Jauh-jauh hari sebelum hadirnya radar berkualifikasi mobile macam Thomson TRS2215 yang dimiliki TNI AU dan radar Giraffe milik Arhanud TNI AD, di awal tahun 60-an, tepatnya pada masa kampanye operasi Trikora, Indonesia juga telah menggunakan radar pendeteksi dini yang cukup maju pada jamannya. Radar yang dimaksud adalah Nysa P-30 B/C buatan Polandia.
Radar mobile yang dapat dipindah-pindahkan dengan platform trailer ini dipersiapkan untuk mendukung Komanda Pertahanan Udara Gabungan (Kohanudgab) (sekarang Kohanudnas-red) sebagai unsur penting dari Komanda Mandala yang dipimpin Mayjen Soeharto. Proyeksi penempatan radar ini tak lain untuk digelar pada daerah perbatasan. Komando Mandala ingin menempatkan peralatan pengindera itu secepatnya di front dan langsung dioperasikan. Satu unit ditempatkan di Sangwo, Morotai, satu unit lagi di Pulau Saparua, satu unit ditempatkan di Pangkalan Udara Langgur, dan satu unit lagi di Bula, Seram Timur. Dimana kesemua lokasi tersebut merupakan pangkalan aju yang langsung berhadapan dengan kekuatan militer Belanda di Irian Jaya.
Dalam gelar operasinya, Nysa P-30 ditarik oleh truk yang dikirimkan ke perbatasan melalui kapal-kapal LST (landing ship tank). Dari segi fungsionalitas, Nysa P-30 berperan sebagai ground control interception/early warning (GCI/EW) atau pusat kendali dan peringatan dini dengan jarak tangkap hingga radius 450 km. Radar ini juga dimanafaatkan untuk menuntun jet tempur AURI menuju sasaran udara. Sistem radar ini mempunyai dua antena, yakni Nysa B dan Nysa C, masing-masing untuk mengukur ketinggian dan jarak dan pencegahan serangan elektronik (jamming) dari lawan.
Meski mudah digelar, radar ini punya kelemahan, dimana Nysa hanya mampu mendeteksi sasaran-sasaran yang terbang menengah atau tinggi. Bila sasaran terbang rendah (low level flying) maka bisa lolos dari deteksi. Dengan kemampuan deteksi obyek yang terbang tinggi, maka radar inilah yang berhasil mengendus keberadaan pesawat intai strategis U-2 Dragon Lady yang tengah melintas di atas Teluk Jakarta. Nysa juga lah yang membuat rudal SAM (surface to air missile) SA-2 TNI AU punya kinerja yang benar-benar menggetarkan NATO.
Untungnya pada masa Trikora, radar hanud milik Belanda juga punya spesifikasin yang sama, dimana juga tidak dapat mendeteksi obyek yang terbang rendah. Hal ini juga kerap dimanfaatkan sebagai peluang oleh para penerbang tempur dan transport C-130 AURI dalam tugas-tugas inflitrasi.
Nysa P-30 punya peran yang sangat besar dalam masa Trikora, radar ini berperan besar dalam mengendalikan pesawat-pesawat AURI, baik yang sedang melakukan penerjunan pasukan maupun yang sedang melakukan patrol udara. Terbukti tidak pernah ada lagi pesawat penerjun yang bisa dijatuhkan oleh Belanda. Secara keseluruhan, radar ini dioperasikan bersama-sama jet tempurMiG-17, P-51 Mustang, B-25 Mistchel, dan B-26 Invader. Di darat, radar ini memandu kanon-kanon penangkis serangan udara dari berbagai kaliber.
Ditilik dari sejarahnya, Nysa P-30 sudah hadir di Indonesia sejak 1959, selain pada tahun 1962-1963 digelar dalam opeasi Trikora, pada tahun 1963 – 1966 radar ini juga dipersiapkan dalam mendukung operasi Dwikora. Pengabdian radar ini terbilang panjang, disebutkan baru pada tahun 1982 radar buatan Polandia ini mulai digantikan oleh radar mobile buatan Perancis yang lebih mutakhir.
Spesifikasi Nysa P-30 B/C
Negara asal : Polandia
Tipe : NB/Height finder
Jenis : Mobile radar
Berat : 5.000 kg
Diameter antena : 440 cm
Tinggi kabin : 185 cm
Daya : 800 kw
Pulse width : 1 micro SLc
PRF : 200
GA : 28 dB
Ketinggian deteksi max : 50.000 kaki
Jangkauan : 450 km
Negara asal : Polandia
Tipe : NB/Height finder
Jenis : Mobile radar
Berat : 5.000 kg
Diameter antena : 440 cm
Tinggi kabin : 185 cm
Daya : 800 kw
Pulse width : 1 micro SLc
PRF : 200
GA : 28 dB
Ketinggian deteksi max : 50.000 kaki
Jangkauan : 450 km
0 komentar:
Posting Komentar