Select Language

Jumat, 28 Januari 2011

Apakah Anda setuju atau tidak setuju bahwa krisis bersifat perseptual? Berikan pendapat Anda disertai contoh kasus.

Saya setuju bahwa krisis bersifat konseptual.

Menurut Kotler (Marketing Management, 1999) ; Persepsi merupakan proses di mana seseorang melakukan seleksi, mengorganisasi, dan menginterpretasi informasi-informasi yang masuk dalam pikirannya menjadi sebuah gambar besar yang memilliki arti. Sedangkan menurut Meider (Meider, 1958). Istilah persepsi adalah suatu proses aktivitas seseorang dalam memberikan kesan, penilaian, pendapat, merasakan dan menginterpretasikan sesuatu berdasarkan informasi yang ditampilkan dari sumber lain (yang dipersepsi).

A crisis is perceptual. Krisis merupakan persepsi dari sebuah kejadian yang tidak terduga (unpredictable event) yang berpotensi untuk mengancam keberlangsungan dukungan stakeholders dan sekaligus membawa dampak bagi performa organisasi sekaligus menghasilkan outcomes negatif. Sebuah krisis merupakan hasil persepsi stakeholders atau suatu hal. Stakeholder adalah individu atau kelompok yang menjadi korban dari atau mempengaruhi organisasi (Bryson, 2004).

Melalui persepsi, seseorang mampu mengenali kehidupan sekitarnya, yaitu seluruh dunia yang terdiri dari benda serta manusia dengan segala kejadian-kejadiannya. Persepsi merupakan ‘realitas’ bagi yang bersangkutan, namun realitas tersebut dapat dipersepsikan berbeda oleh tiap individu, oleh tiap anggota masyarakat yang berbeda.

Persepsi ini nantinya akan membentuk opini-opini yang beraneka ragam, opini ini lah yang berkaitan erat dengan kelangsungan hidup sebuah perusahaan. Ketika opini kian memburuk, keberadaan perusahaan juga mungkin semakin menurun. Stakeholder yang tidak senang akan suatu hal tentang perusahaan akan mempersepsikan perusahaan dalam citra yang buruk. Hal ini dapat menimbulkan krisis seperti akan terjadinya proter, pemboikotan, penuntutan, atau jenis konfrontasi lainnya.

Seorang perencana komunikasi harus mampu membuat peta persepsi untuk mengetahui opini yang berkembang dan wacana publik. kemudian menyesuaikan dengan tujuan penyelesaian krisis. Pemetaan /analisis ini memperhitungan perkembangan seperti trend of mentions, favorability rate dari media dan opinion leader dalam semua isu yang diangkat oleh stakeholders, dsb.

Contoh kasus : wahana rekreasi Wonderia, Semarang. Persepsi masyarakat sudah tidak senang terhadap tempat tersebut. Tempatnya kurang menjanjikan, hanya parkiranny saja yang luas namun permainan serta fasilitas lainnya sangat tidak memuaskan. Persepsi yang buruk ini membuat citra perusahaan sangat buruk sehingga pengunjung pun sangat sedikit. Krisis kepercayaan yang dialami perusahaan sangat terlihat dan terasa, bukan hanya bagi masyarakat setempat melainkan juga bagi masyarakat luar kota yang sedang berkunjung ke Semarang.

Corporate Social Responsibility (CSR) seringkali digunakan oleh perusahaan untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap reputasi brand ataupun korporat. Berikan pendapat Anda apakah CSR efektif untuk mengembalikan kepercayaan dan dukungan stakeholders konsumen/ public terhadap brand atau korporat pasca krisis? Gunakan literature untuk menjelaskan argument ini disertai contoh kasus yang relevan.

Corporate Social Responsibility (CSR) didefinisikan sebagai strategi perusahaan untuk meminimumkan dampak negatif serta memaksimumkan dampak positif bagi para stakeholdernya, merupakan representasi sektor swasta untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan terwujudnya good corporate citizenship.

CSR bukan hanya berperan dalam memberi sumbangan kepada masyarakat melainkan juga mempunyai peran penting bagi perusahaan itu sendiri. CSR bisa menciptakan citra atau reputasi bagi perusahaan dan merek. Di negara maju, sudah banyak penelitian yang menghubungkan antara pola pembelian dengan reputasi merek. Beberapa merek bahkan sudah mencoba memposisikan diri dengan kepedulian sosial seperti The Body Shop dan British Petroleum (BP).

Saya setuju bahwa CSR merupakan cara efektif untuk mengembalikan kepercayaan stakeholder terhadap sebuah perusahaan pasca krisis. CSR itu dikatakan efektif ketika apa yang telah dirancanakan sebelumnya oleh perusahaan terlaksana dengan baik dan benar.

Pada dasarnya, CSR juga bisa membantu perusahaan mengatasi krisis manajemen. Dengan melibatkan langsung masyarakat dalam kegiatan CSR, dapat menciptakan komunitas-komunitas yang bisa membantu perusahaan mengatasi krisis. CSR merupakan pertimbangan penting dalam bagaimana stakeholder berpikir dan bersikap terhadap perusahaan.

Ketika krisis perusahaan sudah sampai ke tahap yang demikian rumit, maka CSR sudah bukan lagi sekadar kewajiban perusahaan, tetapi menjadi sebuah strategi yang dikembangkan oleh perusahaan. Hal ini dikarenakan begitu banyak upaya, waktu, dan dana yang dikeluarkan untuk kegiatan seperti community development. Perusahaan umumnya menggunakan CSR yang sesuai dengan produk yang dikeluarkan, seperti perusahaan tampang pasti mempunyai CSR di bidang lingkungan.

Umumnya, CSR telah dilakukan perusahaan sebelum krisis terjadi dan CSR tersebut akan semakin gencar ketika terjadi krisis karena saat krisis perusahaan pasti akan menjanjikan hal yang lebih banyak lagi kepada masyarakat (sehingga menuntut perusahaan untuk merealisasikannya). Ketika krisis, CSR reporting lah yang lebih umum dipakai perusahaan untuk menunjukkan kepada stakeholdar bahwa perusahaan mempunyai sikap baik meskipun sedang mengalami kemunduran / krisis.

Contoh kasusnya – seperti pada kasus keracunan merek Tylenol di Amerika Serikat (AS) tahun 1982. Pada saat itu, Johnson & Johnson (J&J) menarik 31 juta botol produk tersebut – nilainya 100 juta dolar – dari pasaran. Segala upaya dilakukan oleh J&J seperti membuka segala bentuk jalur informasi, penukaran Tylenol, pegembalian uang, dsb. Sampai saat ini J&J memiliki reputasi baik di masyarakat dan dengan cepat konsumen melupakan bahwa salah satu brand mereka “pernah meracuni” masyarakat AS. Perlahan dan pasti J&J mengembalikan kepercayaan serta memperbaiki citra perusahaannya di mata stakeholder. Kasus ini merupakan contoh CSR yang terjadi secara efektif.

Contoh lainnya adalah kasus Perusahaan Entergy karena badai Katrina dan Rita di New Orleas, Amerika Serikat. Ketika badai terjadi, banjir melanda 80 % kota. Sistem generator da tranmisi listrik rusak berat ditambah kerusakan sarana komunnikasi, kelangkaan bahan bakar, penjarahan dan kriminalitas yang marak tejadi di lokasi bencana. Entergy mengerahkan 10.000 pekerja untuk dapar kembali melayani pelanggannya dalam seminggu setelah badai melanda. Pada akhir bulan, hampir seluruh pelanggan telah berhasil dilayani kembali. CSR yang dilakukan oleh Entergy berhasil memperlihatkan kemampuan perusahaan dalam menangani krisis, kepercayaan stakeholder pun kian membaik.

Contoh di Indonesia terjadi di perusahaan Lapindo. Perusahaan ini tidak melakukan fungsi CSR secara benar, sepert mengganti segala kerugian yang dialami oleh masyarakat Sidoarjo, dsb. Citra perusahaan yang telah buruk dikarenakan kasus tersebut kian memburuk ketika tidak adanya CSR yang dilakukan, kredibilitasnya sangat dipertanyakan hingga kini. Ini adalah contoh kasus yang tidak menggunakan CSR dengan baik dan berakibat buruk bagi perusahaan itu sendiri.

Literature : Ongoing Crisis Communication. Coombs, Timothy. USA. 2007.

Media mapping digunakan oleh perencana manajemen krisis untuk mendapatkan informasi terkait perkembangan krisis. Identifikasi media-media yang dapat dijadikan sebagai sumber untuk memonitor opini publik terkait dengan perkembangan krisis.

Media mempunyai andil besar dalam perkembangan berbagai isu dan spekulasi dalam pemberitaannya. Hal ini bisa terlihat dari kecepatan memperoleh berita dan mengidentifikasi kasus, kemampuan investigasi dan menembus narasumber terkait, dan sebagainya.

Kekuatan media massa dalam mengarahkan opini dan pilihan sikap publik dalam era modern diyakini jauh lebih kuat dibandingkan kampanye langsung seorang presiden sekalipun. Meskipun pengaruhnya di Indonesia tidak sebesar di negara-negara maju, media massa masih menjadi ujung tombak pembangunan citra positif. Tak diragukan lagi alasan bagi perusahaan untuk menggunakan media sebagai perantara kepada stakeholder.

“If you don’t announce bad news yourself, the media will find someone who will say something, and that source will not likely know all the facts or properly communicate your point of view” (Jeffrey A. Davis, praktisi Komunikasi pada Sawmill PR)

Komunikasi krisis berhubungan erat dengan peran media massa. Media massa adalah salah satu partner utama bagi tim komunikasi krisis. Media merupakan pihak yang mempublikasikan hitam-putihnya fakta di lapangan sekaligus perkembangan terakhir (update) penanganan krisis. Media pula yang menyajikan berbagai tanggapan balik, reaksi publik atas krisis yang terjadi serta penanganannya.

Situasi darurat, kasus, dan bencana dapat terjadi kapan pun dan di mana pun. Untuk bisa mengantisipasi dan mengendalikan situasi tersebut dibutuhkan sistem yang telah disiapkan sebelumnya, strtegy komunikasi krisis. Kredibilitas perusahaan dipertaruhkan di hadapan publik.

Media Mapping

Dalam krisis, pemetaan media dilakukan untuk mengetahui perkembangan opini di masyarakat luas, terutama stakeholder yang berkepentingan. Pemetaan ini nantinya menghasilkan paparan secara jelas bagian mana saja yang harus dikendalikan terlebih dahulu, opini leader pun dapat dikendalikan.

Media pertama yang perlu diperhatikan adalah internet. Media ini merupakan media sosial yang pengaruhnya sangat cepat dan luas. Monitoring dapat dilakukan melalui web, forum-forum, email, blog, jejaring sosial, dan sebagainya. Melalui internet berita dapat tersebar hanya dalam hitungan detik, dan mempunyai impact yang cukup dalam karena lebih personal. Contohnya saja kasus Prita dan rumah sakit OMNI, kasus ini kian bergulir hebat melalui internet hingga terbentuk solidaritas besar mengumpulkan 1000koin untuk Prita. Melalui internet, informasi dapat bergulir tanpa dapat dibatasi. Perusahaan harus memonitorinya dan mempunyai stategi untuk menyiasatinya.

Media massa (televisi, radio, TV kabel dan media cetak), terutama media cetak. Koran merupakan salah satu media cetak yang mempengaruhi opini publik. Apa yang diberitakan di koran dapat mempengaruhi opini publik. Jurnalis dalam koran tersebut juga butuh dimonitor, karena mereka dapat menjadi opini leader dalam sebuah isu. Hal yang sama juga terjadi dalam media cetak majalah dan tabloid, terutama dalam majalah komunitas, majalah yang berkaitan dengan bidang perusahaan (contoh : berita dalam majalah Marketing Mix bagi perusahaan nirlaba). Dalam media TV, perusahaan dapat memonitor melalui pemberitaan di tv.

0 komentar:

Posting Komentar

hackerandeducation © 2008 Template by:
SkinCorner