PARADIGMA METODE PENELITIAN KUANTITATIF
Pengertian Metode Penelitian Kuantitatif
Metode kuantitatif dan kualitatif berkembang terutama dari akar filosofis dan teori sosial abad ke-20. Kedua metode penelitian di atas mempunyai paradigma teoritik, gaya, dan asumsi paradigmatik penelitian yang berbeda. Masing-masing memuat kekuataan dan keterbatasan, mempunyai topik dan isu penelitian sendiri, serta menggunakan cara pandang berbeda untuk melihat realitas sosial.
Metode penelitian kuantitatif adalah metode yang digunakan untuk menyelidiki obyek (masyarakat) yang dapat diukur dengan angka-angka, sehingga gejala-gejala yang diteliti dapat diteliti/diukur dengan mempergunakan skala-skala, indeks-indeks, atau tabel-tabel, yang kesemuanya lebih banyak mempergunakan ilmu pasti (Mg. Sri Wiyarti dan Sutapa Mulya, 2007). Secara sederhana, yang disebut penelitian kuantitatif adalah penelitian yang :
1. Melibatkan lima komponen informasi ilmiah, yaitu teori, hipotesis, observasi, generalisasi empiris, dan penerimaan atau penolakan hipotesis (Wallace, 1973).
2. Mengandalkan adanya populasi dan teknik penarikan sampel.
3. Menggunakan kuisioner untuk pengumpulan datanya.
4. Mengemukakan variabel-variabel penelitian dalam analisis datanya.
5. Berupaya menghasilkan kesimpulan secara umum, baik yang berlaku untuk populasi dan/atau sampel yang diteliti.
Dalam penelitian kuantitatif pun dikenal adanya dua hipotesis, yaitu hipotesis nol (nihil/statistik), yang biasanya disingkat dengan H0, dan hipotesis kerja atau hipotesis alternatif, disingkat dengan Ha atau H1. Hipotesis nol merupakan hipotesis yang sederhana perumusannya dan dapat diuji secara langsung. Apabila ada suatu pengujian hipotesis secara statistik ternyata H0 ditolak, maka Ha atau H1 tidak ditolak.
Secara garis besar pada penelitian kuantitatif ada tiga tipe analisis kuantitatif, yaitu :
1. Analisis utama/primer atau analisis data primer (primary analysis)
¢ merupakan suatu analisis asli yang dilakukan oleh peneliti yang menghasilkan temuan tentang topik spesifik. Dengan demikian analisis data primer adalah suatu analisis yang mempertimbangkan informasi/data utama/primer (data dari tangan pertama) yang diperoleh dalam suatu penelitian.
2. Analisis sekunder atau analisis data sekunder (secondary analysis)
¢ adalah suatu analisis tentang temuan-temuan yang ada dari peneliti lain, yang mungkin menggunakan metode yang berbeda dan lebih halus. Dengan demikian analisis ini memfokuskan pada data yang telah dikumpulkan/disusun dan dianalisis serta melakukan suatu analisis kedua atau ketiga kalinya.
3. Meta-analysis
¢ adalah suatu analisis tentang data atau informasi yang telah dikumpulkan/disusun dan dianalisis dari beberapa studi.
Pada analisis data kuantitatif, maka pengolahan data merupakan kegiatan pendahuluan yang meliputi tahapediting dan coding (pembuatan kode), penyederhanaan data, dan mengode data.
a. Pemeriksaan Data (Editing)
Pemeriksaan dan meneliti kembali data yang telah terkumpul adalah langkah pertama tahap pengolahan data. Langkah tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah data yang telah terkumpul tersebut baik sehingga segera dapat dipersiapkan untuk tahap analisis berikutnya. Editing pada umumnya dilakukan terhadap jawaban yang telah ada dalam kuesioner, terutama kuesioner terstruktur. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada tahap editing adalah lengkapnya pengisian jawaban, kejelasan tulisan, kejelasan makna jawaban, konsistensi/keajekan kesesuaian antar jawaban, relevansi jawaban, dan keseragaman kesatuan data.
b. Pembuatan Kode
Setelah tahap pemeriksaan data (editing) selesai dikerjakan dan jawaban responden dalam kuesioner dipandang cukup memadai, maka langkah berikutnya adalah pembuatan kode (coding). Coding dilakukan sebagai usaha untuk menyederhanakan data, yaitu dengan memberi simbol angka pada tiap-tiap jawaban, atau suatu cara mengklasifikasi jawaban responden atas suatu pertanyaan menurut macamnya dengan jalan menandai masing-masing jawaban dengan kode tertentu. Menurut Sarantakos (2002), coding adalah suatu proses dimana pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban diubah menjadi angka. Hal ini memudahkan reduksi data, analisis, penyimpanan, dan penyebaran data.
c. Penyederhanaan Data
Data yang telah terkumpul terutama dari pertanyaan terbuka dan semiterbuka, selalu menunjukkan jawaban yang sangat bervariasi. Agar data tersebut mudah dianalisis serta disimpulkan untuk menjawab masalah yang dikemukakan dalam penelitian, maka jawaban yang beranekaragam tersebut harus diringkas. Peringkasan itu dilakukan dengan menggolongkan jawaban yang beranekaragam itu ke dalam kategori yang jumlahnya terbatas.
d. Mengode Data
Setelah semua data terkumpul dan telah dilakukan pemeriksaan (diedit), maka langkah berikutnya adalah mengode data berdasarkan buku kode yang telah disusun. Pada saat mengode data ini alat yang diperlukan adalah lembaran kode (code sheet) untuk pengolahan dengan komputer atau kartu tabulasi bila dilakukan secara manual. (Bagong Suyanto dan Sutinah, 2006)
Paradigma Penelitian Kuantitatif
Istilah paradigma pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Kuhn (1962), dan kemudian dipopulerkan oleh Robert Friedrichs (1970). Menurut Kuhn, paradigma adalah cara mengetahui realitas sosial yang dikonstruksi oleh mode of thought atau mode of inquiry tertentu, yang kemudian menghasilkan mode of knowing yang spesifik. Definisi tersebut dipertegas oleh Friedrichs, sebagai suatu pandangan yang mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari. Pengertian lain dikemukakan oleh George Ritzer (1980), dengan menyatakan paradigma sebagai pandangan yang mendasar dari para ilmuan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh salah satu cabang/disiplin ilmu pengetahuan.
Paradigma kuantitatif menekankan pada pengujian teori melalui pengukuran variabel penelitian dengan angka dan melakukan analisis data dengan prosedur statistik. Penelitian yang menggunakan pendekatan deduktif yang bertujuan untuk menguji hipotesis merupakan penelitian yang menggunakan paradigma kuantitatif. Paradigma ini disebut juga dengan paradigma tradisional (traditional), positivis (positivist), eksperimental (experimental), atau empiris (empiricist).
Metode kuantitatif berakar pada paradigma tradisional, positivistik, eksperimental atau empiricist. Metode ini berkembang dari tradisi pemikiran empiris Comte, Mill, Durkeim, Newton dan John Locke. “Gaya” penelitian kuantitatif biasanya mengukur fakta objektif melalui konsep yang diturunkan pada variabel-variabel dan dijabarkan pada indikator-indikator dengan memperhatikan aspek reliabilitas. Penelitian kuantitatif bersifat bebas nilai dan konteks, mempunyai banyak “kasus” dan subjek yang diteliti, sehingga dapat ditampilkan dalam bentuk data statistik yang berarti. Hal penting untuk dicatat di sini adalah, peneliti “terpisah” dari subjek yang ditelitinya.
Perbedaan Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif
Penelitian kuantitatif dan kualitatif memiliki perbedaan paradigma yang amat mendasar. Penelitian kuantitatif dibangun berlandaskan paradigma positivisme dari August Comte (1798-1857), sedangkan penelitian kualitatif dibangun berlandaskan paradigma fenomenologis dari Edmund Husserl (1859-1926). Paradigma kuantitatif merupakan satu pendekatan penelitian yang dibangun berdasarkan filsafat positivisme. Positivisme adalah satu aliran filsafat yang menolak unsur metafisik dan teologik dari realitas sosial. Dalam penelitian kuantitatif diyakini, bahwa satu-satunya pengetahuan (knowledge) yang valid adalah ilmu pengetahuan (science), yaitu pengetahuan yang berawal dan didasarkan pada pengalaman (experience) yang tertangkap lewat pancaindera untuk kemudian diolah oleh nalar (reason). Secara epistemologis, dalam penelitian kuantitatif diterima suatu paradigma, bahwa sumber pengetahuan paling utama adalah fakta yang sudah pernah terjadi, dan lebih khusus lagi hal-hal yang dapat ditangkap pancaindera (exposed to sensory experience). Karena pengetahuan itu bersumber dari fakta yang diperoleh melalui pancaindera, maka ilmu pengetahuan harus didasarkan pada eksperimen, induksi dan observasi.
Secara epistemologi, paradigma kuantitatif berpandangan bahwa sumber ilmu itu terdiri dari dua, yaitu pemikiran rasional data empiris. Karena itu, ukuran kebenaran terletak pada koherensi dan korespondensi. Koheren berarti sesuai dengan teori-teori terdahulu, serta korespondensi berarti sesuai dengan kenyataan empiris. Kerangka pengembangan ilmu itu dimulai dari proses perumusan hipotesis yang deduksi dari teori, kemudian diuji kebenarannya melalui verifikasi untuk diproses lebih lanjut secara induktif menuju perumusan teori baru. Secara garis besar, paradigma penelitian kuantitatif mencakup :
1. Paradigma tradisional, positivis, eksperimental, empiris.
2. Menekankan pada pengujian teori-teori melalui pengukuran variabel penelitian dengan angka dan melakukan analisis data dengan prosedur statistik.
3. Realitas bersifat obyektif dan berdimensi tunggal.
4. Peneliti independen terhadap fakta yang diteliti / berorientasi kepada hasil.
5. Bebas nilai dan tidak bias.
6. Pendekatan deduktif.
7. Pengujian teori dan analisis kuantitatif (menggunakan pandangan ilmu pengetahuan alam).