Select Language

Selasa, 05 Oktober 2010

Resensi Film : DARAH GARUDA

Sebuah film sekuel epik perang, bakal hadir bertepatan Hari Raya Lebaran. Masih ingat film Merah Putih, peraih penghargaan, pencetak box office 2009 yang ditonton jutaan penonton, dan berhasil menembus pasar lebih dari 10 negara, kini hadir film kedua dari
Trilogi Merdeka, DARAH GARUDA: MERAH PUTIH II.

Dengan mengetengahkan kisah kelahiran Indonesia pada dunia, melalui proyek film terbesar sepanjang sejarah Indonesia, masih menyajikan suasana perang tahun 1047. Laga mendebarkan, drama, romansa dan intrik menjadi balutan menarik. Apalagi sebuah karya pita siluet, yang menyatukan pekerja film terbaik Indonesia ditunjang efek khusus Hollywood.

PT Media Desa Indonesia, yang memproduksi film epik perang bertabur bintang ini, menggandeng Margate House Films, sebuah rumah produksi internasional yang dimiliki oleh orang Amerika, Rob Allyn. B. Sejumlah pemain ternama, tampil sangat prima dan berhasil memukau penonton.

"Setahun terakhir, bersamaan perjalanan Merah Putih yang meraih sukses box office, penghargaan di dalam negeri sampai berbagai festival dan pasar film internasional di Los Angeles, Cannes, Pusan, Berlin, Hong Kong, Amsterdam, Sydney dan Moscow, kami sangat senang dan terhormat akan reaksi penonton yang luar biasa besar dan antusias terhadap kisah penting tentang pengorbanan para pahlawan demi persatuan, toleransi beragama, dan kemerdekaan,” papar Hashim Djojohadikusumo selaku produser eksekutif.

Sejak Juli 2010, sambung Hashim, saat 200 trailer dari sekuel kedua Trilogi Merdeka ini diputar di bioskop se nusantara, sudah menjadi film paling ditunggu. Memang kisahnya berlanjut ke skala lebih besar baik di darat, laut, dan udara dengan adegan-adegan laga yang lebih besar. Ditambah konflik dramatis yang lebih dalam, intrik dengan kejutan tak terduga, pengkhianatan, dan spionase. Film ini juga memfokuskan pada peran perempuan, anak dan Belanda pada masa Revolusi.

“Kami memilih saat Idul Fitri untuk merilis film ini, karena liburan Lebaran merupakan momen dimana keluarga berkumpul dan film kedua ini sungguhlah tepat untuk berbagi bersama di antara generasi berbeda dalam keluarga Indonesia,” jelas Hashim.

Film ini memperlihatkan bagaimana semua orang dari usia, jender, agama, kelas sosial dan etnis berbeda justru bersatu – perempuan dan anak-anak, tua dan muda, Muslim dan Kristen, Hindu maupun agama lain dan berbagai suku, mengorbankan semuanya bukan demi uang tapi untuk kemerdekaan.

Film ini menyampaikan pesan-pesan toleransi, saling menghargai, kebersamaan, saling tolong-- nilai-nilai dasar untuk karakter bangsa yang dimulai dari keluarga, tambah Hasyim.

Indonesia telah memberikan contoh yang luar biasa kepada dunia dengan nilai-nilai tersebut sejak kelahiran bangsa ini, namun kisah ini tidak terlalu dikenal dari yang seharusnya, sambung Rob Allyn, produser eksekutif dan penulis skenario.

“Tujuan kami adalah untuk berbagi cerita tentang kemerdekaan, pengorbanan, persatuan dan toleransi baik bagi generasi Indonesia saat bersama keluarga, maupun untuk di luar negeri yang telah merespon dengan positif lewat film pertama Merah Putih,” sambung Rob.

Darah Garuda mengikuti sebuah kelompok heroik para kadet yang menjadi tentara gerilya tahun 1947. Mereka, para pejuang terpecah oleh rahasia-rahasia mereka di masa lalu dan konflik yang tajam dalam hal kepribadian, kelas sosial dan agama, keempat lelaki muda bersatu untuk melancarkan sebuah serangan nekat terhadap kamp tawanan milik Belanda demi menyelamatkan para perempan yang mereka cintai.

Para kadet ini terhubung dengan kantor pusat Jendral Sudirman, dimana mereka diberi sebuah tugas sangat rahasia di belakang garis musuh di Jawa Barat. Sebuah serangan gaya komando pada lapangan udara vital, yang dapat membalikkan perlawanan para pemberontak melawan kezaliman, yang telah dilakukan Jendral Van Mook pada Agustus 1947.

Kelompok gerilya ini menembus dalam ke Jawa Barat, dan bertemu kelompok lain dari separatis Islam, juga sekutu baru maupun yang potensial berkhianat: mata-mata kolonial dengan pangkatnya sendiri dan sekutu orang-orang sipil dari jalanan; dan musuh lama yang bertanggung jawab atas intelejen Belanda.

Dikepung oleh musuh yang mengelilingi, baik musuh dari luar maupun dari dalam, para pahlawan ini harus bersatu dan saling percaya karena mereka berjuang melawan intrik, perkelahian jarak dekat, pengkhianatan dan kekuasaan luar biasa sebuah maha kekaisaran Eropa, demi mengejar satu tujuan: Kemerdekaan.

Darah Garuda memasangkan keahlian sinematik dari penata sinematografi terhandal di Indonesia, Yadi Sugandi (Laskar Pelangi, Under The Tree, The Photograph) dengan kekuatan penyutradaraan dinamis dari bintang baru Conor Allyn, yang keahlian berceritanya sebagi penulis dan produser trilogi Merah Putih, memadukan drama dan laga dalam cara bertutur gaya gerak memancang.

Bersama, Yadi Sugandi dan Conor Allyn berhasil menyutradarai sebuah saga peperangan yang hidup dengan alur cepat di darat, laut, dan udara, yang merupakan film epik terbesar dan paling profesional dalam sejarah bangsa, penuh laga, ketegangan, kejutan dan kelokan, intrik, romansa, humor dan penampilan dramatis oleh para pemain yang mempesona dari bakat terbaik perfilman Asia Tenggara.

Dibesut dalam format 35-milimeter berdurasi 100 menit, Film ini menampilkan adegan-adegan action memukau yang melibatkan ahli perfilman internasional terbaik dalam bidang efek khusus dan tata teknis lain yang berpengalaman di perfilman Hollywood. Dengan tim penyutradaraan baru Yadi Sugandi dan Conor Allyn, Darah Garuda dan film ketiga yang nanti akan muncul dari trilogi ini, Hati Merdeka.

Digawangi oleh para pembuat film profesional Indonesia dan Hollywood yang terkenal dengan film-film perangnya, dan mengkombinasikannya dengan jajaran aktor dan kru yang mumpuni ditambah saran-saran teknis dari Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI), yang telah menjadi penasehat teknis dan historis untuk Trilogi Merdeka, DARAH GARUDA mengingatkan untuk membangkitkan kembali spirit perjuangan dan nasionalisme yang sekarang ini mulai pudar.

Film ini adalah pengingat tentang bagaimana para pendiri bangsa berjuang dengan gagah berani demi persatuan dan kemerdekaan negara kita terlepas dari berbagai perbedaan agama, etnis, kelas sosial dan budaya, sambung Hashim, yang kehilangan dua pamannya pada saat perang ketika mereka terbunuh di Lengkong, Tangerang, Jawa Barat pada 1946, dan ayahnya Sumitro Djojohadikusumo adalah salah satu Bapak Bangsa.

“Tujuan kami adalah untuk menghibur penonton dengan sebuah film yang mengkombinasikan laga, drama, humor, kisah cinta, tragedi kemanusiaan dan cerita kehidupan pribadi yang kuat, sehingga kita dapat menginspirasi seluruh generasi baru dengan spirit generasi sebelum kita yang telah berjuang dan berkorban demi kemerdekaan Indonesia yang kita nikmati sekarang ini," tambahnya. (endy)


Film : Darah Garuda: Merah Putih II

Sutradara : Yadi Sugandi dan Conor Allyn

Produser executif : Hashim Djojohadikusumo

Penyunting gambar : Sastha Sunu

Koordinator Efek Khusus : Adam Howarth (Saving Private Ryan, Blackhawk Down)

Ahli Persenjataan : John Bowring (The Matrix, The Thin Red Line, Australia, Wolverine, Merah Putih)

Tata Rias dan Prostetik : Conor O’Sullivan (The Dark Knight, Saving Private Ryan, Braveheart).

Koordinator Laga : Scott McLean (The Matrix, The Pacific-sekuel terbaru dari Steven Spielberg/Tom Hanks Band Of Brothers),

Asisten Sutradara : Andy Howard (From Hell, Wanted, Hellboy)

Teknisi Ahli Efek Khusus : Graham Riddell (Robin Hood, Batman Begins, Star Wars I, Band Of Brothers, Kingdom Of Heaven).

Pemain : Donny Alamsyah, Rahayu Saraswati, T. Rifnu Wikana, Lukman Sardi, Astri Nurdin, Darius Sinathrya, Atiqah Hasiholan, Ario Bayu, Rudy Wowor, Alex Komang dan memperkenalkan aktor cilik Aldy Zulfikar.

0 komentar:

Posting Komentar

hackerandeducation © 2008 Template by:
SkinCorner