Ultimax 100 memang bukan senjata baru di lingkungan TNI, diperkirakan sejak awal 90-an, senapan mesin ini telah digunakan oleh satuan elit TNI, yakni untuk Kopassus TNI AD dan Satuan Intai Amfibi (Taifib) korps Marinir TNI AL, bahkan Wikipedia menyebut Kopaska juga mengadopsi senjata ini. Lalu apa yang dirasa menarik bagi senapan mesin ini? Bagi kami Ultimax 100 adalah satu bukti kesuksesan industri senjata Singapura dalam memasarkan produk berkualitasnya ke Luar Negeri.
Hadirnya Ultimax 100, melengkapi deretan sistem senjata buatan Singapura yang telah digunakan TNI. Sebut saja ada senapan mesin berat (SMB) CIS 50MG kaliber 12,7 mm dan pelontar granat CIS AGL 40. Malah, CIS 50MG sudah menjadi andalan rantis Kopassus dan Raider TNI AD sejak lama. Masih ada lagi, untuk pertama kalinya Armed (Artileri Medan) TNI AD menggunakan meriam kaliber besar 155 mm lewat FH-2000 yang juga buatan Singapura. Di matra laut, TNI AL hingga kini masih mengoperasikan KRI Cucut 886 yang dibuat oleh Singapore Technologies Marine.
Kembali ke Ultimax 100, dalam terminologi, senjata ini masuk dalam kualifikasi SMR (Senapan Mesin Regu), atau dalam definisi Barat sering disebut SAW (Squad Automatic Weapon). Fungsi hakiki, senjata jenis ini adalah untuk keperluan dukungan tembakan, meski Ultimax 100 mengusung kaliber 5,56 mm. Secara fungsional, gelar Ultimax setara dengan FN Minimi buatan Belgia. Meski berbeda dengan Minimi, Ultimax hanya mengadopsi single feed system, yakni tidak bisa menggunakan pola sabuk peluru khas Rambo.
Dirunut dari sejarahnya, Ultimax dirancang dan dikembangkan oleh CIS (Chartered Industries od Singapore) – sekarang menjadi Singapore Technologies Kinetics, semacam BUMN Pertahanan di Singapura. Varian pertama Utimax (MK.1) sudah digunakan AD Singapura sejak 1982. Ultimax dirancang dengan bobot seringan mungkin, dengan kombinasi 100 peluru bobot total senjata ini hanya 6,8 kg, sehingga dipandang cocok digunakan oleh postur prajurit di Asia Tenggara. Ultimax menganut sistem constant recoil, senjata ini pun punya akurasi yang jempolan dan terbilang mudah dikendalikan.
Namun, jangan dikira Ultimax sedari lahir sudah sempurna, varian MK.1 yang meluncur pada 1982 hanya dilengkapi laras yang tidak bisa diganti dan mode penembakan hanya semi full auto. Sistem feed peluru pun masih menganut sabuk rantai yang rawan macet. Kelemahan ini baru diperbaiki pada varian MK.3 yang dapat diganti larasnya plus mode penembakan sudah menganut safe semi full auto. Mulai varian MK.3 diperkenalkan Ultimax Para dengan panjang laras hanya 330 mm plus magasin drum yang mengingatkan kita pada senjata-senjata buatan Uni Soviet.
Selain tingkat akurasi yang tinggi, Ultimax juga terbilang bandel, contohnya Ultimax mampu ditembakan dari tengah-tengah rendaman lumpur. Akurasi pada penembakan semi otomatis juga mampu membuat grouping yang sama dengan senapan serbu. Hentakan yang dihasilkan dari tembakan pun terbilang tidak terlalu besar, sehingga member kenyamanan dan meningkatkan akurasi pengenaan sasaran. Keterangan diatas jelas menarik perhatian bagi pasukan khusus untuk menggunakan Ultimax. Untuk urusan bobot, dengan magasin khas M-16, beratnya 4,9 kg, sementara bila dipasangi magasin drum bobotnya menjadi 6,8 kg.
Untuk urusan daya tembak, kecepatan tembak (rate of fire) mencapai 400 – 600 proyektil per menit. Sementara kecepatan luncur proyektil bisa melesat hingga 970 meter per detik. Jangkauan tembak efektifnya mencapai 100 – 460 meter. Dengan penyesuaian pada bidikan, jenis peluru dan kondisi lingkungan, jarak tembak maksimumnya bisa mencapai 1.200 – 1300 meter.
Sebagai perbandingan, GPMG besutan AS yang fenomenal, M-60 yang juga digunakan beberapa satuan di TNI AD, untuk mengganti larasnya operator harus menggunakan sarung tangan termite yang terbuat dari serbuk asbes. Padahal, sarung tangan tersebut mudah hilang, dan yang lebih parah penggunaan serbuk asbes juga dapat menimbulkan risiko kanker paru-paru.
Dalam mendukung misi tempur, Ultimax dapat menggunakan magasin berbentuk drum dari bahan sintetis yang bisa memuat 100 peluru, tapi bila penembak sudah kehabisan peluru, itu tak jadi masalah besar bagi operator senjata. Dengan mudah, penembak Ultimax dapat meminta magasin senapan serbu milik anggota lainnya. Dalam hal ini, Ultimax memang dirancang mampu menerima magasin dari senapan serbu biasa, asalkan memenuhi STANAG (Standarisation Agreement) NATO. Artinya disini Ultimax bisa menggunakan magasin M-16 atau SS-1 yang berkaliber 5,56 mm.
Sebagai senapan mesin regu, keberadaan bipod adalah syarat yang tak bisa ditawar. STK merancang bipod Ultimax agar muda dioperasikan. Untuk menurunkan bipod dari posisinya, operator tinggal menarik turun bipod dari penjepit sembari menahannya sampai turun ke bawah baru kemudian dilepas supaya mengembang. Sementara untuk menaikkannya, tinggal mengulang prosedur yang sama, hanya membalik urutannya saja. Uniknya, bipod juga didesain dengan tiga posisi ketinggian. Operator cukup menekan tombol yang ada di tiang bipod untuk memilih ketinggian yang paling pas.
Bagaimana jika tanahnya tidak rata dan malah miring seperti di perbukitan? Nyatanya poros bipod dapat dimiringkan baik ke kiri maupun kanan, sehingga Ultimax tetap dapat ditempatkan pada posisi tegak lurus dengan tanah.
Battle Proven Hingga Kondang di Layar Kaca
Menurut informasi dari Wikipedia, Ultimax sudah malang melintang dalam beberapa laga pertempuran, diantaranya dalam perang di Kroasia, perang di Afghanistan, konflik di Solomon, perang sipil di Sri Lanka, perang di Filipina Selatan, dan Ultimax pun sudah sering turun tangan dalam operasi militer yang dilakukan oleh TNI. Kiprah Ultimax nampak dalam operasi militer menumpas Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan penangangan konflik di Maluku.
Menurut informasi dari Wikipedia, Ultimax sudah malang melintang dalam beberapa laga pertempuran, diantaranya dalam perang di Kroasia, perang di Afghanistan, konflik di Solomon, perang sipil di Sri Lanka, perang di Filipina Selatan, dan Ultimax pun sudah sering turun tangan dalam operasi militer yang dilakukan oleh TNI. Kiprah Ultimax nampak dalam operasi militer menumpas Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan penangangan konflik di Maluku.
Ultimax pun tambah kondang lagi, tak sedikit film action yang memakai Ultimax sebagai figuran, sebut saja film Reign of Fire, Once a Thief dan Austin Powers. Ultimax sendiri sempat mencuri perhatian ketika USMC mengadakan kontes untuk mencari kandidat senapan mesin regu. Merasa punya kans, STK membuat versi khusus Ultimax MK.4 yang dilengkapi adaptor sehingga mampu memakai magasin dari M-16 atau Beta C-Mag 100 peluru. Hasil test menunjukkan performa yang superior, bahkan Sayang, pertimbangan politis membuat Ultimax harud mengangkat bendera putih pada M249 SAW (FN Minimi lisensi AS). Sebagi bukti populernya Ultimax, sejak 1982, senjata ini telah diproduksi sebanyak 80.000 pucuk. (Gilang Perdana)
Spesifikasi Ultimax 100
Negara pembuat : Singapura
Manufaktur : STK
Kaliber : 5,56 x 45 mm
Kapasitas : 100 peluru (drum) atau 30 peluru (magasin M-16)
Mekanisme : gas operated, rotating bolt
Berat : 4,9 kg (versi standar)
Kecepatan tembak : 400 – 600 peluru per menit
Kecepatan luncur proyektil : 970 meter per detik
Jangkauan tembak efektif : 100 – 460 meter
Jangkauan tembak maksimum : 1.200 – 1.300 meter
Panjang laras : 508 mm (standar) dan 330 mm (para)
Negara pembuat : Singapura
Manufaktur : STK
Kaliber : 5,56 x 45 mm
Kapasitas : 100 peluru (drum) atau 30 peluru (magasin M-16)
Mekanisme : gas operated, rotating bolt
Berat : 4,9 kg (versi standar)
Kecepatan tembak : 400 – 600 peluru per menit
Kecepatan luncur proyektil : 970 meter per detik
Jangkauan tembak efektif : 100 – 460 meter
Jangkauan tembak maksimum : 1.200 – 1.300 meter
Panjang laras : 508 mm (standar) dan 330 mm (para)
0 komentar:
Posting Komentar