JAKARTA (MI) : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bersama PT Dirgantara Indonesia (DI) dan Lembaga Elektronik Nasional (LEN) menandatangani kesepakatan bersama untuk memproduksi pesawat udara nir-awak (Puna). Penandatanganan dilakukan di Ruang VIP BPPT, Senin (29/4).
Dengan adanya kesepakatan tersebut, Puna diproduksi massal pertama di Indonesia. Kepala BPPT, Marzan Azis Iskandar, mengatakan penandatangan ini adalah perpanjangan periode MoU dalam pengembangan teknologi kedirgantaraan. Pesawat yang akan diproduksi adalah Puna jenis Wulung. Pesawat ini sebelumnya telah diuji terbang pada Oktober 2012.
"Semoga berhasil produksinya dan menjadi skuadron nir awak pertama hasil karya putra putri bangsa Indonesia," ujar Marzan dalam sambutannya. Bentang sayap Wulung mencapai 6,34 meter dan mampu mengangkut muatan hingga 25 kilogram. Pesawat ini tahan terbang selama empat jam dan jarak jelajah 200 kilometer.
Wulung akan diproduksi sebanyak satu skuadron, 16 atau 24 unit. Namun, tahap awal PT DI akan memproduksi tiga unit. Pesawat ini nantinya akan digunakan oleh TNI Angkatan Udara sebagai pesawat pemantau (surveillance).
Direktur Teknologi dan Pengembangan Rekayasa PT DI Andi Alisjahbana mengatakan desain dan teknologi Wulung dikembangkan oleh BPPT sehingga kemampuannya tidak diragukan lagi. "Kementerian Pertahanan sebagai pengguna merasa cukup untuk memakai pesawat ini sehingga dikembangkan menjadi industri," ujar Andi saat ditemui usai penandatanganan.
BPPT Gandeng PT DI dan Len Industri Produksi Pesawat Tanpa Awak
[JAKARTA] Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menggandeng PT Dirgantara Indonesia (DI) dan PT LEN Industri untuk mengembangkan dan memproduksi pesawat nir awak (Puna) jenis Wulung.
Pesawat ini nantinya untuk mengemban misi pertahanan (surveillance) Kementerian Pertahanan (Kemhan).
Setelah sejak 2004 pesawat tanpa awak atau Puna Wulung ini dikembangkan oleh BPPT, akhirnya tahun 2013 Wulung siap diproduksi massal untuk memenuhi kebutuhan satu skuadron Angkatan Udara Republik Indonesia.
Kepala BPPT Marzan Aziz Iskandar mengatakan, Puna Wulung dengan teknologi BPPT akan diproduksi satu skuadron oleh PT Dirgantara Indonesia.
Produksi massal ini merupakan langkah lanjut dari demo terbang yang berhasil dilakukan di pangkalan udara Halim Perdana Kusuma.
"Teknologi ini lahir dari karya putra-putri Indonesia dan diharapkan program ini berhasil. Karya dengan sistem inovasi ini melibatkan multi stakeholder dalam hal design, sistem produksi, pembiayaan, rencana research and development dan programnya," katanya di sela MoU BPPT, PT Dirgantara Indonesia dan PT Len Industri, di Jakarta, Senin (29/4).
Dalam MoU ini juga dihadiri oleh perwakilan dari Kemhan.
Direktur Teknologi Industri Pertahanan Republik Indonesia Marsekal Pertama Darlis Pangaribuan mengapresiasi adanya teknologi yang bisa dimanfaatkan oleh pengguna (user).
Apalagi teknologi ini bisa dikuasai melengkapi teknologi yang ada dan digunakan TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
"Harapan kita untuk jangka panjang selain untuk surveillance tapi alat untuk menyerang," ucapnya.
Puna Wulung memiliki berat kosong maksimal 60 kg, berat muatan 25 kg, kecepatan jelajah 55 knot, bentang sayap 6,34 meter, ketahanan terbang 4 jam dan ketinggian terbang 12.000 feet.
Wulung juga dilengkapi kamera pengintai yang dihubungkan secara riil time dengan pusat pengendali di darat .
0 komentar:
Posting Komentar