MINGGU (17/8), bangsa ini merayakan proklamasi kemerdekaan negeri tercinta: Indonesia. Tema peringatan hari ulang tahun (HUT) ke-69 kemerdekaan tahun ini adalah
“Dengan Ssemangat Proklamasi 17 Agustus 1945, Kita Dukung Suksesi Kepemimpinan Nasional Hasil Pemilu 2014 demi Kelanjutan Pembangunan Menuju Indonesia yang Makin Maju dan Sejahtera”.
Tema itu menggambarkan, ada semangat baru dengan selesainya proses pemilihan presiden (pilpres), meski hingga kini masih ada gugatan dari salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden di Mahkamah Konstitusi. Tentunya tema itu sekaligus memberikan nada ajakan mendukung sukses kepemimpinan nasional hasil Pemilu 2014.
Hiruk-pikuk pilpres oleh banyak pihak dipuji sebagai sebuah proses demokrasi terbaik bagi perjalanan bangsa. Di tengah kampanye hitam yang cukup tinggi dibandingkan pilpres sebelumnya, diakui sekali lagi, kita sebagai bangsa telah melalui sebuah tahapan demokrasi yang luar biasa.
Karena itu tidak keliru jika senator Amerika Serikat (AS), John McCain yang berkunjung ke Indonesia serta bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Selasa (12/8), memuji pelaksanaan pilpres di Indonesia, yang dinilainya berlangsung demokratis dan damai. McCain menyatakan kekagumannya terhadap demokrasi yang berkembang di Indonesia.
Pujian itu—lepas dari basa-basi politik atau apa pun namanya—membuat kita sebagai bangsa patut berbesar hati. Ini sebuah torehan manis setidaknya bagi perjalanan bangsa ke depan.
Namun, pujian itu tidak lantas membuat kita membusungkan dada sebab pada era kepemimpinan yang baru, selepas Presiden SBY, banyak persoalan menjadi pekerjaan rumah yang harus dicarikan pemecahannya.
Di bidang ekonomi, misalnya, harus dipikirkan cara memangkas anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM). Jujur saja, bukan rahasia umum jika selama ini anggaran pemerintah banyak tersedot untuk subsidi BBM , apalagi saat dolar AS menguat dan harga minyak mentah dunia naik.
Satu-satunya cara memberikan ruang bagi fiskal adalah dengan mengurangi subsidi BBM. Persoalan ini jangan dipandang sebelah mata. Di saat bersamaan, penerimaan pajak juga tidak bagus-bagus amat. Terakhir malah target penerimaan pajak tahun ini diperkirakan sulit tercapai.
Penerimaan pajak per 8 Agustus 2014 baru merealisasi 51,1 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2014 sebesar Rp 1.072,38 triliun. Persoalan ini bisa jadi bom waktu bagi pemerintahan yang baru.
Persoalan lain yang masih harus dipecahkan, antara lain masalah pengangguran, kemiskinan, buta huruf, angka kematian bayi dan ibu hamil, masalah perumahan dan permukiman kumuh, masalah pendidikan sembilan tahun, serta ketersediaan air bersih.
Masalah lainnya yang membutuhkan penanganan serius bagi bangsa ini adalah perihal pemerataan, ketidakseimbangan investasi terutama di kawasan timur Indonesia, ketidakmerataan hasil-hasil pembangunan antardaerah, dan yang tak kalah pentingnya masalah intoleransi antarpemeluk kepercayaan yang semakin mengemuka dan berkembang subur saat ini sehingga mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
Perubahan ekonomi dan politik global dengan arah perubahan ke kawasan Asia Pasifik menjadi persoalan tersendiri yang perlu disikapi bangsa ini dengan tepat. Pembentukan blok-blok perdagangan bebas AFTA, APEC, dan WTO akan berdampak terhadap berbagai fenomena dan kebijakan untuk Indonesia sekarang dan akan datang.
Belum lagi pembentukan kerja sama ekonomi kawasan, seperti Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang diberlakukan 2015. Ini menjadi tantangan bagi Indonesia guna dapat berkompetisi dengan konsekuensi bahwa kita mampu mengambil profit dalam kerja sama itu. Hal ini membutuhkan kesiapan bangsa, masyarakat, serta semua pemangku kepentingan pembangunan.
Hal yang tak kalah pentingnya adalah memastikan kedaulatan Indonesia tidak diganggu pihak mana pun. Kita ingin Indonesia menjadi negara yang kuat dan maju, politik kuat, ekonomi kuat, pertahanan kuat. Bagaimanapun kekuatan pertahanan harus dijaga, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah harga mati.
Indonesia harus maju dan berkembang menjadi negara yang kuat dan tetap berkedaulatan atas wilayahnya. Kita harus menghilangkan sikap tetap merasa nyaman seperti sekarang ini, tanpa ikut mengambil peran sebagai sebuah bangsa yang besar dan berperan dalam kancah percaturan di dunia internasional.
Kejayaan Indonesia adalah tujuan akhir, di samping menyejahterakan seluruh rakyat dari Sabang sampai Merauke. Mari bersama melanjutkan pembangunan menuju Indonesia yang makin maju dan sejahtera. Dirgahayu bangsaku!
“Dengan Ssemangat Proklamasi 17 Agustus 1945, Kita Dukung Suksesi Kepemimpinan Nasional Hasil Pemilu 2014 demi Kelanjutan Pembangunan Menuju Indonesia yang Makin Maju dan Sejahtera”.
Tema itu menggambarkan, ada semangat baru dengan selesainya proses pemilihan presiden (pilpres), meski hingga kini masih ada gugatan dari salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden di Mahkamah Konstitusi. Tentunya tema itu sekaligus memberikan nada ajakan mendukung sukses kepemimpinan nasional hasil Pemilu 2014.
Hiruk-pikuk pilpres oleh banyak pihak dipuji sebagai sebuah proses demokrasi terbaik bagi perjalanan bangsa. Di tengah kampanye hitam yang cukup tinggi dibandingkan pilpres sebelumnya, diakui sekali lagi, kita sebagai bangsa telah melalui sebuah tahapan demokrasi yang luar biasa.
Karena itu tidak keliru jika senator Amerika Serikat (AS), John McCain yang berkunjung ke Indonesia serta bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Selasa (12/8), memuji pelaksanaan pilpres di Indonesia, yang dinilainya berlangsung demokratis dan damai. McCain menyatakan kekagumannya terhadap demokrasi yang berkembang di Indonesia.
Pujian itu—lepas dari basa-basi politik atau apa pun namanya—membuat kita sebagai bangsa patut berbesar hati. Ini sebuah torehan manis setidaknya bagi perjalanan bangsa ke depan.
Namun, pujian itu tidak lantas membuat kita membusungkan dada sebab pada era kepemimpinan yang baru, selepas Presiden SBY, banyak persoalan menjadi pekerjaan rumah yang harus dicarikan pemecahannya.
Di bidang ekonomi, misalnya, harus dipikirkan cara memangkas anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM). Jujur saja, bukan rahasia umum jika selama ini anggaran pemerintah banyak tersedot untuk subsidi BBM , apalagi saat dolar AS menguat dan harga minyak mentah dunia naik.
Satu-satunya cara memberikan ruang bagi fiskal adalah dengan mengurangi subsidi BBM. Persoalan ini jangan dipandang sebelah mata. Di saat bersamaan, penerimaan pajak juga tidak bagus-bagus amat. Terakhir malah target penerimaan pajak tahun ini diperkirakan sulit tercapai.
Penerimaan pajak per 8 Agustus 2014 baru merealisasi 51,1 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2014 sebesar Rp 1.072,38 triliun. Persoalan ini bisa jadi bom waktu bagi pemerintahan yang baru.
Persoalan lain yang masih harus dipecahkan, antara lain masalah pengangguran, kemiskinan, buta huruf, angka kematian bayi dan ibu hamil, masalah perumahan dan permukiman kumuh, masalah pendidikan sembilan tahun, serta ketersediaan air bersih.
Masalah lainnya yang membutuhkan penanganan serius bagi bangsa ini adalah perihal pemerataan, ketidakseimbangan investasi terutama di kawasan timur Indonesia, ketidakmerataan hasil-hasil pembangunan antardaerah, dan yang tak kalah pentingnya masalah intoleransi antarpemeluk kepercayaan yang semakin mengemuka dan berkembang subur saat ini sehingga mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
Perubahan ekonomi dan politik global dengan arah perubahan ke kawasan Asia Pasifik menjadi persoalan tersendiri yang perlu disikapi bangsa ini dengan tepat. Pembentukan blok-blok perdagangan bebas AFTA, APEC, dan WTO akan berdampak terhadap berbagai fenomena dan kebijakan untuk Indonesia sekarang dan akan datang.
Belum lagi pembentukan kerja sama ekonomi kawasan, seperti Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang diberlakukan 2015. Ini menjadi tantangan bagi Indonesia guna dapat berkompetisi dengan konsekuensi bahwa kita mampu mengambil profit dalam kerja sama itu. Hal ini membutuhkan kesiapan bangsa, masyarakat, serta semua pemangku kepentingan pembangunan.
Hal yang tak kalah pentingnya adalah memastikan kedaulatan Indonesia tidak diganggu pihak mana pun. Kita ingin Indonesia menjadi negara yang kuat dan maju, politik kuat, ekonomi kuat, pertahanan kuat. Bagaimanapun kekuatan pertahanan harus dijaga, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah harga mati.
Indonesia harus maju dan berkembang menjadi negara yang kuat dan tetap berkedaulatan atas wilayahnya. Kita harus menghilangkan sikap tetap merasa nyaman seperti sekarang ini, tanpa ikut mengambil peran sebagai sebuah bangsa yang besar dan berperan dalam kancah percaturan di dunia internasional.
Kejayaan Indonesia adalah tujuan akhir, di samping menyejahterakan seluruh rakyat dari Sabang sampai Merauke. Mari bersama melanjutkan pembangunan menuju Indonesia yang makin maju dan sejahtera. Dirgahayu bangsaku!
Sumber : Sinar Harapan
0 komentar:
Posting Komentar