Diri pribadi adalah suatu ukuran kualitas yang memungkinkan seseorang untuk dianggap dan dikenali sebagai individu yang berbeda dengan individu lainnya. Kualitas yang membuat seseorang memiliki kekhasan sendiri sebagai manusia ini, tumbuh dan berkembang melalui interaksi sosial, yaitu berkomunikasi dengan orang lain. Individu tidak dilahirkan dengan membawa kepribadian.
Pengalaman dalam kehidupan akan membentuk diri pribadi setiap manusia, tetapi setiap orang juga harus menyadari apa yang sedang terjadi dan apa yang telah terjadi pada diri pribadinya. Kesadaran terhadap diri pribadi ini pada dasarnya adalah suatu proses persepsi yang ditujukan pada dirinya sendiri.
Persepsi Terhadap Diri Pribadi (self-perception)
Proses psikologis diasosiasikan dengan interpretasi dan pemberian makna terhadap orang atau objek tertentu, dikenal dengan persepsi. Menurut Fisher, persepsi didefenisikan sebagi interpretasi terhadap berbagai sensasi sebagai representasi dari objek-objek eksternal, jadi persepsi adalah pengetahuan yang dapat ditangkap oleh indera kita, karenanya persepsi mensyaratkan:
1. adanya objek eksternal yang dapat ditangkap oleh indera kita.
2. adanya informasi untuk diinterpretasikan.
3. menyangkut sifat representatif dari penginderaan.
Karenanya persepsi tidak lebih dari sekedar pengetahuan mengenai apa yang tampak sebagai realitas bagi diri kita. Realitas yang kita persepsikan seringkali adalah yang paling jelas, pribadi, penting dan terpercaya bagi kita. Sementara indera kita punya keterbatasan, karenanya bisa jadi pengetahuan yang kita simpulkan bukanlah suatu kenyataan yang sebenarnya.
Sifat-sifat persepsi
Persepsi terjadi di dalam benak individu yang mempersepsi, bukan didalam objek dan selalu merupakan pengetahuan tentang penampakan. Maka apa yang mudah menurut kita belum tentu mudah bagi orang lain, atau apa yang jelas menurut orang lain mungkin terasa membingungkan bagi kita. Dalam konteks inilah kita perlu memahami sifat-sifat persepsi:
1. persepsi adalah pengalaman.
Untuk memaknai seseorang, objek atau peristiwa kita menginterpretasikannya dengan pengalaman masa lalu yang menyerupainya. Pengalaman menjadi pembanding untuk mempersepsikan suatu makna.
2. persepsi adalah selektif.
Kita melakukan seleksi pada hal-hal yang kita inginkan saja, sehingga mengabaikan yang lain. Kita mempersepsikan hanya yang kita inginkan atas dasar sikap, nilai dan keyakinan yang ada dalam diri kita, dan mengabaikan karakteristik yang berlawanan dengan keyakinan atau nilai yang kita miliki.
3. persepsi adalah penyimpulan.
Mencakup penarikan kesimpulan melalui suatu proses induksi secara logis. Interpretasi yang dihasilkan melalui persepsi adalah penyimpulan atas informasi yang tidak lengkap. Artinya mempersepsikan makna adalah melompat pada suatu kesimpulan yang tidak sepenuhnya didasarkan atas data sesungguhnya, tapi hanya berdasar penangkapan indra yang terbatas.
4. persepsi tidak akurat.
Setiap persepsi yang kita lakukan akan mengandung kesalahan dalam kadar tertentu. Ini disebabkan oleh pengalaman masa lalu, selektivitas dan penyimpulan. Semakin jauh jarak antara orang yang mempersepsi dengan objeknya, maka semakin tidak akurat persepsinya.
5. persepsi adalah evaluatif.
Persepsi tidak pernah objektif, karena kita melakukan interpretasi berdasarkan pengalaman dan merefleksikan sikap, nilai dan keyakinan pribadi yang digunakan untuk memberi makna pada objek yang dipersepsi. Kita cenderung mengingat hal-hal yang memiliki nilai tertentu bagi diri kita (bisa sangat baik atau sangat buruk). Sementara yang biasa-biasa saja cenderung kita lupakan dan tidak bisa diingat dengan baik.
Beberapa Elemen Persepsi
1. sensasi/penginderaan dan interpretasi.
Ketika individu menangkap sesuatu melalui inderanya (melihat, mendengar, mencicipi, membau dan meraba) maka secara simultan ia akan menginterpretasikan makna dari hasil penginderaan.
2. Harapan.
Kita cenderung untuk mendengar apa yang kita harapkan untuk didengar dan melihat apa yang kita harapkan untuk dilihat.
3. bentuk dan latar belakang (figure & ground).
Persepsi mencakup pembedaan antara informasi yang menjadi figure (informasi yang dianggap penting/relevan) dan informasi yang menjadi background (informasi yang kurang penting/relevan).
4. perbandingan.
Orang biasanya ingin meyakini kebenaran persepsinya. Caranya adalah dengan melakukan perbandingan berdasarkan pengalaman yang pernah dialaminya.
5. konteks.
Seperangkat fenomena yang mendasari suatu objek untuk dimaknai.
Kesadaran Pribadi (self-awarness)
Identitas diri adalah cara-cara yang kita gunakan untuk membedakan individu satu dengan individu-individu lainnya. Dengan demikian diri adalah suatu pengertian yang mengacu pada identitas spesifik dari individu. Fisher menyebutkan ada beberapa elemen dari kesadaran diri, yaitu konsep diri, self-esteem, dan multiple selves.
1. konsep diri adalah bagaimana kita memandang diri kita sendiri. Umumnya orang menggolongkan diri sendiri dalam tiga kategori;
a. karakteristik atau sifat pribadi adalah sifat yang dimiliki, seperti fisik (laki-laki, perempuan, tinggi, rendah, cantik, tampan, gemuk, dsb). Atau kemampuan tertentu (pandai, pendiam, rajin, cermat dsb)
b. karakteristik atau sifat sosial, misalnya introvert atau ekstrovert, ramah atau ketus, periang atau pendiam.
c. peran sosial, contohnya ayah, ibu, guru, militer, polisi
2. self esteem, merupakan bagian yang inherent dari konsep diri. Self esteem kita adalah bagian dari interpretasi atau penyimpulan dari persepsi diri. Self-esteem berpengaruh pada perilaku komunikasi kita. Jika self-esteem kita tinggi, biasanya kita lebih percaya diri, mandiri dan merasa kompeten.
3. multiselves. Setiap kita kadang memiliki identitas yang berbeda dalam berbagai situasi atau kondisi. Misalnya di kelas sebagai guru, di rumah sebagai ayah.
Memahami orang lain dalam komunikasi
suatu interaksi komunikasi melibatkan dua orang, akan terdapat dua pribadi yang harus dikenali, yaitu diri kita sendiri dari diri orang yang menjadi lawan bicara kita. Walau pun bukan hal mudah, ada tiga jenis informasi yang dapat kita gunakan untuk tujuan itu :
1. menyusun mekanisme proteksi, yaitu kita ingin mengetahui apa yang diharapkannya melalui komunikasi dengan kita.
2. melakukan pemahaman terhadap tujuan orang, kita dapat mengevaluasi kesungguhan atau akurasi dari penampilannya.
Setiap individu melakukan itu dalam rangka mencapai dua tujuan, yaitu mengurangi ketidakpastian dan perbandingan sosial. Ketika pertama bertemu dengan seseorang maka sejumlah pertanyaan muncul dalam diri kita. Selanjutnya kita akan berkomunikasi untuk mendapatkan sejumlah jawaban terhadap sejumlah pertanyaan. Jadi dalam tahap awal komunikasi antarpribadi, kita akan berusaha mengurangi ketidakpastian yang kita rasakan. Upaya ini pada dasarnya merupakan proses pemaknaan, yaitu menghilangkan makna-makna yang tidak sesuai hingga tersisa makna-makna yang kita anggap sesuai.
Perbandingan sosial adalah proses membandingkan diri kita dengan orang lain. Festinger mengatakan biasanya orang melakukan evaluasi diri, yaitu suatu cara untuk mengetahui diri kita sendiri (konsep diri). Selain itu juga kita ingin mengetahui bagaimana menilai diri kita (self esteem). Ketika melakukan perbandingan sosial, kita cenderung untuk membandingkan dengan yang setara. Artinya kita cenderung tidak melakukan evaluasi diri secara objektif, meskipun demikian ini merupakan cara yang sehat untuk menjaga kestabilan konsep diri dan self esteem.
Persepsi Terhadap Orang lain
Proses mempersepsi orang lain mencakup persepsi terhadap karakteristik fisik dan perilaku komunikasi orang tersebut. Steve Duck mengemukakan 3 hal berkaitan dengan itu :
1. perilaku tersebut mungkin terasa menyenangkan bagi kita, karena biasanya kita suka dengan senyuman dan pujian.
2. perilaku tersebut memberi informasi yang kita gunakan untuk membentuk semacam kesan mengenai kondisi internal seseorang (kepribadian, nilai, sikap, keyakinan).
3. perilaku seseorang dapat memberikan perkiraan mengenai kelanjutan hubungan di kemudian hari.
Perilaku Terhadap orang lain
Untuk dapat berkomunikasi secara efektif, kita berharap untuk dapat mempengaruhi persepsi orang lain terhadap diri kita. Kita menginginkan orang lain memiliki penilaian yang baik terhadap diri kita, paling tidak memiliki kesan bahwa kita konsisten dengan tujuan kita berkomunikasi dengannya. Kita dapat berharap bahwa prang lain dapat menjadi teman, pimpinan, pasangan dan berbagai peran sosial lainnya. Meskipun kita tidak bisa mengendalikan persepsi orang seperti yang kita mau, namun kita dapat mengarahkan persepsi mereka sesuai yang kita harapkan. Beberapa konsep yang menjelaskan itu antara lain :
1. impression management. Erving Gooffman mengemukakan bagaimana setiap orang dalam kesehariannya memainkan macam-macam peran kepada orang lain. Tindakan itu sesuatu yang alamiah dan wajar dalam melakukan interaksi sosial. Konsep ini memandang KAP sebagai sebuah drama atau sandiwara. Sebagai partisipan dalam komunikasi kita bukan saja aktor tapi juga penulis skenario yang menulis naskah drama kehidupan nyata kita.
2. rhetorical sensitivity. Dikemukakan oleh Rod Hart dan Don Burks, yang mengacu pada kualitas persepsi yang didasarkan atas kemungkinan-kemungkinan. Menerapkan konsep ini berarti peka terhadap diri sendiri, peka terhadap situasi, dan terutama peka terhadap orang lain. Tindakan ini mencakup pemilihan perilaku komunikasi yang sesuai bagi kombinasi antara diri kita, orang lain, dan situasi tertentu selama kegiatan KAP. Dengan kata lain konsep ini melakukan adaptasi terhadap sejumlah kemungkinan. Terdapat 5 karakteristik dari konsep ini:
a. mampu menerima kompleksitas pribadi.
b. Menghindari sikap kaku/keras dalam berkomunikasi dengan orang lain.
c. Menyeimbangkan kepentingan pribadi dengan kepentingan orang lain.
d. Meyadari kapan harus berkomunikasi dalam berbagai situasi yang berbeda.
e. Menyadarai pesan dapat disampaikan dalam berbagai cara untuk menyamapikan suatu maksud.
3. atributional respons, merupakan cara lain penggunaan proses atribusi melalui perilaku kita sebagai reaksi atas tindakan orang lain. Setiap tindak komunikasi dalam percakapan dapat menyertakan ekspresi atau pernyataan atributif.
4. konfirmasi antar pribadi
Referensi:
1. Sasa Djuarsa S., Teori Komunikasi, Universitas Terbuka, Jakarta. 2003
2. John Fiske, Introduction to Communication Studies, Sage Publications, 1996
3. Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communiation, Wadsworth Publication, New Jersey, 1996.
0 komentar:
Posting Komentar