cepat. Hanya butuh 2-3 tahun saja. Jadi, cocok untuk mengakomodasi kebutuhan mendesak. Tapi, kalau jangka panjang itu memang bagusnya land based. Hanya saja butuh waktu 4-5 tahun untuk membangunnya," terangnya.
Namun, lanjut dia, pihaknya masih belum bisa memutuskan kepastian pembangunan tersebut. Perseroan saat ini masih membutuhkan studi kelayakan terlebih dahulu.
"Ya kami harus melihat dulu lokasi mana yang perlu dibangun. Bagaimana demand di sana. Termasuk apakah di sana sudah ada pihak lain yang membangun," jelasnya.(bil)
0 komentar:
Posting Komentar