Anonymous Indonesia,(foto: kerrycolison.com) |
Nah, kini terjadi gesekan antara Indonesia dengan Australia di bidang intelijen. ASD (Australian Signals Directorate) diberitakan oleh media Australia (Sydney Morning Herald) melakukan penyadapan di Indonesia atas perintah NSA melalui kantor kedubes Australia di Jakarta. Perdana Menteri (Pemerintah Australia) sebagai end user intelijen (bisa disimpulkan) adalah pemberi perintah kepada ASD, karena prinsip intelijen itu single client . Pemerintah Indonesia, juga beberapa pemimpin di Asia Tenggara termasuk China melancarkan protes keras dan meminta penjelasan. Tetapi hingga kini para pejabat Australia, dan bahkan Perdana Menteri Tonny Abott menolak menjelaskan kegiatan intelijennya di luar negeri, hanya menyimpulkan langkah intelijennya masih dalam koridor hukum.
Menanggapi protes keberatan dari pemerintah Indonesia melalui Menlu Marty Natalegawa, ternyata kedua negara tersebut memberikan jawaban standar formalitas bela diri. "Baik AS maupun Australia tidak dapat mengonfirmasi ataupun menyangkal," ungkap Marty di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Senin (4/11/2013). Marty menambahkan, jawaban yang diberikan oleh Pemerintah AS terhadap Pemerintah Indonesia merupakan jawaban umum yang tidak hanya diterima oleh Indonesia, tetapi juga negara lain yang telah menjadi korban penyadapan AS. "Untuk pemerintah AS, mereka mengaku masih dalam tahap mengevaluasi kebijakan mereka," ungkap Marty. Sementara pemerintah Australia menyatakan tidak akan menjelaskan kegiatan intelijennya di luar negeri.
Dalam kondisi rasa tidak puas pemerintah dan rakyat Indonesia, maka beberapa kelompok hacker Indonesia secara individu dan kelompok melakukan serangan bergelombang terhadap situs-situs di Australia tanpa pandang bulu. Mereka meninggalkan pesan hanya akan berhenti menyerang apabila pemerintah Australia memberi penjelasan perihal penyadapan yang mereka lakukan.
Yang mengejutkan, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso tak menyalahkan aksi ini dan bahkan mendukung. "Kalau kita dilakukan seperti ini (disadap), kalau perlu kita menghimpun 1000 hacker," ujar Priyo di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (8/11/2013). Priyo menyatakan perang di dunia maya, termasuk aksi retas-meretas, tak terelakkan di dunia yang kian terkoneksi ini. Para hacker Indonesia tersebut juga beraksi lantaran Indonesia terlebih dahulu 'diganggu' oleh pihak Australia. "Saya kira perang cyber tidak terhindarkan. Saya tidak mau menyalahkan mereka (para hacker Indonesia)," ucap Priyo (Detik).
Dukungan juga datang dari Staf Khusus Menpora Heru Nugroho agar hacker dari Indonesia terus membombardir situs Australia dan Amerika Serikat. Heru yang juga mantan orang nomor satu di Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) itu kepada merdeka.com, Sabtu (9/11) mengatakan, "Banci kalau mengaku hacker Indonesia tapi tak mau menyerang situs Australia dan Amerika Serikat," katanya.
Staf Khusus Presiden Bidang Luar Negeri, Teuku Faizasyah mengaku tak bisa berbuat banyak tentang serangan hacker Indonesia tersebut. "Ini mencerminkan masyarakat kita menjadi bagian kehidupan internasional. Pemerintah tak bisa melarang atau membenarkan, karena itu reaksi yang bersifat individual. Itu dikembalikan ke individu," ujar Teuku usai menghadiri diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (9/11). Disarankannya apakah tidak lebih baik mereka membantu pemerintah mengamankan agar tidak mudah disadap.
Serangan Hacker yang Merusak
Sejak awal November 2013, para hacker yang jumlahnya melebihi 500 orang dari kelompok Anonymous Indonesia telah meretas sekitar 170 lebih situs-situs acak di Australia. Pada awalnya mereka menyasar situs ASIO (Australian Security Intelligence Organization), tetapi kemudian bergeser menyerang situs milik ASIS (Australian Secret Intelligence Service’s).
ASIO dengan alamat situs (www.asio.gov.au) adalah organisasi keamanan Australia yang bertanggung jawab melindungi negara dan warga negara Australia dari tindakan spionase, sabotase, tindakan campur tangan asing , kekerasan bermotif politik , serangan terhadap sistem pertahanan Australia, dan terorisme. ASIO dapat dikatakan sebanding dengan badan intelijen Security Service Inggris (MI5) alam tugasnya lebih bertanggung jawab kepada keamanan dalam negeri.
ASIO bertanggung jawab kepada parlemen Australia melalui Jaksa Agung. Organisasi ini juga melaporkan kepada Komite Parlemen Bersama bidang Intelijen dan Keamanan. Kepala ASIO adalah Direktur Jenderal Keamanan, yang mengawasi manajemen strategis ASIO dalam pedoman yang dikeluarkan oleh Jaksa Agung. Pada 2013, ASIO memiliki staf sekitar 1.740 personil. Identitas petugas ASIO, terlepas dari Direktur Jenderal, tetap menjadi rahasia resmi. Situs ASIO sempat terganggu beberapa waktu lalu karena serangan hacker, tetapi kemudian kembali membaik dan kini dapat kembali di akses.
Sementara situs ASIS kini yang dihantam secara bertubi-tubi oleh para Anonymous Indonesia. ASIS adalah badan intelijen pemerintah Australia yang bertanggung jawab untuk mengumpulkan data intelijen asing, melakukan kegiatan kontra intelijen dan kerjasama dengan badan-badan intelijen lainnya di luar negeri. ASIS setara dengan Organisasi Rahasia Intelijen Kerajaan Inggris ( MI6 ) atau Central Intelligence Agency, Amerika Serikat (CIA). Menurut website-nya, misi ASIS adalah untuk Melindungi dan mempromosikan kepentingan vital Australia melalui penyediaan layanan intelijen asing seperti yang diarahkan oleh Pemerintah.
ASIS adalah bagian dari Departemen Luar Negeri dan Perdagangan dan portofolio ditempatkan di kantor pusat DFAT di Canberra. Operasi ASIS terutama pulbaket luar negeri. Kini situs ASIS (www.asis.gov.au) sudah tidak bisa dibuka. Dan jika kita melihat status situs ini, dinyatakan bahwa situs vital keamanan Australia itu 100% down atau mati total (404 not found).
Selain menyerang situs badan intelijen ASIS, para Anonymous Indonesia diberitakan juga meretas sekitar 170 situs publik Australia lainnya. Menurut informasi yang beredar di kalangan hacker, para peretas menyerang kembali Australia secara besar-besaran pada Jumat malam ke situs-situs pemerintah Australia yang berdomain .gov.au. Para hacker yakin bahwa banyak pasukan DDOS (denial-of-service) yang siap membela Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "Karena penyadapan itu ibarat mencuri," tegas penggiat komunitas hacker MIrza_stw.
Dilain sisi Anonymous Australia mengirimkan pesan kepada kelompok peretas Indonesia yang mereka sesalkan karena menyerang situs UKM publik seperti LSM dan rumah sakit, dan mengatakan akan membantu hacker Indonesia menyerang pemerintah Australia apabila serangan terhadap publik terus dihentikan. Mereka menyatakan akan menyerang balik ke Indonesia apabila serangan ke UKM diteruskan.
AnonymousAustralia mengirimkan pesan kepada AnonymousIndonesia (Anda telah merusak banyak situs Australia yang tidak bersalah dalam upaya untuk memprotes pemerintah Australia dan agen mata-mata mereka, ASIO. Businsesses Innocent tidak harus diserang. Kita semua terikat bersama-sama dalam upaya untuk menurunkan pemerintahan tiran kita untuk membentuk dunia kita sebagai tempat yang lebih baik. Kami tawaran Anda, sebagai sesama saudara untuk fokus pada target utama Anda; pemerintah dan badan-badan mata-mata dan meninggalkan yang tidak bersalah keluar dari ini. Jika Anda memilih untuk tidak setuju maka Anda harus merasakan murka penuh sesama legiun kami. Anonymous Indonesia, Kami adalah Anonymous. Kami adalah Legion. Kami tidak memaafkan. Kami tidak lupa.").
Pada hari Sabtu malam (9/11/2013), kelompok hacker Indonesia dikejutkan dengan down atau disable-nya situs Bareskrim Mabes Polri di www.bareskrim.polri.go.id, di tengah upaya mereka membombardir kembali situs intelijen Australia sampai kondisi 404 Not Found. Seorang hacker dari Indonesian Security Down Team malah bertanya siapa yang men-deface situs Bareskrim Polri?. Diduga hacker Australia lah yang membuat disable-nya situs Bareskrim Mabes Polri tersebut. Diperkirakan ini merupakan serangan balik hacker Australia.
Soal kemungkinan akan berlanjut dan terjadinya cyber war atau perang cyber antara pihak hacker Indonesia dan hacker Australia, dikatakannya bahwa mereka siap menghadapi kemungkinan tersebut. "Kalau cyber war siap karena kami pemuda pemudi Indonesia tidak takut kpd siapapun kecuali kpd pencipta," tegas hacker MIrza_stw.
Analisis
Dari beberapa informasi diatas, nampaknya cyber war antara hacker Indonesia dengan hacker Australia akan semakin meruncing dan menjadi lebih serius. Memang semangat bela bangsa dari para pemuda penggiat dunia maya Indonesia patut diacungi jempol. Mereka memperingatkan Australia agar jangan main-main dengan Indonesia. Dalam masalah kemampuan di dunia cyber, para hacker Indonesia sangat terkenal dan berkemampuan tinggi dikalangan hacker internasional.
Terbukti ASIS sebagai badan intelijen unggulan Australia situsnya mampu dibuat down 100 persen. Sementara situs-situs publik lainnya diwilayah bisnis dan badan amal Australia jelas lebih mudah di retas. Pertanyaannya, apakah serangan ke sasaran diluar situs .gov.au yang kini terjadi perlu dilakukan terus? Menghukum pemerintah Australia mungkin dapat diterima dengan menyerang seperti situs ASIS misalnya, ini akan menunjukkan semangat bela bangsa yang jelas. Anonymous Australia-pun mengatakan demikian (walaupun belum tentu harus dipercaya). Kalau benar, memang pemerintah Australia menggunakan badan intelijennya melakukan pencurian data Indonesia melalui penyadapan. Menurut informasi mantan perwira intelijen Australia, mereka menyadap bidang politik, diplomasi, ekonomi dan militer Indonesia. Karena itu sulit melarang agar serangan secara acak untuk tidak diteruskan.
Para pejabat sebaiknya juga tidak perlu menyampaikan dukungan terbuka serangan peretasan, karena pada dasarnya serangan hacker adalah tindakan yang tidak disukai warga dunia maya dimanapun. Serangan hacker daya rusaknya tinggi, jelas merusak, sangat mengganggu dan bisa berakibat kepada hal yang lebih luas. Target bisa mengalami kerugian yang sangat besar. Pemerintah Indonesia seharusnya terus mempelajari efek dari kemungkinan perang cyber.
Biarkan para pemuda pemudi Indonesia di era demokrasi ini menyampaikan solidaritas berbangsa dan bernegara secara individu. Tidak perlu diarahkan atau disemangati, di era demokrasi rakyat mempunyai hak menyampaikan pendapatnya. Kini mulai terjadi serangan ke Indonesia, situs Bareskrim Polri telah di hack oleh seseorang, mungkin saja, dan bukan tidak mungkin ini adalah peringatan dan serangan balik dari hacker Australia.
Kesimpulannya, sebaiknya semuanya berfikir lebih bijak, memikirkan kemungkinan dampak yang lebih luas dari potensi cyber war. Pemerintah Indonesia dan Australia sebaiknya kembali duduk satu meja membicarakan masalah ini. Cyber war apabila diteruskan akan menimbulkan kerugian yang tidak terkirakan di kedua belah fihak. Kita menunggu kebesaran hati pejabat Australia, tetapi biasanya dengan nose up, tidak ada yang mau mengalah. Apabila kondisi dibiarkan, implikasinya akan luas, tidak hanya menyangkut masalah hubungan diplomatik bilateral saja bisa meluas ke bidang lainnya.
Para pejabat di Indonesia sebaiknya jangan mengompori masalah ini, salah-salah kita akan merasakan akibat "kompor meleduk." Tapi ya terserahlah, penulis hanya seorang Old Soldier, tidak ada beban, kalau negara bilang ikutan yuk perang lagi, walau sudah di usia senja ya masih berani kok, siapa takut!.
Oleh : Prayitno Ramelan
0 komentar:
Posting Komentar