Perancis datang ke Indonesia di saat yang tepat, akan tetapi sekaligus memberikan pilihan yang sulit. Negara pembuat Frigate La Fayette ini tiba tiba saja menawarkan transfer teknologi, untuk berbagai jenis mesin perang. Perancis seolah-olah tahu, Indonesia sedang “mumet” dengan urusan Transfer of Technology (ToT) yang beberapa kali “dikerjai” oleh negara yang diajak bekerjasama.
Dua tawaran yang disorong oleh Perancis adalah transfer teknologi untuk meriam kelas berat Caesar 155mm, jika Indonesia membeli dalam jumlah besar. Tawaran berikutnya yang menggiurkan adalah penjualan mesin pesawat tempur untuk Indonesian fighter jets experiment (IFX), jika Indonesia bersedia membeli pesawat Rafale.
IFX tampaknya harga mati yang dipatok oleh pemerintah untuk membuat lompatan teknologi di tanah air yang sudah lama terhenti. Pemerintah sangat percaya diri dengan pembangunan IFX, karena Indonesia cukup maju di teknologi dirgantara.
Jika proyek IFX ingin berjalan mulus, TNI AU tampaknya harus berpaling dari rencana ke depan yang ingin membeli Sukhoi SU-35, ditukar dengan Rafale Perancis.
Jet Tempur Rafale Perancis |
Hingga kini belum ada negara asing yang membeli jet tempur Rafale, sehingga Perancis harus menambahkan opsi ToT, agar jet tempurnya dibeli orang. Pola pembelian alutsista plus ToT sudah dilakukan Indonesia untuk Panser Anoa dan Ranpur Sherpa.
Persoalan lain bagi Indonesia sekaligus peluang bagi Perancis, adalah pembangunan 3 kapal selam Changbogo Indonesia, oleh Korea Selatan. Pemerintah Korea Selatan meminta uang 300 juta USD, jika Indonesia menginginkan transfer teknologi dari kapal selam tersebut.
Kalau klausal itu tidak dipenuhi, maka pengorbanan membeli tiga kapal selam kelas “anjing kampung” yang bergerak sangat lamban akan menjadi sia-sia. Untuk apa membeli kapal selam seperti itu, jika tidak disertai Transfer of Technologi.
Tapi apakah Indonesia yang uangnya pas-pasan mau merogoh kocek tambahan 300 juta USD, demi mendapatkan ToT kapal selam Changbogo ?. Godaannya adalah, dari pada menambah uang 300 juta USD, lebih baik dibelikan kapal selam Kilo Class Rusia.
Kemampuan tempur kapal selam Kilo Class, tidak perlu diperdebatkan lagi. Negara Barat saja menyebutnya sebagai lubang hitam (Black-Hole), bagi sistem pertahanan mereka.
Namun untuk mendapatkan Kilo Class, bukan perkara gampang, karena pengadaan alutsista harus disertai ToT, seperti yang diamanatkan Presiden SBY. Sementara kita semua tahu untuk urusan ToT, Rusia sangat “pelit”, terutama bagi negara non-sekutu lama mereka.
Di sinilah posisi Perancis menjadi penting. Perancis menawarkan penjualan kapal Selam sekaligus dengan ToT-nya kepada Indonesia.
“Kalau ingin membeli kapal selam yang bagus, jangan ke Korea yang “KW2″, beli langsung ke pembuatnya, seperti kami”, ujar salah seorang pejabat Perancis.
Di tengah krisis Eropa saat ini, Perancis tidak terlalu perduli untuk membatasi transfer teknologi militer konvensional.
Bahkan Perancis pun menawarkan penjualan rudal konvensional tercanggihnya Exocet MM40 Block III. Padahal sebelum krisis Eropa, untuk mendapatkan Exocet MM-40, Indonesia sangat kesulitan dan dihadapkan pada jalan yang berliku.
“Tuan….barang dagangan sudah digelar. Now…..make your Choice !”, mungkin begitulah yang disampaikan pejabat militer Perancis yang sudah tahu masalah yang dihadapi para Petinggi TNI dan Kemenhan.
Selain munculnya masalah dalam pembelian kapal selam Changbogo, pengadaan Light Frigate Sigma 10514 juga masih menyimpan persoalan.
Anggota Komisi 1 DPR, berniat menyoal pembelian Sigma 10514, karena tidak disertai dengan ToT yang diharapkan. Wakil Ketua Komisi 1 DPR, TB Hasanuddin, mempertanyakan mengapa Orrizonte Fincantieri Mosiaic Italia tidak jadi dibeli, padahal Italia bersedia melakukan ToT 25 %.
Di tengah persoalan itu, Perancis bisa menyambung ucapannya lagi. “Bagaimana tuan-tuan…?. Mau mencoba frigate La Fayette yang telah dilengkapi teknologi Stealth ?”, ujarnya sambil bersenandung lagu last tango in paris.
Tampaknya kecil kemungkinan bagi Indonesia membatalkan pembelian Sigma 10514 Belanda karena telah menandatangani kontrak. Kecuali mau membatalkan pembelian 3 korvet Nakhoda Ragam Class ex Brunei Darussalam, ditukar dengan Frigate La Fayette, berikut ToT-nya.
Pilihan yang sulit karena TNI AL harus mengejar kuantitas MEF (minimum essensial Force) 2014.
Tampaknya langkah Malaysia berpartner dengan Perancis untuk urusan kapal laut sudah tepat. Mereka memesan kapal Selam Scorpene Class ke Perancis.
Dan kini Malaysia juga memesan 6 Light Frigat Gowind Class ke Perancis dengan imbalan ToT. Bahkan Gowind Class kedepannya akan dibangun di Malaysia.
Langkah yang diambil oleh Angkatan Laut Malaysia, terukur dan tepat sasaran.
Berbicara tentang ToT, kini Angkatan Darat terus melaju dengan pembangunan Rudal Nasional yang diharapkan memiliki jangkauan tembak di atas 100 km pada tahun 2014. Targetnya adalah peluru kendali dengan jarak tembak 300 – 500 Km.
Begitu pula dengan TNI AU melaju dengan proyek IFX dan diharapkan 6 prototype IFX rampung pada tahun 2013.
0 komentar:
Posting Komentar