UNTUK mengamankan kegiatan penerbangan dari gangguan frekuensi radio untuk penerbangan, Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika menjalin kerja sama dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan.
Kedua instansi nantinya akan berkoordinasi mengamankan spektrum frekuensi radio penerbangan sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.
Penggunaan frekuensi radio untuk keperluan penerbangan dapat mengalami gangguan baik dari stasiun-stasiun radio penerbangan maupun di luar penerbangan yang dapat mempengaruhi keselamatan penerbangan. "Oleh karenanya penggunaan spektrum frekuensi radio harus diatur sedemikian rupa mulai dari perencanaan, penetapan, perizinan serta standar perangkat yang dipakai," ujar Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI), Muhamad Budi Setiawan, di Jakarta, Jumat (26/4).
Budi menyebutkan, spektrum frekuensi radio termasuk sumber daya yang terbatas. Namun spektrum frekuensi radio itu sangat dibutuhkan tidak hanya untuk kegiatan penerbangan.
"Spektrum frekuensi radio termasuk sumber daya yang terbatas. Karena terbatas tentunya banyak peminat sehingga perlu manajemen khusus yang terdiri dari kebajakan, perencanaan, penetapan, standar perangkat yang dipakai.Juga perizinan, monitoring dan penertiban yang lebih banyak disentuh dalam kesepakatan,"ujar Budi usai acara penandatangan nota kesepahaman bersama Pengamanan Spektrum Frekuensi Radio untuk Keperluan Penerbangan di hotel Sari Pan Pacific.
Dia mengatakan salah satu hal yang juga mendasari kerjasama tersebut adalah peristiwa jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak beberapa waktu lalu.Dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi I DPR, DPR merekomendasikan agar kedua kementerian bekerjasama dalam pengaturan frekuensi radio.
"Kemungkinan jatuhnya Sukhoi ada pengaruh dari frekuensi.Salah satu rekomendasi dari DPR meningkat kerjasama penertiban penggunaan frekuensi radio,"ujar Budi.
Dengan kerjasama ini maka kedua pihak memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing dalam mengamankan spektrum frekuensi radio penerbangan. Ditjen SDPPI di antaranya bertanggung jawab mengawasi dan menanganani gangguan terhadap spektrum frekuensi radio pnerbangan baik yang berasal dari pancaran stasiun radio penerbangan, luar stasiun radio penerbangan serta gangguan frekuensi radio lainnya. Menertibkan penggunaan spektrum frekuensi radio yang mengganggu penerbangan dan menindaklanjuti laporan Ditjen Perhubungan Udara atas gangguan spektrum frekuensi radio penerbangan.
Sementara Ditjen Perhubungan Udara bertugas melakukan pengawasan internal penggunaan frekuensi radio penerbangan dari gangguan spektrum frekuensi radio di luar penerbangan. Melaporkan gangguan frekuensi radio penerbangan, meminta bimbingan teknis penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penerbangan dan memberikan akses serta pendampingan kepada pihak Ditjen SDPPI untuk mencegah gangguan.
Kerja sama ini berlangsung selama tiga tahun sejak penandatanganan nota kesepahaman. Penandatanganan nota kesepahaman diikuti dengan perjanjian kerjsama yang dibuat selambat-lambatnya enam bulan setelah penandanganan nota kesepahaman.
Dirjen Perhubungan Udara, Herry Bhakti, menyambut baik kerjasama tersebut. Industri penerbangan Indonesia terus menunjukan peningkatan tiap tahun 15 sampai 20 % dengan jumlah penumpang domestik mencapai 72 juta orang per tahun. Sementara traffic pesawat juga telah lebih darisatu juta untuk pesawat besar dan 300 ribuan untuk pesawat kecil yang pastinya menggunakan frekuensi radio.Kondisi ini menuntut adanya peningkatan keamanan dalam penerbangan.
"Diharapkan dengan pengamanan ini dapat menindak tegas pemancar radio yang legal dan tidak legal sehingga kedepan masalah frekuensi penerbangan ini tidak menjadi isu dalam penerbangan,"kata Herry.
Kedua instansi nantinya akan berkoordinasi mengamankan spektrum frekuensi radio penerbangan sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.
Penggunaan frekuensi radio untuk keperluan penerbangan dapat mengalami gangguan baik dari stasiun-stasiun radio penerbangan maupun di luar penerbangan yang dapat mempengaruhi keselamatan penerbangan. "Oleh karenanya penggunaan spektrum frekuensi radio harus diatur sedemikian rupa mulai dari perencanaan, penetapan, perizinan serta standar perangkat yang dipakai," ujar Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI), Muhamad Budi Setiawan, di Jakarta, Jumat (26/4).
Budi menyebutkan, spektrum frekuensi radio termasuk sumber daya yang terbatas. Namun spektrum frekuensi radio itu sangat dibutuhkan tidak hanya untuk kegiatan penerbangan.
"Spektrum frekuensi radio termasuk sumber daya yang terbatas. Karena terbatas tentunya banyak peminat sehingga perlu manajemen khusus yang terdiri dari kebajakan, perencanaan, penetapan, standar perangkat yang dipakai.Juga perizinan, monitoring dan penertiban yang lebih banyak disentuh dalam kesepakatan,"ujar Budi usai acara penandatangan nota kesepahaman bersama Pengamanan Spektrum Frekuensi Radio untuk Keperluan Penerbangan di hotel Sari Pan Pacific.
Dia mengatakan salah satu hal yang juga mendasari kerjasama tersebut adalah peristiwa jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak beberapa waktu lalu.Dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi I DPR, DPR merekomendasikan agar kedua kementerian bekerjasama dalam pengaturan frekuensi radio.
"Kemungkinan jatuhnya Sukhoi ada pengaruh dari frekuensi.Salah satu rekomendasi dari DPR meningkat kerjasama penertiban penggunaan frekuensi radio,"ujar Budi.
Dengan kerjasama ini maka kedua pihak memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing dalam mengamankan spektrum frekuensi radio penerbangan. Ditjen SDPPI di antaranya bertanggung jawab mengawasi dan menanganani gangguan terhadap spektrum frekuensi radio pnerbangan baik yang berasal dari pancaran stasiun radio penerbangan, luar stasiun radio penerbangan serta gangguan frekuensi radio lainnya. Menertibkan penggunaan spektrum frekuensi radio yang mengganggu penerbangan dan menindaklanjuti laporan Ditjen Perhubungan Udara atas gangguan spektrum frekuensi radio penerbangan.
Sementara Ditjen Perhubungan Udara bertugas melakukan pengawasan internal penggunaan frekuensi radio penerbangan dari gangguan spektrum frekuensi radio di luar penerbangan. Melaporkan gangguan frekuensi radio penerbangan, meminta bimbingan teknis penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penerbangan dan memberikan akses serta pendampingan kepada pihak Ditjen SDPPI untuk mencegah gangguan.
Kerja sama ini berlangsung selama tiga tahun sejak penandatanganan nota kesepahaman. Penandatanganan nota kesepahaman diikuti dengan perjanjian kerjsama yang dibuat selambat-lambatnya enam bulan setelah penandanganan nota kesepahaman.
Dirjen Perhubungan Udara, Herry Bhakti, menyambut baik kerjasama tersebut. Industri penerbangan Indonesia terus menunjukan peningkatan tiap tahun 15 sampai 20 % dengan jumlah penumpang domestik mencapai 72 juta orang per tahun. Sementara traffic pesawat juga telah lebih darisatu juta untuk pesawat besar dan 300 ribuan untuk pesawat kecil yang pastinya menggunakan frekuensi radio.Kondisi ini menuntut adanya peningkatan keamanan dalam penerbangan.
"Diharapkan dengan pengamanan ini dapat menindak tegas pemancar radio yang legal dan tidak legal sehingga kedepan masalah frekuensi penerbangan ini tidak menjadi isu dalam penerbangan,"kata Herry.
● Jurnas
0 komentar:
Posting Komentar