Penulis: Anwar Iqbal
Jakarta, JMOL ** Konsep Tol Laut seakan telah menjadi trademark bagi pasangan capres-cawapres Jokowi- JK. Namun, beberapa kalangan menilai, konsep tersebut masih abstrak dan absurd. Pengamat pelayaran dan maritim Indonesia, Siswanto Rusdi, mengatakan, terdapat banyak kelemahan konsep Tol Laut gagasan Jokowi tersebut.
“Ide Tol Laut tidak menjelaskan secara gamblang peran apa yang harus dimainkan oleh pelayaran nasional. Malah terkesan konsep ini tidak didiskusikan dengan kalangan pelayaran terlebih dahulu,” tutur Rusdi yang juga Direktur The National Maritime Institute (Namarin).
Ia menjelaskan, dalam konsep Tol Laut, operator kapal didorong untuk mengoperasikan kapal-kapal yang lebih besar kapasitas angkutnya sehingga mendorong penurunan biaya logistik. Hanya saja, tidak disebutkan insentif seperti apa yang bisa diberikan bagi pelayaran nasional agar mau berinvestasi membeli kapal-kapal besar berukuran 3.000 TEU ke atas tersebut.
“Sayangnya, Jokowi tidak memiliki konsep terkait hal ini. Jadi tidak ada yang betul-betul maritim. Pelayaran, pelaut, dan lain-lain tidak dijelaskan secara detail,” jelas Rusdi.
Menurut Rusdi, tanpa konsep Tol Laut gagasan Jokowi pun sebetulnya seluruh pelabuhan di Nusantara, terkecuali Sorong, telah terhubung. Ada berbagai pelayaran petikemas domestik yang menghubungkan Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Makassar. Para operator pelayaran menggarap jalur ini, karena ada perdagangan yang baik antarpulau.
Selain itu, Rusdi menambahkan, Tol Laut Jokowi tidak mengikutsertakan peranan pelayaran rakyat (Pelra). Konsep Tol Laut, menurutnya, hanya menitikberatkan kepada armada kapal besi. Padahal, kontribusi kapal pelayaran rakyat (Pelra) dalam mendistribusikan barang di dalam negeri sangat signifikan.
“Armada Pelra lah yang mendistribusikan berbagai kebutuhan masyarakat ke daerah-daerah terpencil yang tidak pernah mau dilayari oleh kapal-kapal besar. Apakah sistem itu hanya akan mengikutsertakan kapal kapal besi? Perlu diingat, jumlah armada Pelra relatif banyak dibanding kapal besi,” tutur Rusdi.
Lebih lanjut, menurut Rusdi, pasar petikemas pada pelayaran domestik masih terbilang rendah. Ia mengatakan, dari total pengangkutan barang dunia, yang menggunakan petikemas masih kurang dari 35 persen, dan sisanya, dibagi-bagi kargo khusus.
“Tanker lebih bagus. Petikemas belum besar,” ujar Rusdi.
Ia menambahkan, bisnis petikemas saat ini sedang over supply kapal. Permasalahannya, dalam konsep Tol Laut, kapal yang digunakan adalah kapal berkonsep kargo petikemas. Ia melanjutkan, kapal-kapal besar di atas 5.000 TEUs tersebut besar kemungkinan adalah kapal bekas.
“Dulu kapal-kapal itu keliling dunia cari muatan. Sekarang, kita pakai kapal itu untuk angkut barang dalam negeri,” pungkas Rusdi.
0 komentar:
Posting Komentar