Habib Nabiel Fuad Almusawa (dpr.go.id)
Pemerintah Indonesia sekarang sedang kesulitan mencari sumber anggaran untuk membiayai belanja negara tahun ini,"
Legislator asal daerah pemilihan Kalimantan Selatan itu dalam keterangan pers kepada wartawan di Banjarmasin, semalam, menyebutkan, salah satu sikap kooperatif yang diminta tersebut adalah membayar setoran deviden Rp1,5 triliun pada tahun ini.
"Pemerintah Indonesia sekarang sedang kesulitan mencari sumber anggaran untuk membiayai belanja negara tahun ini," ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.
Menurut dia, kalau ada niat baik, PT Freeport yang mengeruk kekayaan sumber daya alam di Papua itu mestinya bisa bantu, dengan cara melakukan setoran deviden sebesar Rp1,5 triliun pada tahun ini.
Permintaan wakil rakyat itu mengomentari tidak bisa diperolehnya deviden Rp1,5 triliun dari PT Freeport Indonesia karena hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) perusahaan memutuskan tidak membagikan dividen kepada pemegang saham.
Sebagai mitra yang baik, lanjunt alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB) Jawa Barat itu, mestinya PT Freeport tersebut bisa membantu atas kesulitan Indonesia .
"Kan ada mekanisme RUPS Luar Biasa atau yang semacamnya yang bisa merevisi RUPS sebelumnya," ujar politisi PKS yang menyandang gelar insinyur dan magister bidang pertanian tersebut.
Ia mengungkapkan, Kontrak karya (KK) Freeport dimulai 1967 dan diperbarui 1991 sehingga berlakunya sampai 2021. Pada 25 tahun pertama beroperasi, RI tidak menerima bagi hasil dari penambangan emas.
"Sekarangpun, Indonesia hanya menerima satu persen dari bagi hasil pertambangan di lokasi yang menghasilkan sekurangnya 300 kilogram emas setiap hari. Pemerintah Indonesia sudah cukup akomodatif terhadap PT Freeport," ujarnya.
"Jika tidak juga mau bantu untuk setor deviden tahun ini, artinya PT Freeport tidak kooperatif. Dan saya usulkan agar Pemerintah menolak perpanjangan kontrak kerja perusahaan tersebut sampai 2041," demikian Habib Nabiel.
0 komentar:
Posting Komentar