Select Language

Kamis, 27 Juni 2013

Pabrik Aluminium Rusia di Kalimantan

CEO Russian Aluminium temui Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro di Jakarta (photo by Kementerian Pertahanan)
CEO Russian Aluminium temui Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro di Jakarta (photo by Kementerian Pertahanan)
Russian Aluminium (Rusal) akan mengucurkan investasi US$2 miliar untuk membangun pabrik pengolahan (smelter) bauksit menjadi alumina di Kalimantan Barat, dengan kapasitas produksi pengolahan sekitar 1,8 juta ton per tahun. Perusahaan raksasa yang berkantor pusat di Moskow itu telah menandatangani perjanjian kerjasama (memorandum of understanding/ MoU) dengan PT Aneka Tambang Tbk untuk pembangunan smelter di Tayan, Kalimantan Barat empat tahun lalu.
Wakil Menteri Perindustrian Alex SW Retraubun mengatakan, Rusia tertarik berbisnis di Indonesia karena adanya kebijakan Undang-undang No.4/2009 tentang Mineral dan Batu bara, yang melarang pengiriman bahan baku ke luar negeri. ”Rusia harus mulai berkompetisi dengan China”, ujar Alex SW Retraubun di kantor Kemenperin, Selasa (11/6).
Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kemenperin Panggah Susanto mengatakan, kemungkinan besar Rusal akan menggaet partner lokal.  Pada pembicaraan tahun januari 2009 sempat disepakati Rusal akan memegang 51 persen saham dan Antam 49 persen dalam proyek tersebut.
Ditargetkan 4 tahun lagi, pabrik pengolahan tersebut sudah bisa berproduksi dan Kementerian Perindustrian sedang membuat tim teknis untuk melakukan feasibility study dengan Rusal.
Selain mengunjungi Kementerian Perdagangan, pihak Russian Aluminium juga menemui Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Rabu (12/6), di kantor Kemhan Jakarta. Didampingi oleh Duta Besar Federasi Rusia untuk Indonesia H.E. Mr. Mikhail Galuzi, CEO Russian Aluminium Mr. Oleg V. Deripaska menyatakan, siap berinvestasi di Indonesia karena pertumbuhan ekonomi Indonesia konsisten di atas 6 persen.
Oleg V. Deripaska berharap hasil dari pabrik pengolahan bauksit dan alumunium di Kalimantan, bisa masuk ke PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) serta industri lain, termasuk untuk memproduksi peralatan militer dan alutsista lainnya.
Menteri Pertahanan menyambut baik rencana pemerintah Rusia untuk membangun pabrik pengolahan aluminium di Kalimantan. Purnomo Yusgiantoro  menyampaikan kepada delegasi Rusia untuk berdiskusi terlebih dahulu dengan  TNI  terkait penggunaan aluminium untuk peralatan militer dan alutsista. Dalam pertemuan itu Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro ditemani Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemhan Laksda Rachmad Lubis dan Kepala Pusat Komunikasi Publik Brigjen Sisriadi.
Langkah Rusia ini, menyalip rencana China yang hendak membangun pabrik pengolahan aluminium di Mempawa dengan kapasitas produksi 1 juta ton per tahun. Rusal mulai kebakaran jenggot, setelah China mendominasi penjualan aluminium di pasar dunia,  hingga 44 – 50 persen. Padahal tahun sebelumnya China masih sebagai nett importir, dengan impor-ekspor  hanya selisih 7000 ton. Pada tahun 2012, China mampu mengekspor lebih (dengan 433.000 ton) dari pada aluminium dimurnikan yang mereka impor.
China memang mengalami kerugian besar akibat kelebihan kapasitas dan penurunan harga, karena banjirnya aluminium dunia, namun output aluminium mereka terus tumbuh dan menguasai pasar.
Ekspor aluminium mentah dari Rusia sebenarnya ikut naik 5,8 persen, pada kuartal pertama tahun 2013. Namun karena harga turun, keuntungan hanya 1,6 persen untuk tahun 2012.
Rusal berencana memangkas produksinya pada tahun 2013 sebesar 300.000 ton untuk menjaga harga pasar aluminium. Rusal pun berharap China melakukan hal yang sama, untuk meningkatkan harga aluminium menjadi $ 2.200-2.300 per ton. Deputi CEO Rusal Vladislav Soloviev memperkirakan China akan mengambil keputusan tentang pengendalian produksi aluminium pada bulan Juli atau Agustus 2013.
Menurut Rusal ada dua produsen aluminium di Timur Tengah yang justru akan menaikkan kapasitas produksinya dalam dua tahun ke depan. Emal, hendak meningkatkan kapasitas sebesar 350.000 ton pada tahun 2014, dan Maaden yang akan meluncurkan ton 700.000 per proyek tahun. Kedua perusahaan itu dianggap mengambil resiko akan merusak harga pasar. Rusal berharap produsen aluminium dunia perlu memangkas produksi sebesar 10-12 persen, untuk menciptakan situasi di mana harga akan naik dalam tiga tahun mendatang, karena didorong oleh permintaan. “Jika tidak, krisis di industri hanya akan bertambah buruk,” ujar wakil CEO Rusal, Vladislav Soloviev.
pabrik Aluminium Rusal (photo by drugoi.livejournal.com)
Pabrik Aluminium Rusal (photo by drugoi.livejournal.com)
Mengapa Membangun di Indonesia
Meski harga aluminium sedang rendah karena over-suplly, namun permintaan aluminium dunia terus meningkat. Rusal memperkirakan konsumsi aluminium di Eropa akan turun – sebesar 2 persen untuk 2013, namun Asia akan tetap menjadi kunci pendorong pertumbuhan permintaan. Konsumsi aluminium global akan meningkat 6 persen menjadi 50 juta ton di tahun 2013. Tingkat pertumbuhan tertinggi diperkirakan di: China (9,5 persen), India (6 persen), negara-negara Asia lainnya (5,8 persen), Amerika Utara (5 persen), dan Rusia dan CIS (4 persen).
Asia Tenggara akan mengalami pertumbuhan permintaan aluminium yang cukup signifikan, antara lain untuk: sektor transportasi, manufaktur mobil, sektor konstruksi, kemasan aluminium (foil), rekayasa listrik. Dengan membangun pabrik aluminium di Kalimantan, maka Rusal mempertemukan produsen dan konsumen aluminium di tempat yang sama.
Saat ini pabrik aluminium Rusal tersebar di berbagai negara: Armenia, Australia, Guinea, Irlandia, Italia, Guyana, Montenegro, Nigeria,  Swedia dan Ukraina.
Pemerintah Indonesia berharap  harga produksi aluminium Rusal nanti, mampu bersaing dengan produk impor, sehingga Indonesia tidak perlu mengimpor. Pabrik Rusal ini sangat ditunggu produsen aluminium di dalam negeri. Kebutuhan Indonesia terhadap aluminium batangan mencapai 200.000 ton per tahun dan sebagian  dipenuhi dengan cara mengimpor. (JKGR).

0 komentar:

Posting Komentar

hackerandeducation © 2008 Template by:
SkinCorner