Indonesia sudah "jago" atau mumpuni di bidang rancang bangun dan rekayasa, sehingga mampu bersaing setidaknya di kawasan Asia Tenggara, terutama untuk pembangunan dan pengembangan menangani industri dasar.
Hal itu diyakini Mantan Menteri Perindustrian Hartarto Sastrosoenarto yang menilai kemampuan rancang bangun dan perekayasaan Indonesia sangat kompetitif terhadap perusahaan asing seperti Jepang, Amerika Serikat dan Eropa.
"Perekayasa kita sangat kompetitif, jadi kita berani bersaing," kata Hartarto yang memperoleh Anugerah Gelar Perekayasa Utama Kehormatan (Honorary Principal Engineer) dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Jakarta, Rabu.
Daya saing dalam negeri, ujar dia, akan lebih kuat bila Indonesia memanfaatkan mesin-mesin peralatan pabrik yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik mesin di dalam negeri, karena harga rata-rata mesin pabrik seperti welding, machining, dan fabrication dalam negeri hanya 80 persen dari harga impor.
Ia juga mengatakan, di ASEAN hanya Indonesia yang mempunyai perusahaan rancang bangun dan perekayasaan yang mampu menangani pembangunan pabrik secara menyeluruh (turn key).
"Karena itu peluang untuk mendapatkan order untuk menangani industri dasar di ASEAN besar," katanya.
Ia mencontohkan, PT Rekayasa Industri telah memenangkan tender internasional membangun pabrik pupuk amonia-urea di Malaysia, pabrik Methanol di Brunei, dan pabrik pupuk majemuk di Sabah-Sarawak Malaysia.
PT Petrokimia Gresik dalam membangun pabrik aluminium fluorida di Hubai China dan pembagunan pabrik Yellow Cake di Gresik Indonesia, serta PT IKPT untuk pabrik LNG dan pupuk di Indonesia, mampu bersaing dengan para kontraktor internasional, ujarnya.
Hartarto mengatakan, kemampuan perusahaan rancang bangun dan perekayasaan akan berkembang pesat bila proses industrialisasi berjalan mantap karena itu pola pengembangan industri nasional perlu diintegrasikan ke dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Namun demikian, lanjut dia, sektor industri Indonesia harus waspada terhadap perusahaan rancang bangun dan perekayasaan dari China dan India.
"Itu karena mereka juga kompetitif dalam harga dengan kualitas yang tak kalah bersaing," katanya.
Sementara itu, Kepala BPPT Dr Unggul Priyanto mengatakan perlu ada keberpihakan dari pemerintah untuk industri dalam negeri dengan pola penunjukan langsung tanpa tender, seperti di masa lalu yang tentu saja dengan pemantauan ketat.
"Misalnya proyek batu bara 10.000 MW senilai Rp130 triliun. Kalau separuhnya kembali ke dalam negeri sangat bagus. Masa' kita mau impor terus," katanya.
antaranews
0 komentar:
Posting Komentar