Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) mengembangkan pesawat baru, Lapan Surveillance Aircraft (LSA). Pesawat dua awak ini akan digunakan untuk memotret wilayah Indonesia yang relatif besar.
Pengembangan pesawat pengamatan ini sekaligus membuktikan penguasaan teknologi pesawat terbang di Indonesia. LSA ditargetkan beroperasi secara penuh pada 2015. Akhir 2013 ditargetkan untuk penerbangan perdana secara resmi.
Indonesia melalui Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) bersama Universitas Berlin di Jerman mengembangkan pesawat pengamat bernama Lapan Surveillance Aircraft (LSA).
Konsep ini sebenamya telah dibuat sejak 2011, tapi baru terealisasi pada 2012 dengan menggandeng Universitas Berlin sebagai mitra kerja sama.
"Sampai saat ini ada enam orang ahli teknik kita yang berada di Jerman untuk terus melakukan riset, perancangan modifikasi, desain, pengujian, serta teknologi terhadap pesawat surveillance. Sedangkan untuk penerbangan resmi perdana LSA akan dilakukan akhir 2013 ini," ungkap Kepala Pusat Teknologi Penerbangan Lapan Rika Andiarti, saat dihubungi KORAN SINDO.
Program LSA ini memiliki beberapa misi di antaranya akurasi citra satelit, verifikasi dan validasi citra satelit, monitoring produksi pertanian, aerial photogrammetry, pemantauan, pemetaan banjir, deteksi kebakaran, search and rescue (SAR), pemantauan perbatasan dan kehutanan, serta pemetaan tata kota.
Indonesia melalui Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) bersama Universitas Berlin di Jerman mengembangkan pesawat pengamat bernama Lapan Surveillance Aircraft (LSA).
Konsep ini sebenamya telah dibuat sejak 2011, tapi baru terealisasi pada 2012 dengan menggandeng Universitas Berlin sebagai mitra kerja sama.
"Sampai saat ini ada enam orang ahli teknik kita yang berada di Jerman untuk terus melakukan riset, perancangan modifikasi, desain, pengujian, serta teknologi terhadap pesawat surveillance. Sedangkan untuk penerbangan resmi perdana LSA akan dilakukan akhir 2013 ini," ungkap Kepala Pusat Teknologi Penerbangan Lapan Rika Andiarti, saat dihubungi KORAN SINDO.
Program LSA ini memiliki beberapa misi di antaranya akurasi citra satelit, verifikasi dan validasi citra satelit, monitoring produksi pertanian, aerial photogrammetry, pemantauan, pemetaan banjir, deteksi kebakaran, search and rescue (SAR), pemantauan perbatasan dan kehutanan, serta pemetaan tata kota.
Selain itu, LSA ini juga mampu mengakurasikan data dari fotocitra satelit dengan resolusi tinggi yang telah digabung dengan satelit-satelit lain, mampu mengkroscek langsung di lapangan secara acak ketika terkadang satelit biasanya suka terhalang awan.
LSA ini berbasis pesawat Icon 5 Amphibius dengan memiliki daya ter bang 8—24 jam, mampu mencapai ke tinggian maksimal 7,5 km dan kecepatan jelajah 220 km/jam serta jarak tempuh maksimal 1.300 km.
LSA ini berbasis pesawat Icon 5 Amphibius dengan memiliki daya ter bang 8—24 jam, mampu mencapai ke tinggian maksimal 7,5 km dan kecepatan jelajah 220 km/jam serta jarak tempuh maksimal 1.300 km.
Pesawat ini membutuhkan landasan dengan panjang minimal 300 m untuk takeoff dan landing. Pesawat ini memiliki total panjang mencapai 8,52 m dengan tinggi 2,45 m dengan lebar rentang sayap sepanjang 18 m.
Sedangkan resolusi gambar yang dihasilkan nanti mencapai hingga 50cm dengan muatan hingga 70 kg. Sebagai pesawat utilitas dengan dua kapasitas tempat duduk, badan pesawat komposit dengan mesin tunggal ini dilengkapi motor glider dan operasi aturan instrumen penerbangan (IFR).
LSA ini pesawat dengan mesin tunggal dan jenis mesin yang digunakan adalah Rotax 914 F2/15 dengan tenaga mesin (MTOP) 115 HP. Tangki bahan bakar LSA berkapasitas 130 liter dan jenis bahan bakar yang digunakan adalah Avgas 100LL/Mogas. Pesawat ini juga dilengkapi Propeler MTV-7-A/170-051 serta 1,75 untuk diameter propeler dengan tiga bladed.
Pesawat pengamat ini juga dilengkapi turbo charge dengan silinder pendingin udara dan kepala silinder pendingin air, karburator, kontrol pembuangan limbah otomatis, dan pengapian elektronik ganda. Daya tampung pesawat ini mencapai maksimal 20 kg serta 80 kg beban muatan dengan MTOW 1,300 kg.
Di bawah sayap pesawat sepanjang 18 m itu terselip kamera metrik berkalibrasi dengan areal kamera mount, sebuah kamera yang secara nyata dapat memonitor melalui lintas udara dengan sensor optik yang dikembangkan dengan system wide angle dan menghasilkan gambar beresolusi tinggi.
“LSA merupakan pesawat ringan dengan teknologi yang dikombmasikan dengan aero dynamic serta engine dan sayap yang tentunya dapat mengangkat pesawat dengan stabil dan kamera canggih beresolusi tinggi,” papar Staf Ahli Kementerian Negara Riset dan Teknologi Bidang Hankam Teguh Rahardjo, kepadaf KORAN SINDO.
Teknologi canggih yang dipakai dalam pesawat LSA ini sebenarnya pengembangan dari pesawat Lapan Surveillance UAV (LSU), yang merupakan pesawat tanpa awak. Pesawat ini memiliki dua tipe yakni LSU 01 dan LSU 02. Pesawat yang terbuat dari sterofoam dan telah dipakai pada ketinggian 3.300 m saat letusan gunung merapidan banjir beberapa waktu lalu ini berguna untuk verifikasi data satelit.
“Menariknya, ini proses pembelajaran bagi Lapan untuk membangun pesawat dengan cara bertahap sehingga diharapkan kita akan mampu membuat pesawat sendiri tanpa bergantung negara lain,” ucap Teguh. (Koran Sindo, 5 Mei 2013/ humasristek)
Sedangkan resolusi gambar yang dihasilkan nanti mencapai hingga 50cm dengan muatan hingga 70 kg. Sebagai pesawat utilitas dengan dua kapasitas tempat duduk, badan pesawat komposit dengan mesin tunggal ini dilengkapi motor glider dan operasi aturan instrumen penerbangan (IFR).
LSA ini pesawat dengan mesin tunggal dan jenis mesin yang digunakan adalah Rotax 914 F2/15 dengan tenaga mesin (MTOP) 115 HP. Tangki bahan bakar LSA berkapasitas 130 liter dan jenis bahan bakar yang digunakan adalah Avgas 100LL/Mogas. Pesawat ini juga dilengkapi Propeler MTV-7-A/170-051 serta 1,75 untuk diameter propeler dengan tiga bladed.
Pesawat pengamat ini juga dilengkapi turbo charge dengan silinder pendingin udara dan kepala silinder pendingin air, karburator, kontrol pembuangan limbah otomatis, dan pengapian elektronik ganda. Daya tampung pesawat ini mencapai maksimal 20 kg serta 80 kg beban muatan dengan MTOW 1,300 kg.
Di bawah sayap pesawat sepanjang 18 m itu terselip kamera metrik berkalibrasi dengan areal kamera mount, sebuah kamera yang secara nyata dapat memonitor melalui lintas udara dengan sensor optik yang dikembangkan dengan system wide angle dan menghasilkan gambar beresolusi tinggi.
“LSA merupakan pesawat ringan dengan teknologi yang dikombmasikan dengan aero dynamic serta engine dan sayap yang tentunya dapat mengangkat pesawat dengan stabil dan kamera canggih beresolusi tinggi,” papar Staf Ahli Kementerian Negara Riset dan Teknologi Bidang Hankam Teguh Rahardjo, kepadaf KORAN SINDO.
Teknologi canggih yang dipakai dalam pesawat LSA ini sebenarnya pengembangan dari pesawat Lapan Surveillance UAV (LSU), yang merupakan pesawat tanpa awak. Pesawat ini memiliki dua tipe yakni LSU 01 dan LSU 02. Pesawat yang terbuat dari sterofoam dan telah dipakai pada ketinggian 3.300 m saat letusan gunung merapidan banjir beberapa waktu lalu ini berguna untuk verifikasi data satelit.
“Menariknya, ini proses pembelajaran bagi Lapan untuk membangun pesawat dengan cara bertahap sehingga diharapkan kita akan mampu membuat pesawat sendiri tanpa bergantung negara lain,” ucap Teguh. (Koran Sindo, 5 Mei 2013/ humasristek)
Spesifikasi Teknis LAPAN Surveillance Aircraft
Performa | Bobot | Propulsi |
Lintasan lepas landas: 300 m | MTOW: 1100 kg | Tenaga mesin (MTOP): 115 hp |
Kecepatan jelajah: 220 km per jam | Berat muatan maksimal: 80 kg | Jumlah propeler: 3 bladed |
Jangkauan maksimum: 1.300 km | Berat maksimum bagasi:20 kg | Kapasitas bahan bakar: 130 liter |
Daya terbang maksimum: 8 jam | Jenis bahan bakar: Avgas 100LL/Mogas | |
Ketinggian terbang: 7.260 m |
Sumber : Ristek
0 komentar:
Posting Komentar