Negara-negara maju dan berkembang saat ini mulai berlomba-lomba mengembangkan pesawat tanpa awak atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV). Pesawat jenis ini bisa dipakai untuk tujuan mata-mata maupun pertempuran terbuka. Lantas bagaimana nasib bisnis jet tempur yang dikemudikan manusia, seperti Typhoon buatan Eurofighter?.
Director Eurofighter GmbH Joe Parker menjelaskan, ada 2 pandangan tentang masa depan pesawat UAV dan jet tempur berawak. Padangan pertama menyebut pesawat tempur masa depan adalah jet tempur tanpa awak alias drone. Pendapat lain ialah kombinasi jet tempur berawak dan UAV bakal tetap eksis.
Ia memandang bisnis jet tempur berawak tetap akan ada sejalan dengan bisnis pesawat UAV. “Saya tidak percaya kalau jet tempur akan berakhir,” kata Parker saat berbincang di Jakarta, Rabu (15/4/2015). Pesawat UAV yang dilengkapi persenjataan, lanjut Parker, masih menuai perdebatan di hukum internasional. Apalagi setelah peristiwa pemboman 11 September 2001.
Saat ditugaskan untuk mengamati sasaran, pesawat UAV juga memiliki keterbatasan visual maupun manuver karena dikendalikan dari jarak jauh. Berbeda dengan jet tempur berawak yang bisa mengidentifikasi pesawat tak dikenal dan musuh untuk selanjutnya mampu bermanuver dan membuat kontak karena visualisasi yang jelas. Bila ada kontak, maka potensi untuk menembak jatuh yang menyebabkan kehilangan nyawa bisa dikurangi.
Meski demikian, Parker menilai teknologi UAV akan terus berkembang. Eurofighter memang tidak mengembangkan UAV, namun Airbus Group selaku induk Eurofighter telah mengembangkan berbagai jenis pesawat tersebut seperti Barracuda atau Eurohawk HALE UAS. Pesawat ini telah diproduksi dan dijual. “Yang mengembangkan bukan kami tapi Airbus,” ujarnya.(Detik.com)
0 komentar:
Posting Komentar