Select Language

Selasa, 03 Juni 2014

Project KFX/IFX : Hambatan, Tantangan dan Peluang Sebagai Jet Tempur Indonesia di Masa Datang

Tak terasa sudah sebulan lebih saya tidak menulis artikel yang dalam dan mendetail. Dua postingan saya terakhir bisa dikatakan hanyalah postingan yang “standard’ yang hanya berupa berita terkait Hibah F-16 tanpa analisa yang mendetail. Itu karena kesibukan yang saya jalani saat ini belum memungkinkan saya menulis artikel yang “dalam” yang tentu saja memerlukan tenaga, waktu dan pikiran yang fokus.

Namun kali ini saya kembali menulis artikel yang mendetail lagi. I’m back… hehehe.. Sama seperti artikel artikel detail saya sebelumnya, artikel kali ini pun akan membahas hal-hal yang sangat jarang sekali dijumpai di blog maupun forum militer lainnya. Ini sejalan dengan tekat saya untuk menjadikan blog AnalisisMiliter.com ini menjadi blog independent yang memberikan analisa yang dalam dan unik. Mendalam dalam artian memberikan pencerahan dengan sudut pandang baru, dan unik dalam artian memberikan tulisan yang berbeda dari blog atau forum manapun.

Topik yang saya bahas kali ini adalah mengenai Project KFX/IFX, yang merupakan project development Jet Tempur generasi 4.5 kerjasama Korea Selatan dengan Indonesia. Seperti kita ketahui bahwa project ini sudah mengalami beberapa kali penundaan, baik sebelum Indonesia bergabung maupun setelah Indonesia bergabung. Ketika Korea Selatan memutuskan untuk menunda project KFX/IFX selama satu setengah tahun di akhir tahun 2012 lalu, banyak pihak yang mempertanyakan kejelasan nasib Project KFX/IFX ini. Namun, belakangan ini nasib project KFX/IFX ini sudah mendekati akan dilanjutkan kembali, terlebih saat Korea Selatan memutuskan F-35 A sebagai pemenang tender FX-III mereka.

Kabar Terbaru Project KFX/IFX

Tanggal 5 January 2014 lalu, Korea Times memberitakan bahwa Pemerintah Korea Selatan sudah memberikan lampu hijau bahwa Porject ini akan segera dimulai kembali. Harian itu memberitakan bahwa saat ini pihak komite pembuat keputusan sedang dalam tahap menentukan design final dan mesin yang akan digunakan dalam project ini. Disebutkan juga bahwa Departemen Pertahanan Korea, Joint Chief of Staff (semacam komite gabungan petinggi militer Korea) dan Defense Acquisition Program Administration (DAPA, bisa dibilang mirip High Level Commite Indonesia) akan memberikan rekomendasi kepada Komite Pembuat Keputusan di awal Februari ini.

Disebutkan juga bahwa Korea Selatan menyediakan dana sekitar $19 Juta untuk keperluan mengambil keputusan design mana yang akan diambil sebagai dasar pengembangan Project KFX/IFX ini. Project KFX/IFX ini sendiri ditargetkan oleh pihak Korea Selatan untuk mulai diterima oleh Angkatan Udara Korea di tahun 2023. Dan total pesanan Korea Selatan yang sebesar 120 unit (di sumber lain di sebut 200 unit) akan selesai 7 atau 8 tahun setelah pesanan pertama tiba. Itu artinya target pengirimannya adalah tahun 2023-2030.

Dari pihak Indonesia sendiri sudah di konfirmasi oleh Kemenhan bahwa project ini akan tetap di lanjutkan. Kemenhan Indonesia sendiri sudah memberikan keterangan pers bahwa Indonesia akan menyediakan dana sebesar $5 Juta sebagai dana riset untuk memasuki tahap Enginering Manufacturing Design (EMD) project KFX/IFX ini. Pernyataan ini semakin di pertegas ketika Wakil Menteri Pertahanan Indonesia menerima kunjungan Deputi Menteri Kantor Anggaran, Kementerian Strategi dan Keuangan Korea Selatan, Bang Moon Kyu, di Kantor Kemhan RI, Jakarta, 13 January 2014 lalu. Pertemuan ini membicarakan secara khusus masalah kerjasama project KFX/IFX.

Dari petikan diatas dapat dipastikan bahwa ada dana sekitar $25 juta gabungan dari kedua negara untuk membawa project KFX/IFX ini memasuki tahap Enginering Manufacturing Design (EMD). Sebagai informasi, tahap EMD inilah yang akhir tahun 2012 lalu di tunda. Sebagai informasi pula, tahap EMD ini adalah tahap paling menentukan dalam project KFX/IFX ini. 

Keputusan Akhir Design dan Mesin untuk Project KFX/IFX

Pada tahapan Enginering Manufacturing Design (EMD) ini, sudah harus ditentukan design akhir yang akan dipakai. Selain itu, harus sudah di tentukan apa jenis mesin yang akan digunakan. Ini adalah tahap yang sangat krusial dan sangat menentukan. Sebagai informasi, tahun 2012 yang lalu telah diajukan 2 kemungkinan design untuk digunakan di project ini, yaitu design C-103 dan C-203. Penentuan design yang mana yang akan di pakai, juga sangat dipengaruhi oleh pemenang tender FX-III Korea Selatan. Jika pemenang tender FX-III Korea Selatan adalah F-35 A atau F-15 Silent Eagle, maka KFX akan menggunakan design C-103. Sedangkan jika pemenang tender FX-III ini adalah EF Typhoon, maka KFX akan menggunakan design C-203. Hal ini merupakan bagian Transfer of Technology dari pemenang tender FX-III ke project KFX/IFX. Kabar terakhir tender FX-III sepertinya sudah dimenangkan oleh F-35 A, sehingga kemungkinan design yang dipakai adalah design C-103. 

Namun di tahun 2013 lalu, ketika project KFX/IFX ini masih dalam masa vakum (ditunda), Korean Aerospace Industrie (KAI alias PT DI nya Korea) mengajukan design yang berbeda yaitu design KFX-E. Berbeda dengan design C-103 dan C-203 sebelumnya yang keduanya adalah design dengan 2 mesin, maka design KFX-E yang ajukan oleh KAI ini adalah single engine.

Dengan demikian bisa ditarik kesimpulan sementara bahwa design yang kemungkinan akan dipakai tinggal 2 yaitu design C-103 (terkait dengan pemenang tender FX-III) dan design KFX-E yang di usulkan oleh KAI. Pertanyaannya sekarang adalah design yang mana yang akan digunakan? Sebagai informasi tambahan design C-103 adalah design yang dihasilkan dalam tahap Technical Development (TD) yang diikuti oleh ADD Korea Selatan, KAI Korea dan Tim Indonesia. Sedangkan design KFX-E adalah murni usulan KAI Korea tanpa melibatkan pihak ADD Korea dan Tim Indonesia. 

Dibeberapa artikel lain yang saya sebagai admin AnalisisMiliter.com baca sebelumnya, saya memperoleh informasi bahwa ADD Korea Selatan dan pihak Indonesia sedikit ngotot untuk menggunakan design dengan dua mesin, yaitu design C-103. Sedangkan KAI menginginkan design dengan 1 mesin yaitu KFX-E untuk memudahkan dalam memperoleh teknologinya. Sebagai informasi pula, kita harus ingat bahwa dalam project KFX/IFX ini, persent sharing yang dimiliki KAI hanya 20%, sisanya adalah 60% share Pemerintah Korea (diwakili ADD Korea) dan 20% share Indonesia. Itu artinya suara gabungan ADD Korea dan Indonesia lebih besar dalam menentukan final design dibandingkan dengan KAI. Itu juga berarti konsep design C-103 sepertinya tetap lebih berpeluang menjadi pilihan.

Sekarang mari kita bahas, mesin apa yang akan digunakan dalam project KFX/IFX ini. Dari beberapa artikel yang saya baca sejak 2011 sampai saat ini, ada beberapa kemungkinan type mesin yang digunakan yaitu mesin F414 (mesin Super Hornet), EJ200 (Mesin EF Typhoon), Snecma M88-2 (Mesin Dasault Rafale), dan F110-GE-129 (Mesin KF-16 dan F-15K). Dan dari beberapa artikel lain yang admin AnalisisMiliter.com pelajari, diperoleh informasi bahwa Dry Thrust yang diharapkan untuk design C-103 adalah sekitar 24.000 sampai 27.000 pounds serta 36.000 sampai 44.000 pounds thrust dengan after burner. Sedangkan untuk design KFX-E, Dry Thrust yang diharapkan adalah sekitar 18.000 pounds dan 29.000 pounds thrust dengan afterburner. Berangkat dari data ini, mari kita perhatikan data mesin yang mungkin di gunakan dibawah ini :


Perbandingan kandidate mesin KFX


Dari data diatas dapat kita simpulkan bahwa untuk design KFX-E (single engine), maka pilihan mesin yang memenuhi Kriteria hanya F110-GE-129. Selain memenuhi kriteria, mesin ini juga sudah digunakan di KF-16 dan F-15 K milik Korea Selatan, sehingga akan menjadi nilai plus di mata Korea Selatan. Sedangkan untuk design C-103 (dual engine), pilihan yang memenuhi kriteria adalah F414, EJ200 dan Snecma M88-2. Mesin F110-GE-129 tidak masuk kedalam kriteria karena akan memberikan Thrust yang lebih besar dari yang di harapakan. Dengan kata lain, mesin F110-GE-229 akan menghasilkan KFX sebagai fighter kelas berat, bukan lagi kelas menengah seperti tujuan awal. Nah dari tiga mesin (F414, EJ200, Snecma M88-2), sepertinya mesin F414 yang memberikan Thrust yang paling maksimal baik tanpa atau dengan after burner. Pilihan kedua kemungkinan akan jatuh ke mesin EJ200 yang memberikan Thrust yang sedikit dibawah F414. Pilihan ketiga adalah Snecma M88-2, yang sepertinya memberikan Thrust yang relatif lebih rendah dari dua kandidat lain. Faktor lain yang menyebabkan F414 lebih diunggulkan adalah karena masih satu keluarga dengan mesin F404 yang digunakan oleh T-50 Golden Eagle family.

Design C-103 Vs KFX-E Dalam Perspektif Indonesia

Pada keterangan diatas kita sudah membahas sedikit tentang kemungkinan design dan mesin yang akan digunakan. Namun pandangan diatas adalah dari perspektif umum, tanpa memandang kepentingan Nasional Indonesia didalamnya. Maka sekarang, tiba lah saatnya kita memandang pilihan-pilihan diatas dalam perspektif kepentingan Nasional Indonesia. Ini penting, karena tujuan awal Indonesia ikut kedalam project KFX/IFX ini juga tentunnya berdasarkan kepentingan Nasional Indonesia.

Berangkat dari isu kepentingan Nasional Indonesia, design KFX/IFX manakah yang paling memberikan keuntungan kepada Indonesia? Sebelum menjawab pertanyaan ini, ada baiknya kita membuat perbandingan kedua design dan dibandingkan dengan pesawat tempur yang sudah operasional saat ini. Perhatikan data di bawah ini :


Perbandingan kandidate mesin KFX


Dari data diatas dapat kita lihat bahwa dimensi fisik design KFX-E sedikit lebih besar dari KF-16 milik Korea Selatan. Berat kosong dan Internal Fuel KFX-E lebih besar sedikit diatas KF-16 Korea. Dengan perkiraan mesin yang sama (F110-GE-129), maka bisa di simpulkan bahwa kemampuan KFX-E tidak akan jauh berbeda dari KF-16. Bahkan dengan berat kosong dan internal fuel yang lebih besar, maka dengan mesin yang sama bisa disimpulkan bahwa KF-16 akan lebih lincah dibandingkan dengan KFX-E.

Lalu apakah design KFX-E ini dibutuhkan oleh Indonesia? Saya pribadi belum tau secara detail spesifikasi KFX yang di inginkan Indonesia. Berita terakhir yang saya dengar dari Angkasa Online (6 Feb 2014), disebutkan bahwa Indonesia menginginkan pesawat dengan Maximun Take Off Weight (MTOW) sebesar 50.000 pounds. Dari speksifikasi diatas, jelas terlihat bahwa KFX-E ini hanya memeliki MTOW sebesar 46.000 pounds yang tidak akan berbeda jauh dari F-16 Block 52. Mungkin yang menjadi keunggulannya hanyalah Radar AESA dan design airframe yang memungkinkan nilai RCS-nya lebih kecil dari F-16 Block 52. Disini saya melihat tidak banyak nilai plus bagi Indonesia jika KFX menggunakan design KFX-E ini. Dibandingkan dengan jet tempur generasi 4+ sekarang ini seperti F-16 Block 60, F-18 Super Hornet, EF Typhoon, Rafale, dan lainnya, praktis design KFX-E ini tidaklah terlalu spesial.

Nilai plus yang paling mungkin diterima Indonesia jika KFX menggunakan design KFX-E adalah kesempatan belajar membuat pesawat tempur dari awal. Selain itu tentunya, tentunya ada nilai plus lain dimana memungkinkan adanya jenis-jenis senjata baru yang bisa diaplikasikan di KFX-E ini yang selama ini belum ada di jet tempur lain. Namun sejauh ini, ini masih hanya sebatas kemungkinan karena teknologi senjata baru seperti rudal, bom pintar baru dan lainnya masih dalam tahap pengembangan di Korea. Hal lain yang menjadi nilai plusnya adalah design KFX-E yang lebih simple tentunya akan membuat project KFX ini bisa lebih cepat selesai dibandingkan dengan menggunakan design C-103.

Lalu bagaimana dengan design C-103? Kita misalkanlah design C-103 ini dipakai dengan menggunakan mesin F414-400 yang sama dengan F-18 Super Hornet. Dibandingkan dengan design KFX-E, design C-103 ini lebih menjanjikan baik dari segi dimensi fisik, maupun dalam masalah RCS. Design C-103 sudah menyediakan ruang untuk memungkinkan adanya Internal Waepon Bay di masa datang. Namun Internal Waepon Bay ini direncanakan baru akan digunakan di KFX Block 2. Sementara produksi awal (Block 1), belum menggunakan Internal Waepon Bay. Itu artinya design C-103 memiliki peluang untuk meningkatkan kemampuan “Stealth” dimasa datang. Untuk Block I ditargetkan nilai RCS-nya berada di level 0.1-1.0 m2, yang artinya tidak terlalu berbeda jauh dibandingkan dengan Rafale, Super Hornet dan Typhoon yang RCS-nya berada di level 0.3-1 m2. Namun design C-103 yang mempunyai space untuk digunakan untuk Internal Weapon Bay dimasa datang, memungkinkan untuk bisa memiliki nilai “Stealth” yang lebih baik dibandingkan Super Hornet, Rafale, F-16 Block 60 dan Typhoon. Ini berarti design C-103 ini cukup memiliki keunggulan dibandingkan dengan jet tempur sekelasnya tersebut. Dengan pertimbangan ini, maka ada baiknya Indonesia tetap untuk tetap fokus kepada design C-103.

Prospek Design C-103 dibandingkan dengan Jet Tempur Generasi 4++ Saat ini

Jika sebelumnya kita sudah membandingkan design KFX-E dengan design C-103, maka sekarang saatnya kita membandingkan konsep design C-103 dengan jet tempur generasi 4++ yang ada saat ini. Fokus perbandingan kita kali ini adalah dimensi fisik, mesin, radar signature, dan kemampuan radar. Namun karena design C-103 belum di tentukan jenis radar dan mesinnya, maka kita terlebih dahulu membuat asumsi radar dan mesin C-103 yang akan digunakan. Untuk mesin, kita asumsikan bahwa C-103 akan menggunakan 2 mesin F414-400 yang sama dengan mesin F-18 Super Hornet. Untuk radarnya, di beberapa sumber direncanakan KFX akan menggunakan radar AESA LIG NEX1 yang memiliki diameter 800mm dan 1132 T/R Module. Namun setelah saya telusuri radar tersebut di peruntukkan untuk design C-103iA yang tidak jadi digunakan. Dan sebagai informasi, design C-103 lebih kecil dari design C-103iA, yang artinya kemungkinan radarnya akan lebih kecil dari 800mm. Untuk itu, kita asumsikan radar yang akan digunakan di design C-103 adalah radar APG-79 AESA yang sama dengan radar Super Hornet. Diameter radar ini adalah 700 mm dengan 1100 T/R Module.

Pesawat yang akan kita bandingkan dengan design C-103 adalah pesawat kelas medium fighter generasi 4++ yang sudah beroperasi saat ini. Adapun yang kita jadikan perbandingan adalah F/A-18 E/F Super Hornet, F-16 Block 60, Rafale, Typhoon Trance 3, Gripen NG serta dengan satu pesawat generasi 5 yaitu F-35. Adapun data perbandingannya yang saya ambil dari berbagai sumber, dapat dilihat pada tabel di bawah ini :


Perbandingan KFX dengan Gen 4++


Dari data diatas, dapat kita lihat bahwa design C-103 dengan 2 mesin F414-400 akan menghasilkan dry thrust yang relatif setara dengan F-18 E, F-35 A, Typhoon, dan Rafale. Dan tentunya lebih besar dibandingkan dengan F-16 Block 60 ataupun Gripen E. Sedangkan untuk masalah radar signature, C-103 memiliki ruangan yang bisa dijadikan sebagai Internal Waepon Bay di masa datang, yang memungkinkan untuk mengurangi RCS dimasa datang. Pesawat Generasi 4++ lainnya, praktis tidak ada yang mempunyai kapabilitas ini.

Sedangkan untuk kemapuan mengendus lawan, kemampuan radar AESA akan ditentukan oleh Power per element dan jumlah T/R Module yang digunakan. Selain itu juga akan ditentukan oleh Frekwensi radar dan juga besarnya RCS target. Dan tentunya beberapa faktor lainnya. Dengan mengasumsikan KFX akan menggunakan Radar yang setara dengan radar APG-79 AESA yang memiliki power per elemen sebesar 16 watt, dan bekerja di x-band maka kita bisa menghitung perkiraan jangkauan radarnya. Nah untuk perkiraan ini, kita akan membuat beberapa variasi jumlah T/R Module untuk radar KFX, mulai dari 900 sampai dengan 1200 T/R Module. Perhitungan ini akan menggunakan parameter-parameter dibawah yang saya ambil dari berbagai sumber. Parameter ini dihitung dengan menggunakanaplikasi AESA Calculator buatan agan @StealthFlanker. Perhatikan parameter dibawah ini :


Perhitungan deteksi Radar AESA


Dari perhitungan dengan menggunakan metode diatas, dengan beberapa variasi jumlah T/R Module (Number of Element) sebagai kemungkinan radar AESA KFX, diperoleh hasil sebagai berikut :


Perbandingan Radar KFX dengan Gen 4++


Untuk membandingkan kemampuannya dengan pesawat lain, didalam grafik saya menyertakan kemampuan radar Irbis-E Su-35 BM, radar APG-63 V3 F-15 SG, radar N-011M Bars Su-30 MKI/MKM, radar APG-80 F-16 Block 60 dan radar N-001 VEP Su-30 MK2. Target untuk setiap radar adalah sama yaitu RCS 3 m2. Untuk radar non KFX ini, saya tidak menghitungnya, tetapi mengambil datanya dari beberapa sumber yang menyediakan datanya.

Dari data grafik diatas, dapat dilihat bahwa radar AESA KFX dengan power per element sebesar 16 watt dan dengan 900 T/R Module akan memberikan kemampuan deteksi RCS 3m2 dari jarak 124.1 Km. Kemampuan ini relatif setara dengan kemampuan radar APG-80 F-16 Block 60. Dengan 1000 T/R Module akan memberikan kemampuan deteksi sasaran yang sama dari jarak 134.3 Km yang sedikit lebih baik dari F-16 Block 60. Kemampuan ini bahkan jauh lebih baik dibandingkan dengan kemampuan radar N-001 VEP yang dipakai oleh Su-30 MK2 Indonesia saat ini. 

Dengan jumlah T/R Module sebanyak 1100 element, akan memberikan kemampuan deteksi sasaran yang sama dari jarak 144 Km. Sedangkan dengan menggunakan 1200 element akan menghasilkan kemapuan deteksi sekitar 153.9 Km yang bisa dikatakan setara dengan kemampuan radar N-011 M Bars Su-30 MKI/MKM mendeteksi sasaran yang sama. Dan tentunya lebih baik dari kemampuan radar F-16 Block 60 dan Su-30 MK2.

Lalu pertanyaannya berapa kira-kira jumlah T/R Module yang akan digunakan pada radar KFX nanti? Sampai saat ini belum ada keputusan final. Tetapi dengan melihat dimensi fisik design C-103 yang lebih kecil dari F/A-18 Super Hornet, maka bisa di simpulkan bahwa diameter radar dan jumlah T/R Module radar KFX C-103 tidak akan lebih banyak dari radar APG-79 AESA milik F-18 Super Hornet. Radar APG-79 memiliki diameter 700 mm dengan 1100 T/R Module. Dengan asumsi ini, maka kemungkinan radar KFX akan menggunakan T/R Module antara 900 – 1100 element. Sehingga bisa diambil kesimpulan sementara bahwa kemampuan radarnya akan lebih baik sedikit dari radar F-16 Block 60 dan Su-30 MK2 dan relatif setara dengan radar Su-30 MKI/MKM, namun tidak lebih baik dari kemampuan radar Su-35 BM dan F-15 SG. Dengan kata lain, kemampuan radar KFX ini kemungkinan akan relatif setara dengan radar F/A-18 E/F Super Hornet.

Kemampuan radar AESA yang akan digunakan di EF Typhoon, Rafale F3, Gripen E/F dan generasi 4++ yang lain saya belum memperoleh datanya. Tetapi dari beberapa sumber yang saya baca, disebutkan bahwa kemampuan radar AESA nya tidak akan berbeda jauh dari radar AESA F-16 Block 60. Sehingga bisa diambil perkiraan kasar bahwa kemampuan KFX dengan design C-103 dan dengan radar AESA yang memiliki 900 sampai 1100 T/R Module akan relatif lebih baik dari radar AESA Typhoon, Rafale, Gripen E/F dan F-16 Block 60. Selain tiu, dengan design yang memungkinkan untuk pengurangan nilai RCS dan adanya opsi Internal Waepon Bay dimasa yang akan datang, akan membuat KFX dengan design C-103 ini cukup memiliki peluang untuk menjadi andalan Indonesia dimasa akan datang.

Hambatan dan Tantangan KFX Project KFX

Jika diatas kita sudah memjabarkan bahwa KFX dengan design C-103 cukup berpeluang untuk menjadi fighter andalan Indonesia dimasa datang, maka sekarang kita akan menelaah tantangan dan hambatan yang akan dihadapi Indonesia dan Korea Selatan dalam project ini. Tantangan dan hambatan yang paling nyata saat ini dihadapi adalah masalah ToT yang diharapkan sebagai masukan dalam Project KFX ini. Sampai saat ini, Lockhead Martin memang sudah menyebutkan bahwa mereka berkomitmen untuk membantu project KFX sebagai bagian ToT tender FX-3 yang kemungkinan besar akan dimenangkan Lockhead Martin dengan F-35 A nya. Namun yang menjadi pertanyaan adalah seberapa banyak ToT yang akan diberikan ke project KFX ini? Dan apakah ToT dari Lockhead Martin ini sudah mencukupi untuk semua teknology yang dibutuhkan dalam project KFX ini? Pertanyaan ini tentunya belum bisa dijawab sampai dengan ada informasi resminya. Namun dari sejarah pengembangan T-50 family, dapat dilihat bahwa Lockhead Martin memberikan ToT yang cukup banyak sebagai bagian pembelian ratusan F-16 oleh Korea Selatan. Sekarang, semoga peranan LM dalam project T-50 ini bisa juga diterapkan sama baiknya dalam project KFX ini.

Tantangan lain yang harus dihadapi oleh tim pengembang KFX ini adalah masalah time line project. Dibeberapa sumber disebutkan bahwa prototype KFX ini diharapkan sudah mulai dibuat di tahun 2018, dan diharapkan di tahun 2023 akan mulai masuk kepada masa produksi massal tahap pertama. Di sisi Indonesia sendiri diharapkan KFX/IFX akan mulai masuk ke inventory TNI AU di tahun 2025. Jika dilihat dari time line yang dibuat, maka kemungkinan ini bisa terjadi. Namun pertanyaannya adalah apakah project ini akan berjalan mulus saja sehingga bisa sesuai time line? Atau jika ada masalah di tengah jalan ataupun ada kendala yang menghambat, apakah project ini masih bisa sesuai dengan time line? Ini juga satu pertanyaan yang masih sulit untuk di jawab, namun segala kemungkinan masih bisa terjadi. Dan tentunya kita berharap project ini akan bisa selesai dengan hasil yang baik dan dengan waktu yang sesuai dengan harapan. Perhatikan gambar master plan KFX/IFX ini (sebelum ditunda di 2013) di bawah ini :

Time Line Project KFX/IFX


Banyak sekali pihak yang meragukan bahwa project KFX/IFX ini akan bisa selesai sesuai time line diatas. Banyak pihak yang membandingkan project ini dengan project F-35 yang butuh waktu puluhan tahun untuk berhasil. Sehingga banyak yang mengambil kesimpulan bahwa time line KFX ini mustahil untuk terjadi. Alasannya adalah jika Amerika dan beberapa negara Eropa yang memiliki kemampuan dirgantara yang wahid saja butuh puluhan tahun untuk berhasil, maka Korea Selatan dan Indonesia yang tidak terlalu istimewa kemampuan dirgantaranya tentu memerlukan waktu yang lebih lama lagi untuk berhasil mengembangkan project kFX/IFX ini. Namun satu hal yang sering dilupakan orang adalah perbedaan mendasar pola pengembangan F-35 dengan KFX/IFX. Jika F-35 dikembangkan dengan menggunakan mesin, radar, dan lainnya yang belum ada sebelumnya, maka project KFX/IFX dikembangkan dengan menggunakan mesin dan (mungkin) radar yang sudah ada di pasaran saat ini. Dan beberapa teknologi yang akan diterapkan di KFX/IFX juga sudah tersedia di pasaran saat ini. Hal ini lah yang menyebabkan saya memiliki pandangan yang relatif berbeda dengan banyak rekan-rekan di forum dan blog militer yang meragukan project KFX/IFX ini akan selesai sesuai time line. Namun memang tetap, kemungkinan molornya waktu pengembangan dari jadwal tetap saja bisa terjadi.

Terkait kemungkinan akan molornya waktu produksi project KFX/IFX ini, akan menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia. Lebih parah lagi jika seandainya project KFX/IFX ini akan berhenti di tengah jalan lagi. Pertanyaannya adalah jika kedua skenario ini (Molor atau batal), apakah Indonesia memiliki rencana cadangan untuk menjamin bahwa modernisasi angkatan udara Indonesia tetap berjalan meski tanpa KFX/IFX? Sampai saat ini, belum ada berita resmi dari pemerintah Indonesia terkait isu ini, namun saya kira pihak-pihak yang terlibat dalam mengambil keputusan pasti sudah memikirkannya. Namun seperti apakah itu, saya tidak tau sama sekali. 

Tantangan khusus yang dihadapi Indonesia adalah seberapa mampu Indonesia “mencuri ilmu” dalam project ini sehingga suatu saat Indonesia bisa mulai mandiri? Tentunya ini hal yang sangat penting untuk kita nantikan. Lalu disisi lain, ada satu lagi tantangan yaitu seberapa siapkan Industri Dirgantara Indonesia dalam menyukseskan project KFX/IFX ini. Tentunya kita sangat berharap pemerintah memberikan perhatian yang besar bagi Industri Dirgantara Indonesia agar siap untuk memberikan kontribusi positif bagi project KFX/IFX ini.

Hambatan yang besar juga sedang menanti project KFX ini, dimana Indonesia sebentar lagi akan masuk ke masa Pemilu 2014, dan sebentar lagi pemerintah sekarang akan berganti dengan pemerintah baru. Masih menjadi pertanyaan besar, apakah pemerintah yang baru nanti akan tetap mendukung project KFX/IFX ini? Hal ini karena sampai saat ini, belum ada Undang Undang yang mengikat secara hukum yang bisa memastikan Project KFX/IFX ini akan tetap berjalan walaupun pemerintah sudah berbeda. Namun kita tentunya juga sangat berharap pemerintah Indonesia dimasa yang akan datang juga tetap berkomitmen dengan project ini.

Peluang Besar Project KFX/IFX di tahun 2030an

Telepas dari hambatan dan tantangan yang harus dihadapi, project KFX/IFX ini tetap memiliki peluang besar untuk sukses dimasa datang. Namun itu tetap dengan catatan jika berhasil ya. Dengan kemampuan yang telatif lebih baik dari medium fighter generasi 4++ saat ini, design yang memungkinkan untuk pengurangan nilai RCS dan adanya opsi penggunaan Internal Waepon Bay dimasa datang tentunya menjadikan project KFX/IFX ini memiliki peluang besar. Hal ini karena tidak lain adalah bahwa rata-rata saat ini fighter generasi 4++ yang digunakan dibanyak negara saat ini akan mulai masuk ke masa pensiun di tahun 2030an. Namun, pesawat medium fighter generasi 4++ saat ini kemungkinan akan berhenti produksinya. Sebut saja F-16 yang diberitakan akan berhenti produksi di tahun 2020. Sementara medium fighter lainnya seperti Gripen E/F, Typhoon, Rafale, dan lainnya masih diragukan apakah masih bisa bersaing untuk merebut pasar di tahun 2030an ke atas.

Sementara untuk fighter medium dengan rancangan design yang baru (bukan design tahun 1980an seperti Typhoon, Rafale, dll) praktis sampai saat ini hanya di isi oleh KFX/IFX. Ada juga Turki dengan TFX, namun sepertinya masih belum sejelas KFX nasibnya. Ada juga dari Jepang dan China, namun saya belum memperoleh data lengkapnya. Dengan terlibatnya Lockhead Martin dalam project KFX/IFX, maka ini akan menjadi nilai plus project ini dimata pasar Internasional dimasa yang akan datang. Faktor lain yang memberikan peluang positif bagi KFX adalah bahwa Amerika sebagai produsen fighter yang paling maju saat ini, praktis fokus ke F-35. Dimana tidak semua negara memiliki kemampuan untuk membeli F-35 baik dari segi harga unit maupun biaya operasionalnya nanti. Negara-negara yang tidak mampu membeli F-35 ini tentunya akan mencari alternatif lain, dan KFX ada di segment ini.

Kesimpulan Akhir

Dengan penjabaran diatas semuanya, maka saya sebagai admin AnalisisMiliter.com menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Indonesia sebaiknya tetap pada pendirian sebelumnya untuk memilih design C-103 atau C-203 dibandingkan dengan design KFX-E yang ditawarkan KIA.

2. Design KFX-E yang ditawarkan oleh KAI relatif tidak menawarkan sesuatu yang istimewa dibandingkan dengan medium fighter Generasi 4++ saat ini.

3. Design C-103 hasil TD Phase lalu, relatif lebih baik dari design KFX-E serta memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan medium fighter generasi 4++ saat ini.

4. Peranan Parner Internasional seperti Loackhead Martin akan sangat membantu dalam menyelesaikan project KFX/IFX ini.

5. Dukungan pemerintah baru Indonesia pasca pemilu 2014 akan sangat berarti bagi project KFX/IFX ini.

6. Perlunya Indonesia memiliki rencana cadangan untuk mengantisipasi gagal atau molornya project KFX/IFX ini.

Sampai disini dulu tulisan saya kali ini, semoga apa yang saya tuliskan ini akan berguna bagi para pembaca sekalian. Namun seperti saya sampaikan sebelumnya, bahwa sebagai orang awam, tentunya banyak sekali kekurangan dalam tulisan ini. Untuk itu, koreksi dan kritik dari pembaca sekalian akan sangat bermanfaat bagi kita semua, baik bagi saya sebagai penulis dan semua pembaca artikel ini. Akhir kata, saya sangat berharap project KFX/IFX ini, terlepas dari segala kontroversinya , akan memberikan hal yang positif bagi kemajuan dirgantara Indonesia dan militer Indonesia tentunya. Salam dari saya AnalisisMiliter untuk semua tim yang terlibat. Semoga sukses dan Tuhan Memberkati. Aminnn…

Sumber Referensi

http://www.ausairpower.net/aesa-intro.html
http://www.ausairpower.net/DT-SuperBug-vs-Flanker.html
http://military.people.com.cn/n/2013/0816/c1011-22590605-7.html
http://www.koreatimes.co.kr/www/news/nation/2014/01/116_149209.html
http://dmc.kemhan.go.id/post-wamenhan-ri-terima-kunjungan--deputi-menteri-strategi-dan-keuangan-korea-selatan.html
http://www.koreaherald.com/view.php?ud=20140105000227
http://arc.web.id/berita/602-rapim-kemhan-dari-kfx-hingga-apache-dan-panther.html
http://analisismiliter.com/artikel/part/53/Nasib_Project_KFXIFX_Korea_Selatan_Borong_60_F-35_dan_60_F-15_Silent_Eagle
http://analisismiliter.com/artikel/part/50/Joint_Development_KFX_Korea_Indonesia_di_Ujung_Galau
http://www.youtube.com/watch?v=XMJjhSiNs9c
http://www.aviationweek.com/Article.aspx?id=/article-xml/AW_10_28_2013_p24-629700.xml
http://www.defensenews.asia/kai-proposes-smaller-kf-x-design/
http://pgtyman.tistory.com/entry/C103-%EB%8C%80-KFXE?viewbar
http://www.aviationweek.com/Article.aspx?id=/article-xml/AW_04_29_2013_p46-571780.xml&p=3
Sumber : http://analisismiliter.com

0 komentar:

Posting Komentar

hackerandeducation © 2008 Template by:
SkinCorner