Pemerintah tak mampu menagih penuh dividen PT Freeport Indonesia sebesar Rp 1,5 triliun pada tahun ini Ini setelah sebelumnya deviden perusahaan tambang raksasa dihapus. Freeport hanya mampu menyetor dividen senilai lebih dari Rp 800 miliar.
Hal itu diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung (CT). Kata dia, Freeport telah menyetujui melepas saham (divestasi) kepada pemerintah Indonesia sebesar 30 persen. Divestasi menjadi salah satu poin dalam renegosiasi kontrak yang harus ditandatangani Freeport.
“Freeport sudah menandatangani MoU dan mereka telah setuju untuk dilakukan divestasi yang jauh lebih besar. Kalau sekarang 10 persen, maka jadi 30 persen,” ujar CT kepada wartawan di Jakarta, Jumat (5/9/2014).
CT mengatakan, kewenangan pemerintah bukan terletak pada penentuan dividen, meskipun pemerintah mempunyai kepemilikan saham di perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut.
“Kalau dividen bukan pemerintah walaupun kita punya kewenangan karena kita pemegang saham. Tapi bukan berarti pemerintah bisa paksakan dividen, karena dividen itu mekanismenya perusahaan. Namun soal royalti, bea keluar dan pajak yang harus dibayar merupakan kewenangan pemerintah,” jelasnya.
Dia menuturkan, persoalan dividen perlu dibahas dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan mempertimbangkan segala kondisi dan situasi perusahaan.
“Harus duduk sama-sama untuk memperjuangkan sambil dilihat kemampuan perusahaan. Kemarin kan (Freeport) terhambat ekspor sehingga arus kasnya nggak memungkinkan bagi-bagi dividen. Tapi sekarang kalau ekspor sudah jalan, akan terjadi akumulasi keuangan dan bisa membagi dividen,” ucap CT.
Kendati demikian, dia mengatakan, proses divestasi 30 persen baru dapat dilakukan oleh pemerintahan yang akan datang karena perlu waktu untuk menyelesaikannya.
Hal itu diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung (CT). Kata dia, Freeport telah menyetujui melepas saham (divestasi) kepada pemerintah Indonesia sebesar 30 persen. Divestasi menjadi salah satu poin dalam renegosiasi kontrak yang harus ditandatangani Freeport.
“Freeport sudah menandatangani MoU dan mereka telah setuju untuk dilakukan divestasi yang jauh lebih besar. Kalau sekarang 10 persen, maka jadi 30 persen,” ujar CT kepada wartawan di Jakarta, Jumat (5/9/2014).
CT mengatakan, kewenangan pemerintah bukan terletak pada penentuan dividen, meskipun pemerintah mempunyai kepemilikan saham di perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut.
“Kalau dividen bukan pemerintah walaupun kita punya kewenangan karena kita pemegang saham. Tapi bukan berarti pemerintah bisa paksakan dividen, karena dividen itu mekanismenya perusahaan. Namun soal royalti, bea keluar dan pajak yang harus dibayar merupakan kewenangan pemerintah,” jelasnya.
Dia menuturkan, persoalan dividen perlu dibahas dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan mempertimbangkan segala kondisi dan situasi perusahaan.
“Harus duduk sama-sama untuk memperjuangkan sambil dilihat kemampuan perusahaan. Kemarin kan (Freeport) terhambat ekspor sehingga arus kasnya nggak memungkinkan bagi-bagi dividen. Tapi sekarang kalau ekspor sudah jalan, akan terjadi akumulasi keuangan dan bisa membagi dividen,” ucap CT.
Kendati demikian, dia mengatakan, proses divestasi 30 persen baru dapat dilakukan oleh pemerintahan yang akan datang karena perlu waktu untuk menyelesaikannya.
“Sekarang masih 10 persen harus tetap memperjuangkan hak deviden kita yang perlu dibicarakan dalam RUPS,” papar dia.
0 komentar:
Posting Komentar