Select Language

Kamis, 05 September 2013

Heinkel He 111: Pengebom Srigala Berbulu Domba


Walau awalnya dirancang sebagai pesawat angkut bagi maskapai Luft Hansa, Heinkel 111 dipilih Nazi Jerman menjadi pesawat pengebom. Semasa Battle of Brittain, He 111 yang berukuran medium berperan sebagai pengebom strategis. Meski suskes melaksanakan misi, sebagian besar pesawat juga jadi santapan musuh di udara.

Perjanjian Versailles yang menjadi akhir dari Perang Dunia I dan menimbulkan kerugian besar di pihak Jerman, membuat negeri itu makin tidak berkutik. Apalagi Jerman terkena larangan membangun kekuatan militernya setelah itu. Namun seiring naiknya kepemimpinan Adolft Hitler pada tahun 1933, Jerman kembali menemukan keberanian sejatinya untuk menjadi yang terhebat dalam kekuatan militer, termasuk membangkitkan kekuatan Angkatan Udaranya, Luftwaffe.

            Berbagai proyek dilaksanakan secara diam-diam. Salah satunya adalah pembuatan pesawat pengebom medium Heinkel 111 (One Eleven). Maka tidak heran kalau orang kemudian menyebut proyek tersebut sebagai wolf in sheep’s clothing atau proyek serigala berbulu domba. Mengapa, karena dalih pembuatan pengebom medium He 111 disamarkan sebagai proyek pembuatan pesawat angkut untuk menopang kebutuhan maskapai negara, Luft Hansa.

            Di satu sisi, kehadiran pesawat-pesawat angkut baru di Amerika seperti Lockheed 12, Boeing 247, dan Douglas DC-2 juga memicu pabrik-pabrik pesawat di Jerman untuk tidak kalah set dalam persaingan pembuatan pesawat.

Awal tahun 1930 Ernst Heinkel (1888-1958) sang pendiri Heinkel Flugzeugwerke membuat rancangan pesawat angkut tercepat di dunia. Ia memutar otak untuk mewujudkan ambisinya, walau proyek ini pada awalnya tidak terlalu mendapat respons dari pemerintah. Demikian juga beberapa pabrikan pesawat lain yang memandangnya sebelah mata.

            Heinkel lalu merekrut dua desainer, Siegfried dan Walter Günter walau nama mereka belum kesohor di kalangan pabrikan pesawat. Cita-cita membuat pesawat angkut tercepat pun akhirnya berhasil diwujudkan melalui pesawat He 70 Blitz yang rolled out tahun 1932. Dengan kapasitas empat penumpang, pesawat low wing ini mampu terbang 380 km/jam (320 mph) menggunakan mesin BMW VI (600HP) . Desain ujung sayapnya elips, mengadopsi model pesawat olahraga yang pernah dibuat Gunther.

He 70 inilah yang kemudian menjadi basis pembuatan He 111. Berbeda dengan He 70 yang bermesin tunggal, He 111 dimensinya diperbesar dan menggunakan dua mesin, sehingga pesawat ini sering disebut Doppel-Blizt atau Double Blizt (Blizt Ganda). Ukuran badan pesawat diperpanjang dari 11,7 meter menjadi 17,4 meter. Sementara bentang sayap diperpanjang dari 14,6 meter menjadi 22,6 meter. Lima tahun dibutuhkan Heinkel mewujudkan prototipe pertama He 111.

            Dukungan terhadap Heinkel muncul di antaranya dari Kepala Administrasi Luftwaffe, Albert Kesserling, yang mengunjungi pabrik Heinkel tahun 1933. Ia mendorong agar Heinkel meningkatkan produksinya termasuk merelokasi pabriknya ke area yang lebih luas. He 111 kemudian bersaing dengan Do 17 buatan Dornier dan Ju 86 dari Junkers.

Prototipe He 111 terbang perdana pada 24 Februari 1935 oleh pilot uji Gerhard Nitschke. Pesawat didaratkan di landasan pendek Rostock-Marienehe yang sebelumnya tidak direkomendasikan guna didarati He 111. Namun Nitschke justru membuktikan bahwa He 111 memiliki performa yang bagus dan mampu mendarat di landasan pendek.

Akhir tahun 1935 prototipe He 111 A-1 pun menjadi pesawat angkut sipil tercepat di dunia, laju terbangnya mencapai 402 km/jam (250 mph). Meski demikian, rancangan He 111 nyatanya tidak bulat-bulat diterima oleh Luftwaffe. Persoalannya, karena sejak awal pesawat ini memang mengadopsi rancangan pesawat angkut sipil, bukan pengebom.

Bentuknya yang terlalu streamline bahkan dinilai kelewat cantik untuk sebuah pesawat pengebom, tidak selaras dengan kapasitas bawa bom karena ekor pesawat mengerucut ke belakang. Terbukti dari 10 unit varian pertama He 111A-0 yang diajukan, ditolak mentah-mentah oleh Luftwaffe dan kemudian pesawat tersebut dijual ke China.

Underpowered
Selain kurang dalam kapasitas, He 111 juga dinilai terlalu underpowered atau kurang bertenaga sebagai pesawat pengebom. Atas masukan tersebut, Heinkel kemudian membuat berbagai varian dan subvarian He 111 yang jumlah jumlahnya mencapai puluhan. Mulai dari varian A hingga H dengan berbagai subvariannya. 

            Tahun 1937 Heinkel mengganti mesin BMW 600HP dengan Daimler-Benz DB600A 1.000HP. Heinkel kemudian muncul varian He 111P dengan model hidung kubah kaca glazed nose atau bullet shape. Posisi gunner dengan senapan mesin MG 15 ditempatkan di kokpit di depan posisi pilot dan observer. Varian ini mulai diproduksi tahun 1938.(Roni Sontani)

0 komentar:

Posting Komentar

hackerandeducation © 2008 Template by:
SkinCorner