Pages
Diberdayakan oleh Blogger.
Archive
-
▼
2015
(341)
-
▼
Oktober
(16)
- Mana Yang Lebih Hebat, Super Hornet Atau SU-35?
- Jangan Bermimpi Membangun Pertahanan Indonesia yan...
- Tank Ringan Baru Untuk Angkatan Darat Amerika
- Rusia Akan Kirim Pesawat untuk Padamkan Api di Ind...
- Amunisi Leopard 2A4 Meledak di Dalam Tank
- Ekspose Mirage 2000 Taiwan
- Kelompok Pemberontak Suriah Akui Dapat Pasokan Sen...
- Irak Bersiap Menerima Pesawat T-50 Korea
- AS dan Rusia di Ambang Perang Proxy Habis-habisan ...
- AS dan Rusia Berpotensi Perang Dunia III di Suriah
- Tawarkan Teknologi Militer, Rusia Sasar Negara “In...
- Wow Indonesia Beli Alutsista dari AS Rp 611 Miliar
- Cina Berhasil Membajak Software Jet Tempur SU-27 D...
- AS Protes Uji Coba Rudal Iran
- Ambisi Nuklir Korea Utara
- Indonesia bukan tandingan AU Australia
-
▼
Oktober
(16)
Rabu, 14 Oktober 2015
Mana Yang Lebih Hebat, Super Hornet Atau SU-35?
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) telah mengumumkan secara resmi rencana pembelian Sukhoi Su-35 dari Rusia. Pembelian tersebut dilakukan untuk menggantikan pesawat F-5 Tiger II yang mulai uzur termakan usia, sehingga tak bisa lagi ditingkatkan kemampuannya sesuai perkembangan zaman.
Selain Indonesia, rencana pergantian pesawat juga dilakukan pemerintah Malaysia. Bedanya, mereka kini mengincar Boeing F/A-18E/F untuk menggantikan F-5E Tiger II dan MiG-29. Apalagi kini Malaysia sudah mengoperasikan delapan pesawat F/A-18D Hornet sehingga diyakini sudah saatnya pilot mereka naik kelas ke F/A18E/F. Jika pembelian itu dilaksanakan, maka bakal terjadi perubahan besar dalam penguasaan udara atau air superiority di kawasan Asia Tenggara.
Tapi, mana yang lebih hebat, F-18 Super Hornet atau Su-35 Flanker-E? Pesawat F/A-18E/F dan Su-35 merupakan jet tempur multiperan yang bisa dipakai untuk pertempuran udara, penguasaan udara, pengintaian hingga pemboman.
Meski begitu, harga per unit untuk Su-35 lebih mahal USD 9,8 juta jika dibandingkan produk buatan perusahaan penerbangan asal AS, Boeing seharga USD 55,2 juta. Meski harganya cukup mahal, namun biaya operasional yang digunakan untuk menerbangkan satu Su-35 lebih murah dibandingkan dengan Super Hornet. Di mana, Su-35 hanya menghabiskan Rp 183 ribu setiap mil laut yang dilalui. Angka itu lebih murah Rp 24 ribu untuk setiap mil laut.
Untuk performa, Su-35 lebih unggul dibandingkan Super Hornet. Pesawat yang dirakit perusahaan penerbangan asal Rusia, Sukhoi ini bisa menjangkau 3.600 km dengan kecepatan penuh Mach 2.25 atau 2.390 km per jam serta mencapai ketinggian maksimal 59.100 kaki. Sedangkan, kecepatan yang dimiliki Super Hornet hanya mencapai Mach 1.8 atau 1,915 km per jam. Pesawat ini hanya mampu menempuh jarak sejauh 2.346 km dan ketinggian maksimal yang dicapai tak lebih tinggi dari 50 ribu kaki.
Salah satu keunggulan yang dimiliki Su-35 adalah terpasangnya radar Irbis-E yang bisa mengendus keberadaan Hornet atau 30 pesawat tak dikenal lainnya, dengan tembakan radar mencapai 120 derajat dalam jarak 400 km lebih. Keberadaan sistem pencari dan pendeteksi infra-merah (IRST) memiliki jarak jangkau hingga 80 km. Peralatan ini membuat jet tempur ini dapat mendeteksi, memilih dan mengintai empat target di darat serta dua target bergerak.
Sementara itu, Boeing membangun Super Hornet untuk memberikan keunggulan di udara. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan sistem avionik dengan kemampuan senjata.
Salah satu elemen yang mengalami perubahan mendasar adalah sistem radar yang dimilikinya, yakni Raytheon’s AN/APG-79 AESA. Mereka mengklaim sistem radar ini menjadi yang terbaik di dunia. Secara umum, sistem radar ini membuat pesawat ini mampu lebih cepat mendeteksi jet tempur lawan. Tanpa menyebutkan jarak deteksi, APG-79 telah mengalami peningkatan pengawasan dan dukungan terhadap pertempuran udara dan serangan ke darat.
Dengan desain yang dimilikinya, radar ini bisa mengakomodasi berbagai teknologi terbaru. Radar ini juga dilengkapi Radar Penerima Peringatan (RWR) yang bisa mendeteksi bahaya dari jarak yang cukup jauh. Dengan adanya peringatan yang diberikan, RWR ini membuat pilot Super Hornet mempersiapkan diri untuk menghindari tembakan musuh. Dengan teknologi tersebut, membuat kemampuan Super Hornet sejajar dengan pesawat siluman F-22 dan F-35.
Sejak diproduksi, Super Hornet sudah digunakan Angkatan Laut AS atau US Navy dan sudah beroperasi sejak sekitar tujuh tahun. Pesawat ini sempat melakukan pengamanan udara di zona larangan terbang dalam perang Irak, dan merupakan bagian dari Kapal Induk USS Abraham Lincoln. Meski memiliki banyak keunggulan, banyak pengamat melihat Super Hornet kalah kelas dengan Su-35.
Hanya saja, Super Hornet sudah teruji di medan pertempuran, sedangkan Su-35 belum diproduksi secara massal dan belum teruji.
Merdeka
Jangan Bermimpi Membangun Pertahanan Indonesia yang Kuat
Jakarta – Anggota Komisi I DPR Mayjen TNI (Purn) Salim
Mengga mengatakan, pemerintah tidak usah bermimpi ingin membangun
pertahanan yang kuat untuk Indonesia. Hal itu karena pemerintah justru
memangkas anggaran pertahanan untuk Kementerian Pertahanan dan TNI.
“Tanpa anggaran, jangan mimpi menjadi negara yang kuat,” kata Salim saat diskusi bertajuk “Operasi Militer Selain Perang: Sumber atau Solusi Masalah?” di Kompleks Parlemen, Senin (12/10/2015).
Ia menuturkan, anggaran pertahanan yang diusulkan pemerintah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 turun sebesar Rp 5 triliun dari APBN 2015. Jika pada APBN saat ini anggaran pertahanan mencapai Rp 102 triliun, maka pada usulan RAPBN 2016 disunat menjadi Rp 96,7 triliun.
Menurut Salim, ada pandangan yang salah dalam menyusun rencana pengadaan alat utama sistem persenjataan. Ia berpendapat bahwa saat ini justru merupakan waktu yang tepat bagi pemerintah untuk menguatkan alutsista TNI.
“Sekarang banyak orang berpikir tidak ada perang, maka tidak perlu membangun alat perang. Itu tidak pas. Seharusnya sekarang waktu yang tepat untuk membangunnya,” kata Salim.
Diskusi itu diselenggarakan Fraksi Demokrat di DPR. Diskusi itu turut dihadiri oleh mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Moeldoko, pengamat militer Jaleswari Pramodhawardani dan pengajar Ilmu Hubunan Internasional Universitas Indonesia Edy Prasetyono.
TNI Butuh Alutsista Penanganan Bencana
Mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal (purn) Moeldoko mengakui TNI hanya memiliki alat utama sistem persenjataan (alutsista) untuk operasi militer perang dan operasi militer selain perang.
TNI kata dia belum memiliki peralatan yang khusus untuk penanganan bencana. Padahal itu perlu untuk kesiapan menghadapi bencana. “Itu persoalan kita. TNI memiliki alutsista tunggal, ya untuk operasi militer perang dan operasi militer selain perang. Ke depan harus dipikirkan jangan lagi seperti itu. Kalau nanti pada saat negara memerlukan kita malah tidak siap,” kata Moeldoko di Gedung DPR, Jakarta, Senin 12 Oktober 2015.
Alutsista yang dibutuhkan untuk penanganan bencana asap misalnya, TNI membutuhkan pesawat berkekuatan dan berkapasitas besar untuk mengangkut bom air.
Begitu juga untuk menghadapi musibah di laut, TNI juga memerlukan kapal berkecepatan tinggi.
“Untuk bencana yang berbeda, disesuaikan, contohnya dapur lapangan untuk operasi militer dan untuk non-militer mestinya harus disiapkan. Jadi tidak rancu alat yang digunakan,” ujarnya.
Moeldoko sendiri melihat, langkah pemerintah dan TNI khususnya, dalam menangani bencana asap ini sudah cukup baik. Hanya katanya, keterbatasan alat bisa menjadi hambatan yang krusial.
“Yang saya baca, sudah cukup pengerahannya. Hanya mungkin sekali lagi karena ini bersifat lebih masif, dihadapkan dengan keterbatasan alat utama penanggulangannya. Itulah kira-kira menjadi krusial,” kata Moeldoko.
KOMPAS.com
“Tanpa anggaran, jangan mimpi menjadi negara yang kuat,” kata Salim saat diskusi bertajuk “Operasi Militer Selain Perang: Sumber atau Solusi Masalah?” di Kompleks Parlemen, Senin (12/10/2015).
Ia menuturkan, anggaran pertahanan yang diusulkan pemerintah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 turun sebesar Rp 5 triliun dari APBN 2015. Jika pada APBN saat ini anggaran pertahanan mencapai Rp 102 triliun, maka pada usulan RAPBN 2016 disunat menjadi Rp 96,7 triliun.
Menurut Salim, ada pandangan yang salah dalam menyusun rencana pengadaan alat utama sistem persenjataan. Ia berpendapat bahwa saat ini justru merupakan waktu yang tepat bagi pemerintah untuk menguatkan alutsista TNI.
“Sekarang banyak orang berpikir tidak ada perang, maka tidak perlu membangun alat perang. Itu tidak pas. Seharusnya sekarang waktu yang tepat untuk membangunnya,” kata Salim.
Diskusi itu diselenggarakan Fraksi Demokrat di DPR. Diskusi itu turut dihadiri oleh mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Moeldoko, pengamat militer Jaleswari Pramodhawardani dan pengajar Ilmu Hubunan Internasional Universitas Indonesia Edy Prasetyono.
TNI Butuh Alutsista Penanganan Bencana
Mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal (purn) Moeldoko mengakui TNI hanya memiliki alat utama sistem persenjataan (alutsista) untuk operasi militer perang dan operasi militer selain perang.
TNI kata dia belum memiliki peralatan yang khusus untuk penanganan bencana. Padahal itu perlu untuk kesiapan menghadapi bencana. “Itu persoalan kita. TNI memiliki alutsista tunggal, ya untuk operasi militer perang dan operasi militer selain perang. Ke depan harus dipikirkan jangan lagi seperti itu. Kalau nanti pada saat negara memerlukan kita malah tidak siap,” kata Moeldoko di Gedung DPR, Jakarta, Senin 12 Oktober 2015.
Alutsista yang dibutuhkan untuk penanganan bencana asap misalnya, TNI membutuhkan pesawat berkekuatan dan berkapasitas besar untuk mengangkut bom air.
Begitu juga untuk menghadapi musibah di laut, TNI juga memerlukan kapal berkecepatan tinggi.
“Untuk bencana yang berbeda, disesuaikan, contohnya dapur lapangan untuk operasi militer dan untuk non-militer mestinya harus disiapkan. Jadi tidak rancu alat yang digunakan,” ujarnya.
Moeldoko sendiri melihat, langkah pemerintah dan TNI khususnya, dalam menangani bencana asap ini sudah cukup baik. Hanya katanya, keterbatasan alat bisa menjadi hambatan yang krusial.
“Yang saya baca, sudah cukup pengerahannya. Hanya mungkin sekali lagi karena ini bersifat lebih masif, dihadapkan dengan keterbatasan alat utama penanggulangannya. Itulah kira-kira menjadi krusial,” kata Moeldoko.
KOMPAS.com
Tank Ringan Baru Untuk Angkatan Darat Amerika
BAE Systems akan memamerkan berbagai teknologi dan solusi di Pertemuan Tahunan dan Pameran, Association of the United States Army (AUSA) di Washington, DC pada 12-14 Oktober 2015.
Perwakilan media akan diundang untuk mengunjungi pameran perusahaan (stan # 6343) untuk meliput kemampuan BAE System memenuhi tantangan kompleks dari Angkatan Darat AS.
Produk dan layanan fitur akan mencakup kendaraan tempur, amunisi presisi-dipandu, elektronik canggih dan teknologi pencitraan dan pemetaan.
Selama acara berlangsung, perusahaan akan melakukan wawancara media terkait produk dan program yang sudah dihasilkannya.
BAE Systems akan menunjukkan solusi untuk memenuhi kebutuhan Angkatan Darat AS akan kemampuan Mobile Protected Firepower, yakni sebuah tank ringan segala medan yang bisa diterjunkan ke udara dari pesawat C-130. Tank ringan ini menggunakan basis sistem persenjataan lapis baja M8, teknologi mutakhir dan modern dari IFV CV90 dan kendaraan tempur Bradley.
Defence blog
Rusia Akan Kirim Pesawat untuk Padamkan Api di Indonesia
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno L. P. Marsudi mengatakan Rusia sedang dalam tahap akhir mengirim dua pesawat amphibi BE-200, yang dapat membawa 12 ribu liter air, untuk membantu pemadaman api di Sumatera.
“Rusia sedang menyiapkan dua pesawat amphibi yang mampu membawa 12 ribu liter air. Mereka mau membantu kita memadamkan asap,” kata Menlu Retno di kantor Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Senin (12/10).
Tak hanya Rusia yang tengah mempersiapkan bantuannya, Jepang, China, dan Thailand juga disebut akan turut bantu Indonesia memadamkan api di Sumatera dan Kalimantan.
“Pemerintah Jepang akan beri bantuan bahan kimia untuk mempercepat pemadaman, beserta dengan para ahli untuk mengoperasikan bahan kimia tersebut. Sementara Thailand dan China sedang membahas kerja sama apa yang diperlukan. Kerja sama disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan,” lanjut Menlu Retno.
Menlu Retno juga menyebutkan bantuan yang sudah diberikan ke Indonesia sejauh ini bukan berbasis komersial. Menlu perempuan pertama Indonesia ini juga mengatakan bantuan disesuaikan kebutuhan di lapangan, lama bantuan yang diberikan juga sesuai dengan kondisi di lapangan.
Adapun bantuan yang telah tiba di Indonesia berasal dari Malaysia dan Singapura. Dua negara tetangga ini memang yang paling gencar menawarkan bantuan pemadaman api untuk Indonesia.
Negeri Jiran membawa pesawat jenis Bombardir 415 MP dengan kapasitas enam ton. Negara pecahannya, Singapura memberikan helikopter Chinook dengan kapasitas lima ton.
Tak hanya dua negara tetangga itu, Australia juga disebut akan membantu dengan sebuah pesawat Hercules dengan water bombing yang mampu mengangkut 15 ton liter air.
Merdeka.com
Amunisi Leopard 2A4 Meledak di Dalam Tank
Amunisi tank Leopard 2A4 Polandia dikabarkan meledak di dalam kendaraan lapis baja militer tersebut, beberapa minggu ke belakang. Prajurit (The Loader) tewas, sementara komandan dan gunner-nya mengalami luka bakar serius.
Tom Antonov
@Tom_Antonov
Ekspose Mirage 2000 Taiwan
Mirage 2000 merupakan jet tempur multirole buatan Dassault Aviation Prancis. Pesawat ini telah dioperasikan French Air Force sejak 1984, dan juga digunakan oleh Abu Dhabi, Egypt, Greece, India, Peru, Qatar, Taiwan dan Uni Emirat Arab. Sejak tahun 2009, sekitar 600 Mirage 2000 telah digunakan di berbagai penjuru dunia.
Mirage 2000 mmeiliki berbagai varian mulai kursi tunggal, two seater, nuclear penetration at low altitude and very high speed (Mirage 2000N), Mirage 2000-5 : incorporating advanced avionics, new multiple target air-to-ground and air-to-air firing procedures using the RDY radar and new sensor and control systems.
Kelompok Pemberontak Suriah Akui Dapat Pasokan Senjata Dari AS
Kelompok pemberontak Suriah untuk pertama kalinya mengakui bahwa mereka menerima pasokan senjata yang melimpah dari AS, termasuk di antaranya rudal anti-tank. Media AS, New York Times, dalam laporannya menyatakan pasokan rudal AS itu membuat konflik di Suriah merayap mendekati perang proxy habis-habisan antara AS dan Rusia.
Media AS itu juga melaporkan bahwa, rudal anti-tank TOW buatan AS sejatinya mulai dipasok ke pemberontak Suriah sejak 2013 melalui program rahasia yang dijalankan AS, Arab Saudi dan para sekutu AS lainnya. Sedangkan CIA bertugas memantau penggunaan senjata AS oleh pemberontak Suriah untuk melawan pasukan rezim Suriah.
Kami mendapatkan apa yang kita minta dalam waktu yang sangat singkat,” kata salah satu komandan pemberontak Suriah, Ahmad al-Saud, dalam sebuah wawancara (13/10/2015).
Menurutnya, hanya dalam dua hari kelompoknya dari Divisi 13 telah menghancurkan tujuh kendaraan lapis baja dan tank rezim Suriah dengan tujuh rudal TOW. ”Tujuh dari tujuh,” lanjut dia mengacu pada tujuh sasaran dengan tembakan tujuh rudal TOW.
Sementara itu, pejabat militer AS seperti dikutip Reuters, Selasa (13/10/2015), juga mengkonfirmasi bahwa selama hampir dua minggu AS memasok amunisi ke pemberontak Suriah setelah serangan Rusia untuk mendukung rezim Assad semakin ganas.
Amunisi itu didrop oleh Angkatan Udara AS menggunakan pesawat kargo C-17 di Suriah utara. Kebijakan AS ini aneh, sebab pekan lalu Pentagon menyatakan telah menangguhkan program latihan untuk pemberontak Suriah karena pasukan pemberontak menolak melawan ISIS, tapi hanya bersedia melawan tentara rezim Suriah.
Sementara itu, pejabat militer AS seperti dikutip Reuters, Selasa (13/10/2015), juga mengkonfirmasi bahwa selama hampir dua minggu AS memasok amunisi ke pemberontak Suriah setelah serangan Rusia untuk mendukung rezim Assad semakin ganas.
Amunisi itu didrop oleh Angkatan Udara AS menggunakan pesawat kargo C-17 di Suriah utara. Kebijakan AS ini aneh, sebab pekan lalu Pentagon menyatakan telah menangguhkan program latihan untuk pemberontak Suriah karena pasukan pemberontak menolak melawan ISIS, tapi hanya bersedia melawan tentara rezim Suriah.
Irak Bersiap Menerima Pesawat T-50 Korea
Pesawat tempur ringan Angkatan Udara Irak T-50 IQ dengan nomor seri “5001” telah meninggalkan pabrik untuk uji terbang pertama pada 13 Juli 2015.
Pada 12 Desember 2013, Irak memesan 24 pesawat latih T-50 yang juga bisa berperan sebagai pesawat tempur ringan buatan KAI (Korea Aerospace Industries). Pesawat pertama harus sudah diserahkan pada bulan April 2016. Pesawat lainnya akan diserahkan dalam jangka waktu 12 bulan.
Pada bulan September 2015, para pilot Irak mulai berlatih di Akademi Angkatan Udara Pakistan (PAFA) di Risalpur dengan menggunakan pesawat latih K-8 Karokorum sebelum akhirnya menggunakan pesawat T-50.
sumber: jakartagreater.com
AS dan Rusia di Ambang Perang Proxy Habis-habisan di Suriah
Amerika Serikat (AS) dan Rusia sudah di ambang perang proxy habis-habisan di Suriah, setelah Pentagon memasok senjata secara berlimpah kepada pemberontak Suriah. Sedangkan Rusia menegaskan agresi militernya di Suriah memang untuk mendukung rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Kelompok pemberontak Suriah untuk pertama kalinya mengakui bahwa mereka menerima pasokan senjata yang melimpah dari AS, termasuk di antaranya rudal anti-tank. Media AS, New York Times, dalam laporannya menyatakan pasokan rudal AS itu membuat konflik di Suriah merayap mendekati perang proxy habis-habisan antara AS dan Rusia.
Kebijakan AS dan Rusia dengan saling mendukung kedua kubu yang saling bermusuhan itu membuat penyelesaian krisis Suriah secara diplomatik hampir mustahil.
Media AS itu juga melaporkan bahwa, rudal anti-tank TOW buatan AS sejatinya mulai dipasok ke pemberontak Suriah sejak 2013 melalui program rahasia yang dijalankan AS, Arab Saudi dan para sekutu AS lainnya. Sedangkan CIA bertugas memantau penggunaan senjata AS oleh pemberontak Suriah untuk melawan pasukan rezim Suriah.
”Kami mendapatkan apa yang kita minta dalam waktu yang sangat singkat,” kata salah satu komandan pemberontak Suriah, Ahmad al-Saud, dalam sebuah wawancara yang dilansir semalam (12/10/2015).
Menurutnya, hanya dalam dua hari kelompoknya dari Divisi 13 telah menghancurkan tujuh kendaraan lapis baja dan tank rezim Suriah dengan tujuh rudal TOW. ”Tujuh dari tujuh,” lanjut dia mengacu pada tujuh sasaran dengan tembakan tujuh rudal TOW.
Sementara itu, pejabat militer AS seperti dikutip Reuters, Selasa (13/10/2015), juga mengkonfirmasi bahwa selama hampir dua minggu AS memasok amunisi ke pemberontak Suriah setelah serangan Rusia untuk mendukung rezim Assad semakin ganas.
Amunisi itu didrop oleh Angkatan Udara AS menggunakan pesawat kargo C-17 di Suriah utara. Kebijakan AS ini aneh, sebab pekan lalu Pentagon menyatakan telah menangguhkan program latihan untuk pemberontak Suriah karena pasukan pemberontak menolak melawan ISIS, tapi hanya bersedia melawan tentara rezim Suriah.
Sindonews.com
AS dan Rusia Berpotensi Perang Dunia III di Suriah
Amerika Serikat (AS) dan koalisinya mengumumkan telah melakukan 24 serangan terhadap ISIS di Suriah dalam 24 jam. Di waktu yang sama, Rusia mengklaim menggempur 55 target ISIS.
Analis militer, Andrew Foxall dari kelompok think thank Henry Jackson Society, memperingatkan, serangan koalisi AS yakni NATO dan Rusia di Suriah bisa menjadi bencana tak terbayangkan jika suatu saat bersinggungan. Kedua kekuatan dunia itu, bahkan bisa terlibat Perang Dunia III di Suriah.
Dalam beberapa hari ini saja, ketegangan antara AS dan Rusia terus memanas, di mana AS menuduh serangan Rusia mengenai pasukan pemberontak Suriah yang dilatih AS. Sebaliknya, Rusia mengejak koalisi AS yang sudah setahun menyerang kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) tapi tidak begitu terlihat hasilnya.
Foxall, mengatakan insiden diplomatik bisa berubah jadi bencana. Dia menggambarkan bahwa lalu lintas udara di Suriah kini semakin padat. Pesawat tempur, helikopter, drone, rudal dan artileri baik dari Rusia maupun koalisi AS telah jadi pemandangan setiap saat di wilayah udara Suriah.
”Mengingat jumlah lalu lintas militer di udara (yang padat), ada kekhawatiran nyata bahwa pesawat akan ditembak jatuh karena kesalahpahaman yang jadi bencana. Ini berarti kita bisa menjadi saksi detik-detik dari eskalasi yang tiba-tiba membawa kita ke ambang perang,” kata Foxall.
Komandan serangan udara AS di Suriah, Letnan Jenderal Charles Brown, telah mengakui adanya ketegangan kedua pihak. Dia mencontohkan, pesawat AS dan Rusia nyaris berhadapan dalam jarak 20 mil. Jika tidak dikendalikan, hal itu bisa jadi bencana dalam hitungan detik.
“Rusia memiliki tujuan yang sangat berbeda dengan koalisi NATO yang menginginkan perubahan rezim di Suriah,” kata Foxall, seperti dikutip Daily Mirror, semalam. ”(Sementara) kepentingan utama Kremlin adalah mempertahankan rezim pro-Rusia di Suriah.”
.AS dan Rusia Berpotensi Perang Dunia III di Suriah
.AS dan Rusia Berpotensi Perang Dunia III di Suriah
Foxall juga mengkhawatirkan jika China ikut ambil bagian dalam masalah yang rumit di Suriah itu.
Sementara itu, mantan Sekjen NATO, Jaap de Hoop Scheffer, mengatakan kepada Channel 4, bahwa Kremlin akan gagal. ”Saya pikir Putin akhirnya akan jatuh dengan pedangnya sendiri. Dia akan menjadi anti-juru selamat untuk setiap warga Sunni di Timur Tengah,” ujarnya mengacu pada sentiman sektarian di Timur Tengah antara kaum Sunni dan Syiah.
Sindonews.com
Sindonews.com
Tawarkan Teknologi Militer, Rusia Sasar Negara “Independen”
“Saat ini Rusia memiliki ratusan perusahaan militer gabungan dan proyek transfer teknologi, bekerja sama dengan negara-negara lain,” kata Wakil I Komite Industrial Majelis Rendah Parlemen Rusia (Duma) Vladimir Gutenev, pada RBTH.
“Kini Rusia ingin menggunakan basis komponen seluas mungkin, terutama untuk penyedia kerja sama level ketiga dan keempat. Salah satu bidang utama yang menjanjikan bagi kami adalah pengembangan perusahaan gabungan untuk memproduksi komponen elektronik, khususnya untuk digunakan di industri penerbangan. Di bidang ini, kami memperluas kerja sama dengan Tiongkok, Malaysia, dan Singapura,” kata Gutenev pada RBTH.
Prioritas: BRICS, SCO, dan UEE
Menurut pakar Rusia, mitra yang paling menjanjikan adalah negara-negara Amerika Latin terutama Venezuela, Afrika Selatan, India, dan Tiongkok. Sebagai contoh, di Afrika Selatan, Rusia mengembangkan proyek gabungan untuk industri amunisi, India membuat PAK FA versi ekspor, dan memulai pengembangan pesawat untuk transportasi militer. Sementara dengan Tiongkok, Rusia berencana membangun pesawat berbadan lebar dan helikopter kelas berat generasi terbaru menggunakan pencapaian ilmiah dan teknologi terbaru.
Partisipan potensial untuk mengembangkan perusahaan militer gabungan dan mitra prioritas utama Rusia saat ini adalah negara-negara yang menyediakan substitusi impor dari negara-negara Barat dan Ukraina, yakni anggota organisasi seperti BRICS, SCO, dan Uni Ekonomi Eurasia: Belarus, Kazakhstan, Malaysia, Singapura, Brasil, dan India, serta Tiongkok.
“Kami sangat tertarik dengan negara-negara tersebut, terutama sebagai mitra yang bisa diandalkan yang mampu mengeluarkan kebijakan independen, dan kedua, karena pasar mereka sangat besar. Rusia tertarik mengembangkan kerja sama strategis yang fokus untuk jangka panjang, serta pengembangan basis produksi gabungan untuk memastikan stabilitas pasokan di masa depan serta keberlanjutan hubungan yang baik,” tutur Vladimir Gutenev dalam wawancara bersama RBTH.
Kalangan pengembang perangkat militer Rusia memprediksi akan ada terobosan teknologi yang dapat menghasilkan proyek internasional gabungan: dunia modern saat ini berkembang pesat dan desain yang unik yang hanya diimplementasikan oleh satu perusahaan di satu negara saja sangat jarang.
Kalangan pengembang perangkat militer Rusia memprediksi akan ada terobosan teknologi yang dapat menghasilkan proyek internasional gabungan: dunia modern saat ini berkembang pesat dan desain yang unik yang hanya diimplementasikan oleh satu perusahaan di satu negara saja sangat jarang.
“Ya, khususnya proyek transfer teknologi di lingkup militer yang terus tumbuh. Faktanya, Rusia, sama seperti negara-negara lain saat ini, tengah melewati transformasi dalam bidang kerja sama militer-teknis, yakni mulai mentransfer teknologi dan ikut serta dalam perusahaan gabungan guna mengembangkan produk canggih generasi terbaru,” kata Goreslavsky, Wakil Direktur Jenderal Rosoboronexport.
Perusahaan Swasta Rusia Rebut Pasar Senjata
Perusahaan-perusahaan swasta Rusia juga mencoba meluncurkan proyek gabungan dengan perusahaan asing. Pada 2012, Vietnam Aerospace Association menandatangani kesepakatan dengan Irkut Engineering, untuk menggunakan teknologi pesawat tanpa awak Rusia dengan tujuan sipil, dan kelak untuk tujuan pertahanan. Dan kini, Vietnamese Academy of Science and Technology tertarik dengan proyek Moscow Research and Production Enterprise Taiber LLC. Hal tersebut disampaikan Direktur teknis perusahaan, Sergey Tytsyk, pada RBTH.
Dalam Russian Arms Expo 2015, perusahaan memperkenalkan sistem kendali baru yang bisa diintegrasikan ke dalam semua jenis sistem tanpa awak, SAU-9.1, yang dapat membuat pesawat terbang dan mendarat secara otomatis. Militer berharap mereka dapat menggunakan sistem ini untuk mengirim pasokan ke medan tempur, mencegah risiko pilot berada dalam situasi ekstrem.
“Kami sedang bernegosiasi dengan institusi penelitian di India dan Arab Saudi. Negara-negara tersebut tertarik dengan pencapaian kami dalam menciptakan pesawat tanpa awak dan berpartisipasi dalam proyek gabungan,” kata Sergey Tytsyk.
Detikmiliter.com
Wow Indonesia Beli Alutsista dari AS Rp 611 Miliar
Indonesia, Irak, dan Malaysia telah mengajukan pembelian amunisi dan dua jenis rudal dari Amerika Serikat. Total dari pembelian alat perang oleh tiga negara itu sekitar US$ 431 juta atau setara Rp 5,6 triliun.
Seperti yang dilansir UPI.com pada 7 Mei 2015, ketiga negara itu memesan amunisi mortir daya ledak tinggi, AIM-9X-2 rudal Sidewinder, dan rudal AIM-120C7 AMRAAM melalui program Foreign Military Sales.
Badan Kerja Sama Pertahanan Keamanan AS yang mengelola program Foreign Military Sales (FMS) menyatakan kepada Kongres bahwa penjualan itu untuk melayani kepentingan keamanan nasional AS. Pemesanan oleh tiga negara tersebut juga telah mendapat persetujuan dari Departemen Luar Negeri AS.
Irak, lembaga itu menyatakan, secara khusus memesan satu paket berisi 5.000 amunisi mortir peledak 81 milimeter, 684 ribu amunisi M203 40 milimeter peledak tinggi, 532 ribu amunisi MK19 40 milimeter, dan 40 ribu bahan peledak 155 milimeter. Total semua amunisi senilai US$ 363 juta (Rp 4,7 triliun). Juga termasuk permintaan amunisi kecil untuk senjata, suku cadang dan perbaikan, dukungan peralatan, publikasi dan dokumentasi teknis, pelatihan personel, serta peralatan pelatihan.
“Penjualan ini juga mengusulkan amunisi tambahan yang sangat penting dalam memberikan kemampuan daya tempur lanjutan bagi Irak dalam memerangi pemberontakan ekstremis terorganisasi di Irak,” demikian pernyataan lembaga tersebut.
Terakhir, Irak pada Desember 2014 memesan 175 tank Abrams dan Humve, serta senapan mesin dan peluncur granat.
Indonesia telah memesan 30 AIM-9X-2 rudal Sidewinder dan sistem terkait agar mampu mengalahkan ancaman terhadap stabilitas regional dan dalam negeri. Sidewinder adalah rudal dari Raytheon lintas udara yang menggunakan homing inframerah sebagai kontrolnya.
Selain 30 rudal operasional, permintaan Indonesia terhadap FMS juga termasuk AIM-9X-2 rudal captive pelatihan udara, Blok II unit bimbingan rudal taktis, dan rudal udara pelatihan dummy. Kontainer, set tes dan dukungan peralatan, suku cadang dan perbaikan, pelatihan personel dan pelatihan peralatan, serta logistik senilai US$ 47 juta atau sekitar Rp 611 miliar.
Malaysia memesan peralatan militer senilai US$ 21 juta atau setara Rp 273 miliar. Permintaan Malaysia adalah untuk sepuluh unit AIM-120C7 Air-to-Air Missiles, atau AMRAAM, ditambah suku cadang dan aksesori yang akan memastikan kemampuan berkelanjutan pesawat F/A-18D.
Tempo.co
Cina Berhasil Membajak Software Jet Tempur SU-27 Dan Su-30
Foto yang diunggah ke situs web Cina menunjukkan bahwa Angkatan Laut PLA telah berhasil melengkapi pesawat tempur Su-30MK2 dengan rudal udara ke udara buatan China, SD-10A, ungkap Duowei News, 6 Oktober lalu .
Foto-foto sebelumnya telah memperlihatkan China sudah dapat menginstal nya Pod Elektronik Countermeasure KG600 pada pesawat Su-30MKK Angkatan Udara PLA serta Su-30MK2 dari Angkatan Laut PLA, kata eorang pakar militer China kepada Tencent News.
Termasuk terobosan teknologi yang sangat penting bagi Cina untuk dapat merancang perangkat dan sistem senjata buatan sendiri untuk diinstal pada pesawat buatan Rusia seperti Su-27 dan Su-30 (yang dirancang hanya untuk dilengkapi dengan sistem buatan Rusia saja).
Shenyang Aircraft Corporation yang memproduksi J-11 memainkan peran kunci dalam terobosan ini. Para insinyur perusahaan tersebut telah berhasil memecahkan dan memodifikasi software khusus Su-27. Jet tempur Su-27 (buatan Rusia) yang digunakan China menjadi pertama yang mampu menembakkan rudal udara ke udara jarak pendek PL-8 yang dikembangkan China.
Dengan pernah memasang rudal SD-10A ke pesawat tempur Su-30MK2, Shenyang Aircraft Corporation memperoleh pengalaman yang dibutuhkan untuk lebih memodifikasi peralatan pesawat buatan Rusia. Shenyang telah berhasil melengkapi pesawat dengan Electronic Pod Countermeasure buatan China, Electro-Optical Targeting Systems dan amunisi serangan presisi meskipun Shenyang belum menerima ijin dari Rusia untuk melakukan modifikasi tersebut. Ketika China telah berhasil melengkapi pengembangan jet tempur J-16, maka modifikasi dapat ditambahkan ke Su-30MKK dan Su-30MK2.
Jika Shenyang Aircraft Corporation mampu mengubah Fire Control System pesawat tempur Su-27 maka mereka dapat melakukan hal yang sama pada Su-30. Pada saat itu pesawat Su-30MKK dan Su-30MK2 akan dapat membawa sistem persenjataan Cina yang lebih canggih seperti rudal udara jarak menengah PL-15, rudal udara jarak pendek inframerah PL-10 dan rudal pandu satelit.
Wantchinatimes
AS Protes Uji Coba Rudal Iran
Gedung Putih menyatakan, uji coba rudal balistik yang dilakukan Iran pada akhir pekan lalu memiliki indikasi kuat telah melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB.
“Kami punya indikasi kuat, bahwa tes rudal yang dilakukan melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB, yang berkaitan dengan kegiatan rudal balistik Iran,” ujar Sekretaris Pers Gedung Putih, Josh Earnest, Rabu (14/10).
Sebelumnya, Pemerintah Iran memang telah mengumumkan kesuksesan mereka melakukan uji tembak rudal balistik Emad. Militer Iran mengklaim, rudal Emad memiliki tingkat presisi tinggi dan bisa menghantam target yang berjarak 1.700 km.
Earnest menduga, tes rudal balistik itu dimaksudkan untuk menepis kekhawatiran di kalangan garis keras di Iran yang menentang kesepakatan nuklir Iran dengan enam negara kekuatan dunia. Earnest mengaku, AS masih mengumpulkan informasi lebih lanjut tentang tes rudal balistik Iran ini, sebelum mengumumkan sikap final pemerintah AS.
Ia juga menyatakan, uji coba rudal balistik Iran ini tak akan menyulitkan upaya untuk menerapkan kesepakatan nuklir dengan Iran. “Ini sama sekali terpisah dari perjanjian nuklir yang dicapai Iran dengan seluruh dunia,” kata Mr Earnest.
“Berbeda dengan pelanggaran berulang resolusi Dewan Keamanan PBB yang berkaitan dengan kegiatan rudal balistik mereka, kita telah melihat bahwa Iran selama beberapa tahun terakhir telah menunjukkan track record mematuhi komitmen yang mereka buat dalam konteks pembicaraan nuklir,” lanjut Earnest.
sumber: jakartagreater.com
Ambisi Nuklir Korea Utara
Korea Utara belum memiliki teknologi yang memungkinkannya untuk memuat hulu ledak nuklir di rudal balistik miliknya, ungkap Kementerian Pertahanan Korea Selatan Senin seperti dikutip oleh Xinhua.
Pyongyang telah meluncurkan rudal balistik antarbenua baru yang lebih besar, yang diberi nama KN-08, selama parade militer pada hari Sabtu untuk menandai ulang tahun ke-70 dari Partai Pekerja yang berkuasa.
Wakil juru bicara Kementerian Pertahanan Korea Selatan Kolonel Na Seung-yong mengakui bahwa Pyongyang telah membuat kemajuan besar dalam miniaturisasi hulu ledak nuklir, tetapi belum mampu mengembangkan teknologi untuk menyesuaikannya dengan rudal balistiknya.
Juru bicara militer menekankan bahwa Seoul dan sekutu AS akan selalu menganalisis kemampuan nuklir Korea Utara. Media Korea melaporkan sebelumnya bahwa rudal balistik KN-08s memiliki jangkauan hingga 10.000 kilometer (6.213 mil).
Sputnik
Sputnik
Indonesia bukan tandingan AU Australia
Upaya perusahaan penerbangan asal Amerika Serikat (AS), Lockheed Martin jauh-jauh datang ke tanah air untuk merayu pemerintah Indonesia membeli varian terbaru F-16 sirna sudah. Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) menyatakan menolak dan tetap melanjutkan rencana pembelian Sukhoi Su-35 dari Rusia.
Padahal, Lockheed Martin menawarkan serangkaian keunggulan dan sangat menggiurkan. Mulai dari negara pertama yang mengoperasikan F-16 Viper, hingga biaya operasional terjangkau serta penggunaan teknologi terkini.
Meski tawaran menarik tersebut tak membuat TNI AU bergeming dari rencana semula. Korps dengan semboyan ‘Swa Bhuwana Paksa’ tetap menjalankan rencana awal, yakni membeli Sukhoi Su-35 buatan Rusia untuk menggantikan F-5 Tiger II yang mulai termakan usia.
Sikap Indonesia itu menarik perhatian media-media di Rusia. Mereka sampai mengulas alasan Indonesia yang memilih merapat ke Blok Timur dari pada kembali ke pelukan AS dan sekutunya.
Terpilihnya Su-35 sebagai armada pengganti F-5 Tiger II ini langsung menjadi pusat perhatian. Bahkan, Rusia sampai menganalisa sejumlah alasan yang membuat TNI AU memilih merapat ke Rusia dibandingkan kembali melirik jet tempur buatan AS.
Sejak 2013, lima jet tempur Su-27 dan 11 Su-30 telah memperkuat TNI AU, upaya untuk mendatangkannya dimulai sejak pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. Padahal, di saat bersamaan, Indonesia juga masih mengoperasikan 12 pesawat F-16 Fighting Falcon yang dibeli pada 1990-an.
“Indonesia melirik pesawat Rusia untuk memenuhi kebutuhannya. Sebab, 12 F-16A/B dan 16 F-5E/F tak bisa dirawat akibat aksi embargo AS,” tulis majalah Rusia, Russia Beyond The Headlines (RBTH).
Embargo ini dilakukan atas desakan Australia akibat bentrokan di Timor Timur pascajajak pendapat yang akhirnya melepas provinsi tersebut menjadi negara yang merdeka. Pemerintah AS mengamini permintaan tersebut dan menuding Indonesia telah melakukan pelanggaran HAM.
Untuk mengatasi embargo itu, Indonesia mendekat ke Rusia dan menandatangani kontrak kerja sama sebesar USD 192 juta lewat Rosoboronexport. Rencana pembelian makin dikuatkan lewat penandatangan perjanjian senilai USD 300 juta empat tahun setelahnya.
Di tahun yang sama, hubungan Jakarta dan Washington mulai membaik. Namun, kondisi ini tak membuat Indonesia mengalihkan perhatiannya untuk kembali mendatangkan jet tempur buatan AS.
“Tentunya itu bukan merefleksikan orientasi politik Indonesia. Pembelian itu benar-benar terjadi karena Indonesia tertarik dengan pesawat Sukhoi,” ujar seorang pengamat hubungan internasional Martin Sieff.
Keuntungan lainnya, komponen yang dimiliki Su-35 juga bisa digunakan varian sebelumnya, yakni Su-27 dan Su-30 yang sudah dimiliki Indonesia sebelumnya. Apalagi secara performa, pesawat tersebut dapat bersaing ketat dengan F-22A Raptor buatan AS.
“Dengan kemampuan itu, ditambah kebijakan Rusia untuk menghindari kondisi politik yang mempengaruhi penjualan senjata, membuat Indonesia berpaling ke Rusia sebagai menyuplai senjata.”
Kehadiran Su-35 ke Indonesia ini bisa mengubah peta kekuatan di kawasan Asia pasifik. Bahkan, diyakini mampu menandingi para penerbang F-18 Hornets Australia ketika berhadapan di udara.
“Kedatangan seri terbaru dari Su-27SK dan Su-30MK dari negara terbesar telah mengubah wajah, di mana F/A-18A/B/F sudah kalah kelas dari seluruh parameter performanya telah melebar,” tulis Air Power Australia.
Merdeka.com
Jumat, 25 September 2015
Korea akan Tetap Bangun KFX, Tanpa Teknologi AS
Korea Selatan kecewa setelah membeli begitu banyak senjata, namun AS tetap tidak memberikan transfer teknologi. Kisah Korea ini dialami Jepang, belasan tahun silam, saat bekerjasama membangun pesawat tempur dengan AS.
Kepala Staf Angkatan Udara Korea Selatan, Jung Gyeong-doo mengatakan meskipun AS mungkin tidak memberikan empat teknologi inti yang diperlukan untuk pengembangan jet tempur KF-X, namun Korea akan tetap dapat mendorong proyek KF-X, untuk terwujud. Kontrak pembelian jet tempur F-35A dari AS tidak termasuk menyediakan empat teknologi inti, ujar Kepala Staf Angkatan Udara Jung, saat inspeksi parlemen terhadap ke Markas Besar Angkatan Udara tanggal 22 September 2015.
Sebelumnya, pada tahun 2014 September, militer Korea menuntut transfer 25 jenis teknologi seperti radar AESA, kontrol penerbangan, avionik, dan senjata, saat memutuskan untuk membeli 40 jet tempur siluman AS, F-35A dengan nilai kontrak 7.34 triliun won (US$6.23 miliar).
Namun pemerintah AS menolak untuk menyetujui ekspor dari empat teknologi inti karena masalah keamanan nasional, ujar anggota Defense Acquisition Program Administration (DAPA). Keempat item itu adalah radar AESA, infrared search and tracking equipment (IRST), electro-optical target tracking devices (EO TGP), dan RF Jammers. Militer Korea berencana untuk menggunakan teknologi itu di tahun 2025. Kini diketahui bahwa empat teknologi itu, tidak termasuk dalam kontrak resmi ketika pemerintah Korea memutuskan untuk membeli pesawat tempur F-35A dari Amerika Serikat.
DAPA sedang mempertimbangkan untuk maju memproduksi radar AESA, infrared search dan tracking equipment dengan cara kerjasama teknologi dengan negara-negara ketiga seperti dari Eropa dan pengembangan teknologinya di Korea.
Tapi hari ini, selama inspeksi parlemen, anggota parlemen kekhawatiran tentang penundaan/ terlambatnya program pengembangan pesawat tempur Korea, sejak Korea menyetujui program pesawat tersebut digarap bersama perusahaan Lockheed Martin, yang merupakan produsen F-35A, yang diharapkan akan mentransfer teknologi inti kepada Korea.
Beberapa pakar militer mengatakan bahwa Korea adalah salah satu pembeli terbesar senjata AS, tetapi AS sangat enggan untuk mentransfer teknologi ke Korea setelah mereka menjual senjatanya ke Korea. “Akhir-akhir ini, AS mengidentifikasi Korea sebagai pesaing di pasar senjata internasional,” kata seorang pejabat militer. “AS tidak memberikan Korea janji transfer teknologi setelah menjual F-15K.”
businesskorea.co.kr
Pindad Uji R-Han 122 B dan Tandem Shaped Charge Warhead
Pengujian merupakan salah satu validasi desain yang bertujuan mengetahui kesesuaian desain dan performance suatu produk hasil penelitian dan pengembangan. Untuk pembuktian hasil desain tersebut, PT Pindad malaksanakan pengujian hasil penelitian dan pengembangan salah satu produk pertahanan dan keamanan roket dengan menitik beratkan pada daya hancur serta kemampuan tabir.
Pengujian yang dilakukan meliputi uji statis warhead (hulu ledak) roket pertahanan R-Han 122 B dan uji statis tandem shaped charge warhead untuk Anti Tank Guided Missile (ATGM) yang dilaksanakan di Air Weapon Range (AWR) Pandanwangi, Lumajang, Jawa Timur pada tanggal 16-18 September 2015.
Acara ini dihadiri PT Pindad, beberapa anggota Konsorsium Roket Nasional seperti Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan, Direktorat Jenderal Potensi Keamanan Kementerian Pertahanan , Kementerian Riset, Teknologi danPendidikan Tinggi, PT Dirgantara Indonesia, PT Dahana, LAPAN, serta Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogjakarta.
Kolonel Abdullah Sani, Kepala Bidang Matra Darat Balitbang Kemhan mengatakan, kegiatan pengujian ini merupakan salah satu bagian dari wujud kerja keras sumbangan terhadap bangsa dan negara. “Pengujian warhead roket ini merupakan salah satu program Balitbang Kemhan untuk R-Han 122 B, dimana akan dilaksanakan uji fungsi yang salah satu materinya adalah uji statis. Data-data ini akan sangat kami butuhkan dalam pengembangan roket yang merupakan bagian dari alutsista, sehingga roket ini dapat menjadi kebanggaan dan pada akhirnya bisa digunakan oleh kesatuan-kesatuan TNI,” ujarnya.
Perwakilan dari Kemenristekdikti, Gunawan Wibisana mengatakan sedang disiapkan suatu dukungan berupa forum di tingkat Kementerian agar kegiatan pengembangan roket dapat berjalan secara lebih efektif. “Sudah ada pertemuan-pertemuan yang dilakukan dengan perwakilan dari Kementerian. Semoga environment ini dapat terus terjaga, terutama di tempat-tempat yang dapat mendorong atau membuat kebijakan agar kegiatan yang akan dilakukan dapat lebih terarah dan dapat direalisasikan secara lebih cepat,” tuturnya.
Kadiv Bangprodses PT Pindad, Heru Puryanto mengatakan bahwa pengujian ini dilakukan untuk validasi dan optimasi desain warhead Roket R-Han 122 B. “Akan ada 8 materi uji yang akan dilakukan terhadap warhead untuk mengetahui karakteristik dan performance warhead yang akan dilaksanakan oleh tim teknis Bangprodses PT Pindad,” tutur Heru.
Uji statis warhead roket pertahanan yang merupakan program kerjasama PT Pindad dengan Balitbang Kemhan. Dua varian warhead roket R-Han 122 B, High Explosion (HE) dan smoke mengacu pada 8 materi uji yg meliputi : uji fragmentasi, untuk mengetahui jumlah pecahan dan berat pecahan minimum yang mampu mematikan target, uji perkenaan/kerapatan, bertujuan untuk mengetahui jarak mematikan pada radius yang telah ditentukan dengan menggunakan triplek serta plat aluminium, uji kuat suara ledakan dilakukan untuk mengukur kuat suara ledakan dengan menggunakan desibel meter.
Sementara, uji crater dilakukan untuk mengetahui ukuran diameter dan kedalaman crater (lubang/kawah) yang dihasilkan dari ledakan, uji blast effect dilakukan untuk menganalisa efek ledakan dengan mensimulasikan pada tembok dengan jarak yang telah ditentukan, uji bullet impact dilakukan untuk menguji sensitivitas warhead terhadap penembakan dengan menggunakan munisi ringan kaliber 12.7 mm, uji sympathetic detonation dilakukan untuk mengetahui sensitivitas warhead terhadap lingkungan penyimpanan, dan khusus untuk varian asap, dilakukan uji smoke untuk mengetahui kepekatan asap yang dihasilkan.
Selain warhead R-Han 122 B, juga dilakukan uji statis terhadap tandem shaped charge warhead untuk Anti Tank Guided Missile (ATGM) yang merupakan proyek PT Pindad (Persero) dengan Kemenristekdikti. Materi uji yang dilakukan antara lain ; uji daya tembus precursor warhead, uji daya tembus main warhead, serta uji daya tembus warhead dengan sistem tandem. Beberapa materi uji tersebut diledakkan di atas plat baja setebal 30 cm dan uji tersebut dilakukan untuk mengidentifikasi daya tembus terhadap target.
Data-data yang dihasilkan dari uji statis warhead R-Han 122B dan tandem shaped charge warhead akan dianalisis untuk mengetahui detail performance warhead saat roket ditembakkan dan meledak di sasaran. Selain itu, data yang dihasilkan dapat digunakan sebagai data pendukung saat dilakukan uji dinamis.
Pindad
Norwegia Terima Jet Tempur F-35A
Satu persatu negara yang tergabung dengan konsorsium pembuatan jet tempur F-35 mulai mendapatkan pesawat mereka. Kini Norwegia pun menerima pesawat yang sama. Untuk beberapa waktu mendatang pilot pilot Norwegia akan berlatih dengan pesawat F-35 mereka di Norwegia. Hingga saat ini baru Italia yang menerima pesawat F-35 di negerinya sendiri, karena Italia merupakan pabrik perakitan dan perawatan F-35 selain, Amerika Serikat.
Norwegian F-35A inauguration ceremony
Langganan:
Postingan (Atom)
Wikipedia
Hasil penelusuran