Jakarta – Anggota Komisi I DPR Mayjen TNI (Purn) Salim
Mengga mengatakan, pemerintah tidak usah bermimpi ingin membangun
pertahanan yang kuat untuk Indonesia. Hal itu karena pemerintah justru
memangkas anggaran pertahanan untuk Kementerian Pertahanan dan TNI.
“Tanpa anggaran, jangan mimpi menjadi negara yang kuat,” kata Salim
saat diskusi bertajuk “Operasi Militer Selain Perang: Sumber atau Solusi
Masalah?” di Kompleks Parlemen, Senin (12/10/2015).
Ia menuturkan, anggaran pertahanan yang diusulkan pemerintah dalam
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 turun sebesar Rp 5
triliun dari APBN 2015. Jika pada APBN saat ini anggaran pertahanan
mencapai Rp 102 triliun, maka pada usulan RAPBN 2016 disunat menjadi Rp
96,7 triliun.
Menurut Salim, ada pandangan yang salah dalam menyusun rencana
pengadaan alat utama sistem persenjataan. Ia berpendapat bahwa saat ini
justru merupakan waktu yang tepat bagi pemerintah untuk menguatkan
alutsista TNI.
“Sekarang banyak orang berpikir tidak ada perang, maka tidak perlu
membangun alat perang. Itu tidak pas. Seharusnya sekarang waktu yang
tepat untuk membangunnya,” kata Salim.
Diskusi itu diselenggarakan Fraksi Demokrat di DPR. Diskusi itu turut
dihadiri oleh mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Moeldoko, pengamat
militer Jaleswari Pramodhawardani dan pengajar Ilmu Hubunan
Internasional Universitas Indonesia Edy Prasetyono.
TNI Butuh Alutsista Penanganan Bencana
Mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal (purn)
Moeldoko mengakui TNI hanya memiliki alat utama sistem persenjataan
(alutsista) untuk operasi militer perang dan operasi militer selain
perang.
TNI kata dia belum memiliki peralatan yang khusus untuk penanganan bencana. Padahal itu perlu untuk kesiapan menghadapi bencana.
“Itu persoalan kita. TNI memiliki alutsista tunggal, ya untuk operasi
militer perang dan operasi militer selain perang. Ke depan harus
dipikirkan jangan lagi seperti itu. Kalau nanti pada saat negara
memerlukan kita malah tidak siap,” kata Moeldoko di Gedung DPR, Jakarta,
Senin 12 Oktober 2015.
Alutsista yang dibutuhkan untuk penanganan bencana asap misalnya, TNI
membutuhkan pesawat berkekuatan dan berkapasitas besar untuk mengangkut
bom air.
Begitu juga untuk menghadapi musibah di laut, TNI juga memerlukan kapal berkecepatan tinggi.
“Untuk bencana yang berbeda, disesuaikan, contohnya dapur lapangan
untuk operasi militer dan untuk non-militer mestinya harus disiapkan.
Jadi tidak rancu alat yang digunakan,” ujarnya.
Moeldoko sendiri melihat, langkah pemerintah dan TNI khususnya, dalam
menangani bencana asap ini sudah cukup baik. Hanya katanya,
keterbatasan alat bisa menjadi hambatan yang krusial.
“Yang saya baca, sudah cukup pengerahannya. Hanya mungkin sekali lagi
karena ini bersifat lebih masif, dihadapkan dengan keterbatasan alat
utama penanggulangannya. Itulah kira-kira menjadi krusial,” kata
Moeldoko.
KOMPAS.com
Pages
Diberdayakan oleh Blogger.
Archive
-
▼
2015
(341)
-
▼
Oktober
(16)
- Mana Yang Lebih Hebat, Super Hornet Atau SU-35?
- Jangan Bermimpi Membangun Pertahanan Indonesia yan...
- Tank Ringan Baru Untuk Angkatan Darat Amerika
- Rusia Akan Kirim Pesawat untuk Padamkan Api di Ind...
- Amunisi Leopard 2A4 Meledak di Dalam Tank
- Ekspose Mirage 2000 Taiwan
- Kelompok Pemberontak Suriah Akui Dapat Pasokan Sen...
- Irak Bersiap Menerima Pesawat T-50 Korea
- AS dan Rusia di Ambang Perang Proxy Habis-habisan ...
- AS dan Rusia Berpotensi Perang Dunia III di Suriah
- Tawarkan Teknologi Militer, Rusia Sasar Negara “In...
- Wow Indonesia Beli Alutsista dari AS Rp 611 Miliar
- Cina Berhasil Membajak Software Jet Tempur SU-27 D...
- AS Protes Uji Coba Rudal Iran
- Ambisi Nuklir Korea Utara
- Indonesia bukan tandingan AU Australia
-
▼
Oktober
(16)
Rabu, 14 Oktober 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Wikipedia
Hasil penelusuran
0 komentar:
Posting Komentar