Latihan Pengunduran personel Indo FPC di Soedirman Camp (Dok Satgas Indo FPC) |
Setiap prajurit yang tergabung di dalam pasukan sementara PBB di Lebanon atau United Nations Interim Force in Lebanon (Unifil) pada hakikatnya tidak mengharapkan situasi yang sudah mendingin antara Lebanon-Israel bertambah panas yang berujung kepada pecahnya perang besar seperti yang terjadi pada tahun 2006. Demikian pula dengan pandangan prajurit TNI yang tergabung dalam Kontingen Garuda yang merupakan bagian dari sekitar sepuluh ribu lebih prajurit dari 37 negara yang berkontribusi mengirimkan pasukannya ke Lebanon. Mereka termasuk aku yang ada di dalamnya tidak pula mengharapkan penugasan berakhir di tengah jalan, gara-gara “perang pecah” yang jelas akan merugikan semua pihak utamanya penduduk sipil.
Prolog di atas aku ungkapkan semata-mata berkaca pada sejumlah peristiwa yang terjadi pada Agustus hingga awal September 2013 lalu di mana terjadi serangkaian peristiwa yang membuat semua prajurit Unifil ikut “ketar-ketir”. Peristiwa pertama adalah ketika sidang Uni Eropa mengeluarkan putusan mencenggangkan, “mengecap” Hizbullah sebagai kelompok teroris. Keputusan ini tentu saja berimbas langsung kepada situasi politik dalam negeri Lebanon di mana Partai Hizbullah dengan sayap militernya bercokol. Oleh pihak Hizbullah, keputusan yang dianggap sepihak ini ditindaklanjuti dengan serangkaian aksi “perlawanan” terhadap seluruh elemen yang berbau “Eropa”. Dan efeknya tak terkecuali menimpa pula pada Unifil yang notabene, sebagian prajuritnya berasal dari negara-negara Eropa seperti Italia, Perancis, Jerman dan Spanyol. Sebagai aksi “protes” mereka terhadap keputusan tersebut, ada sebagian warga yang melarang prajurit Unifil terutama yang berasal dari Eropa beraktifitas di wilayahnya termasuk adanya beberapa kasus penghadangan terhadap prajurit Unifil. Aksi ini tentu saja sudah menyalahi kesepakatan di mana prajurit Unifil memiliki kebebasan bergerak atau “Free of Movement” di area operasi Unifil. Meskipun akhirnya kasus-kasus ini dapat tertangani dengan baik setelah adanya campur tangan petinggi Unifil dan pemerintah Lebanon, namun bagi sebagian prajurit Unifil tentu saja sedikit meninggalkan “trauma”.
Bom Mobil, Beirut 15 Agustus 2013 (foto Rana EL Moussaoui, AFP) |
Peristiwa kedua adalah ketika terjadi “perang kecil” antara tentara Lebanon atau Lebanese Armed Force (LAF) dengan kelompok bersenjata Lebanon yang loyal kepada ulama radikal Sheikh Ahmad al-Assir di mana puluhan korban tercatat tewas tertembak sebagian besar di antaranya dari LAF, serta gesekan sektarian antara Suni dengan Syiah yang ditandai dengan sejumlah peristiwa bom bunuh diri di sejumlah tempat di Lebanon yang juga menewaskan puluhan korban jiwa. Meski secara umum, kedua peristiwa penting tersebut berada di luar area operasi Unifil, akan tetapi pada kenyataannya berimbas pula kepada prajurit Unifil dengan adanya “pembatasan” pergerakan seluruh personel Unifil terutama yang bertujuan keluar dari area operasi.
Peristiwa ketiga yang lebih mengkhawatirkan yang terjadi di awal September 2013 lalu, adalah terkait dengan rencana Amerika dan beberapa sekutunya untuk menyerang Suriah. Saat itu dalam bayanganku dan sebagian besar pandangan rekan-rekan Satgas yang lain, bila itu terjadi maka jelas akan memunculkan perang besar yang sebagian orang meramalkan sebagai Perang Dunia Ketiga di mana diyakini Lebanon juga termasuk memegang peran dalam perang besar tersebut.
Itulah sejumlah peristiwa yang dikhawatirkan prajurit Unifil sebagai “pemicu” munculnya perang besar yang akan mengganggu kerja keras mereka sebagai bagian dari pasukan perdamaian PBB dalam menjaga dan meningkatkan situasi aman di Timur Tengah khususnya di kawasan Lebanon. Akan tetapi pertanyaannya bagaimana kalau memang situasi sudah tidak terkendali dan akhirnya pecah perang besar di kawasan ini, bagaimana dengan prajurit Unifil yang tentunya akan berada di “killing ground” kedua pihak yang bertikai? Jawabannya, semua sudah direncanakan secara matang oleh Unifil dan sudah tercantum dalam Unifil Contigency Plan. Langkah-langkahnya pun disesuaikan dengan alert status yang ada.
Alert Status
Alert Status
Seperti diketahui, dalam menjalankan misi PBB di Lebanon, Unifil telah menetapkan suatu prosedur tetap tentang tingkat bahaya yang dihadapi yang lebih dikenal dengan sebutan “Alert Status”. Tingkat Bahaya atau Alert Status ini dibagi ke dalam empat tingkatan dengan menggunakan kode warna yakni Green (Hijau), Yellow (Kuning), Red (Merah) dan Black (hitam).
Dalam materi Role Of Engagement & Alert Status yang aku terima saat Pre Deployment Training (PDT) maupun saat mengikuti Induction Training di Unifil, disebutkan bahwa Kode Hijau (Ancaman Tingkat Rendah), merupakan level terendah di mana situasi aman terkendali, namun ancaman umum terhadap pasukan maupun personel UNIFIL / OGL (Observe Groups of Lebanon), sifat dan tingkatannya tak terduga. Dalam situasi ini maka ditentukan bahwa aktivitas dan tugas normal, tidak ada pembatasan pergerakan siang hari, gerakan kendaraan tunggal diperbolehkan dengan dua orang awak, kendaraan tidak boleh ditinggalkan tanpa penunggu, penggunaan seragam tempur masing-masing negara dengan topi ringan untuk dipakai di luar kamp, pembawaan senjata atas perintah komandan satuan.
Tugu Alert Status di Soedirman Camp, Naqoura |
Kode Kuning yang berarti Ancaman Tingkat Medium diterjemahkan situasi dinilai tegang tetapi masih memungkinkan untuk menjaga stabilitas keamanan wilayah tanpa gangguan yang berarti. Pada kondisi ini juga tidak mempengaruhi kemampuan operasional serta tidak adanya halangan dalam berhubungan dengan otoritas lokal. Dalam situasi ini maka aktifitas dan tugas normal, perjalanan keluar Area Operasi selain bertujuan dinas tidak diperbolehkan kecuali seijin pihak yang berwenang, gerakan kendaraan tunggal diperbolehkan dengan minimal 2 orang kru selama siang hari dan minimal dua kendaraan dengan empat orang kru pada malam hari, kendaraan tidak boleh ditinggalkan tanpa penunggu, penggunaan seragam tempur nasional dengan topi ringan untuk dipakai di luar kamp, senjata dan helm serta Flack Jacket selalu siap (terutama saat berkendara), peningkatan jumlah penjaga di kamp masing-masing. Khusus untuk senjata bisa dibawa oleh setiap personel yang sedang bertugas dengan munisi (di dalam magazen) terpisah dari senjata.
Kode Merah atau Ancaman Tingkat Signifikan, ditandai dengan adanya insiden atau ketika diterima informasi yang menunjukkan bahwa akan terjadi beberapa bentuk serangan terhadap pasukan maupun personel Unifil atau OGL (Observe Groups of Lebanon). Pada kondisi ini maka semua kegiatan perjalanan yang tidak perlu dipanggil kembali atau dihentikan, lalu lintas kendaraan hanya untuk operasional yang diperlukan dengan menggunakan minimal 2 kendaraan, dengan masing-masing kendaraan minimal 2 orang dengan menggunakan seragam tempur masing-masing negara, senjata dan helm tempur termasuk Flack Jacket dikenakan ketika berada di luar kamp, peralatan perlindungan individu siap di tangan, semua personel siap masuk dengan cepat ke tempat-tempat perlindungan (bunker/ Shelter) yang telah ditentukan. Khusus untuk senjata wajib dibawa setiap personel dengan magazen berisi peluru sudah menempel di senjata tetapi peluru tidak boleh masuk kamar senjata.
Sedangkan bila Alert Status sudah bergeser ke Black atau Hitam (Ancaman Tingkat Tinggi) maka ini merupakan tingkat tertinggi atau terburuk diimana serangan telah terjadi atau ketika intelijen telah menerima adanya serangan terhadap lokasi tertentu. Dalam situasi seperti ini maka semua perjalanan yang tidak perlu dipanggil kembali atau dihentikan, operasional kendaraan dimungkinkan namun dengan didampingi minimal 2 kendaraan lapis baja dengan minimal 2 orang di dalam kendaraan, penggunaan seragam tempur masing-masing negara, senjata dan Helm serta Flack Jacket dikenakan semua personel, peralatan perlindungan individu siap di tangan, semua personel siap masuk dengan cepat ke tempat-tempat perlindungan (bunker/ Shelter) yang telah ditentukan.
Masuk Stelling, siap tembak (foto-dok Satgas Indo FPC) |
Dalam pengertian mudahnya, untuk status Green maka stabilitas keamanan terjaga dengan baik, Yellow, kegiatan masih berjalan seperti biasa, seluruh personel melaksanakan tugas sesuai fungsi dan jabatannya masing-masing tetapi tetap menjaga kewaspadaan. Selanjutnya perubahan status dari Yellow ke Red diberlakukan apabila terjadi gangguan atau serangan senjata lintas datar terhadap pos-pos dan compoun UNIFIL, tindakan yang dilaksanakan seluruh personel dengan membawa senjata dan perlengkapan perorangan masuk ke tempat stelling masing-masing yang telah ditentukan, dan atas perintah seluruh patroli yang sedang beroperasi diperintahkan untuk segera kembali ke pos/camp masing-masing atau ke pos UNIFIL terdekat.
Apabila serangan lintas datar berubah menjadi lintas lengkung dan situasi tidak bisa diatasi, maka seluruh personel harus memasuki Shelter atau tempat perlindungan yang telah disiapkan dengan membawa senjata dan perlengkapan perorangan hingga situasi dinyatakan aman. Pada kondisi ini maka alert status ditetapkan warnanya menjadi ”Black”. Berikutnya dalam status Black-3, apabila situasi keamanan belum juga mereda tindakan yang dilakukan UNIFIL adalah melakukan evakuasi atau pengunduran pasukan. Dan tempat pengunduran yang menjadi pilihan utama Unifil adalah melalui laut dengan tujuan Siprus dan Mesir.
Mengapa ke Siprus?
Mengapa ke Siprus?
Sebelum aku berangkat ke daerah penugasan yakni saat mengikuti latihan pra tugas atau PDT di markas PMPP TNI di Sentul, Bogor, Jawa Barat, hingga saat ini ada satu pertanyaan yang masih mengganjal dalam hati terkait dengan rencana Unifil dalam menghadapi situasi darurat (misal terjadi perang besar), maka seluruh personel akan dievakuasi melalui laut ke Siprus. Informasi ini disampaikan oleh sejumlah instruktur TNI saat memberikan materi pelajaran tentang segala hal terkait dengan lingkup penugasan kami sebagai prajurit UN. Saat tiba di Lebanon dan mulai menjalankan penugasan, informasi ini juga aku terima dari sejumlah perbincangan kecil dengan rekan militer dari negara lain plus saat aku mengikuti Unifil Induction Training. Semuanya seragam tentang kemungkinan evakuasi prajurit Unifil ke Siprus atau Mesir melalui jalur laut apabila terjadi keadaan gawat atau genting.
Lebanon, Cyprus dan Egypt (Mesir) |
Ketika aku mencoba mencari informasi melalui dunia maya tentang hal tersebut, aku pun mendapatkan informasi yang sama, seperti yang dimuat di The Free Library dengan judul artikel, “Ban Discusses Contingency Plans for UNIFIL Evacuation”. Di aline pertama artikel ini tertera kalimat sebagai berikut, “United Nations Secretary General Ban Kimoon is consulting with his political and military advisors about emergency plans to pullout troops serving with the United Nations Interim Force In Lebanon (UNIFIL) if war between Lebanon and Israel breaks out” serta di aline keduanya, “ ……. Ban and his advisers are contemplating modifying emergency plans for a possible evacuation of the maximum number of UNIFIL forces by sea to Egypt and Cyprus.". Jadi intinya jika terjadi perang besar antara Israel-Lebanon maupun perang lain yang berkecamuk di kawasan Timur Tengah yang secara langsung membahayakan prajurit Unifil yang sedang bertugas di Lebanon maka seluruh prajurit Unifil direncanakan dievakuasi melalui laut ke Siprus dan Mesir. Pertanyaannya yang juga selalu menjadi pertanyaan favoritku, kenapa harus ke Siprus?
Seperti kita ketahui bersama, Siprus adalah sebuah negara pulau berbentuk Republik yang terletak di Laut Tengah bagian timur, kurang lebih 113 km di sebelah selatan Turki dan 120 km di sebelah barat Suriah. Luas negara ini cukup kecil, hanya 9.251 km2. Ibu kotanya adalah Lefkosia dengan beberapa nama kota penting seperti Lemesos, Larnaca, Paphos, Ammochostos, dan Kyrenia. Jumlah penduduk negara yang beribukota di Nikosia sekitar 1,129 juta orang (kepadatan penduduk 68/km2). Bahasa resmi penduduk yang sebagian besar beragama Yunani Ortodoks dan Islam ini adalah bahasa Turki dan Yunani. Beberapa tempat menarik yang sering dikunjungi wisatawan adalah Coral Bay, Cyprus dan Aphrodite Hills. Negara kecil ini terkenal kaya akan barang-barang tambang (besi pint, biji-biji kuningan, gip, ashes, amber). Meski negara ini kecil, akan tetapi negara ini sering diperhitungkan dunia karena cadangan emasnya. Kita masih ingat pada April 2013 lalu di mana dunia diguncangkan dengan harga emas yang turun drastis, di mana salah satu penyebabnya adalah lantaran Siprus berencana menjual cadangan emas mereka sebesar 400 juta euro.
Latihan pengunduran pasukan (foto-dok Satgas Indo FPC) |
Dalam pandanganku, tempat “evakuasi” atau pengunduran di negara kecil bernama Siprus atau Cyprus tersebut barangkali karena dari segi tempat yang paling aman dan netral serta mudah terjangkau melalui laut sebagai jalan evakuasi terbaik ketimbang melalui lewat darat atau udara. Demikian pula dengan Mesir yang posisinya berseberangan dengan Siprus (dari Lebanon posisi Siprus berada di barat laut sedang Mesir di selatan). Meski demikian rencana darurat ini terkadang sempat memunculkan sedikit lelucon di antara kami prajurit TNI, “ Sampeyan sich enak mas, tugas di markas besar Unifil dan tinggal di Soedirman Camp yang markasnya dekat laut. Kalau situasi genting, sampeyan dulu yang dievakuasi ke Siprus. Lho kalau kami dari Indobat, butuh dua jam perjalanan darat dulu hingga sampai ke Naqoura atau ke laut!” demikian celoteh rekanku dari Indobatt yang memang markasnya berada di Sector East yang butuh dua jam perjalanan melalui darat dari markasku di Green Hill, Naqoura, South Lebanon.
Semoga rencana evakuasi atau pengunduran personel Unifil tersebut tidak akan terealisasi untuk “selamanya”, dalam arti tidak terjadi situasi genting yang memaksa digunakannya rencana tersebut.(M syafrudin)
0 komentar:
Posting Komentar