Select Language

Kamis, 05 September 2013

Negara-negara Asia mengecam Suriah atas serangan kimianya

Korban di Siria: Pasangan berkebangsaan Suriah berduka di depan jenazah yang dibungkus kafan, menyusul terjadinya serangan gas beracun tanggal 21 Agustus yang dilakukan oleh pasukan pro-Assad di bagian timur Ghouta, yang terletak di pinggir Damaskus. [AFP]
Korban di Siria: Pasangan berkebangsaan Suriah berduka di depan jenazah yang dibungkus kafan, menyusul terjadinya serangan gas beracun tanggal 21 Agustus yang dilakukan oleh pasukan pro-Assad di bagian timur Ghouta, yang terletak di pinggir Damaskus. [AFP]
Para pemberontak Suriah mengatakan sebanyak 1.302 jiwa tewas di bagian timur Ghouta, daerah pinggiran Damaskus, ketika pasukan rezim menggunakan roket untuk meluncurkan senjata kimia, pada tanggal 21 Agustus. Tujuh puluh persen korban adalah wanita dan anak-anak, menurut pihak oposisi. Rezim telah menyangkal adanya serangan yang demikian.
Mohammad al-Baik, seorang aktivis lokal di Ghouta, mengatakan bahwa dia menyaksikan pasien-pasien di rumah sakit di lapangan yang menderita kejang-kejang, pembengkakan, kebutaan, muntah-muntah, dan berbagai gejala lain yang konsisten dengan penggunaan senjata kimia.
“Yang paling mempengaruhi saya adalah pemandangan anak-anak yang terluka serta jeritan memilukan para ibu yang kehilangan anggota keluarganya,” ungkap al-Baik. Anak-anak terutama rentan terhadap senjata kimiakarena tubuh serta sistem imun mereka lebih lemah dibandingkan dengan kebanyakan orang dewasa.
Seiring memuncaknya seruan untuk pembalasan terhadap Presiden Bashar Assad dan pemerintahannya, Menteri Luar Negeri China Wang Yi memposting pernyataan di situs web kementerian luar negeri, agar Perserikatan Bangsa Bangsa [PBB] melaksanakan suatu penyelidikan independen dan objektif.
Pernyataan tersebut mengatakan bahwa tindakan militer eksternal berlawanan dengan Piagam PBB dan dapat memperburuk ketidakstabilan di Timur Tengah.
“China meminta semua pihak menahan diri dan bersikap tenang,” demikian isi pernyataan tersebut.
Orang-orang Filipina meninggalkan Suriah
Para pekerja Filipina, sementara itu terus melarikan diri dari kekerasan di negara tersebut.
Kedutaan Filipina di Damaskus melaporkan bahwa sebanyak 43 orang Filipina menyeberangi perbatasan Suriah-Lebanon pada tanggal 26 Agustus.
Sebelumnya sekelompok orang Filipina yang terdiri dari 53 orang juga telah menyeberangi perbatasan Masna'a pada tanggal 21 Agustus. Para perwakilan Kedutaan Filipina di Beirut telah menampung para pengungsi ini. Sejumlah 1.545 orang Filipina dari Suriah telah melakukan repatriasi melalui Lebanon sejak operasi repatriasi lintas perbatasan dimulai pada bulan Desember 2012.
Setidaknya 17.000 orang Filipina bekerja di Suriah, kebanyakan sebagai pembantu rumah tangga.
Sebelumnya pemerintah Filipina mengirimkan 350 prajurit penjaga perdamaian untuk berpatroli di Dataran Tinggi Golan, walaupun terjadi dua kali penculikan dan seorang prajurit baru-baru ini pada bulan terakhir cedera oleh para pemberontak Suriah.
Manila sebelumnya telah mengancam untuk menarik para penjaga perdamaian jika PBB tidak berjanji untuk mendukung keamanan orang-orang Filipina tersebut, termasuk memberikan lebih banyak senjata pertahanan diri bagi pasukan penjaga keamanan tersebut. PBB memenuhinya dengan menyediakan lebih banyak perlengkapan proteksi dan persenjataan.
Para pasukan penjaga perdamaian Filipina merupakan anggota dari Pasukan Pengamat Gencatan Senjata PBB [UNDOF].
Kecaman pihak internasional
Di Malaysia, Menteri Luar Negeri Datuk Seri Anifah Aman menyatakan kekhawatiran negaranya mengenai Suriah, dan mengatakan bahwa serangan kimia merupakan pelanggaran hukum internasional. Dia berkata bahwa para pelakunya harus dimintai pertanggungjawaban.
Kecaman serupa datang dari Indonesia, dimana menteri luar negerinya menghimbau masyarakat internasional untuk turut mencegah agar situasi di Suriah tidak semakin memburuk.
“Masyarakat internasional tidak boleh membiarkan situasi memburuk di Suriah,” Marty Natalegawa berkata dalam sebuah pernyataan, menurut The Jakarta Globe. Jika mereka [rezim Assad] benar-benar telah menggunakan senjata kimia, ini menandai titik terendah dalam konflik tersebut.”
Kementerian luar negeri India menerbitkan suatu pernyataan yang menekankan kembali penolakan negara tersebut terhadap penggunaan senjata kimia. Pernyataan tersebut menyebutkan bahwa India secara konsisten telah mendukung penghancuran dan pemusnahan senjata kimia secara total.
Tuduhan mengenai Suriah merupakan masalah yang serius, kata pernyataan tersebut. “Kami menekankan bahwa norma hukum internasional dalam hal penggunaan senjata kimia di mana pun dan oleh siapa pun, tidak boleh dilanggar.”
Kelompok HAM mengklaim banyak serangan
Para aktivis Suriah mengatakan bahwa serangan tanggal 21 Agustus bukan merupakan satu-satunya peristiwa perang senjata kimia yang dilancarkan rezim Assad. Yayasan Pembela HAM Suriah mengklaim bahwa rezim tersebut telah menggunakan senjata kimia sebanyak 28 kali, antara tanggal 31 Juli dan 21 Agustus.
Yayasan tersebut mengklaim terjadinya 23 insiden di dan di sekitar Damaskus, dan yang terakhir adalah insiden di Ghouta bagian Timur dan Barat, yang menewaskan sebanyak 1.845 jiwa, dan mencederai 9.924 lainnya.
Laporan tersebut menunjuk ke “penggunaan pesawat jet tempur, helikopter, peluncur roket dan artileri dalam serangan tersebut, 85 persen daripadanya melibatkan gas sarin,” dan juga menunjuk ke “indikasi jelas penggunaan amonia dan CS3 dalam serangan baru-baru ini terhadap Ghouta.”
Sarin merupakan senyawa cair tidak beraroma yang terutama digunakan sebagai bahan pengendali hama. Dinyatakan oleh PBB sebagai senjata pemusnah massal, produksi serta penyimpanannya dinyatakan melanggar hukum oleh Konvensi Senjata Kimia pada tahun 1993. Sarin menyerang sistem saraf dan mencegah saraf otot untuk relaksasi. Kematian biasanya terjadi akibat sesak napas, yang disebabkan oleh ketidakmampuan otot yang berfungsi dalam proses pernapasan.
Bahan kimia seperti sarin memberi efek yang cepat dan mematikan terhadap korbannya.
Cedera akibat gas beracun, terutama cedera akibat gas sarin, bervariasi dari satu kasus ke yang lain, yang bergantung pada parahnya paparan dan kondisi, serta resistensi dan usia tubuh orang yang tercederai,” ungkap Dr. Magdy Abdel Nour, seorang ahli saraf di Rumah Sakit Qasr al-Aini, Kairo.
“Gas sarin disimpan dalam bentuk cairan tidak berwarna dan tidak berasa, dan menyebar dengan cepat di udara ketika terjadi ledakan,” ungkapnya. “Cedera yang disebabkannya adalah cepat karena gas ini diserap melalui pori-pori tubuh dan sistem pernapasan. Pengaruhnya tetap berada dalam tubuh untuk waktu lama, terutama dalam sistem saraf, dan menyebabkan kematian jika memasuki paru-paru.”
Gejala cedera termasuk gagal penglihatan, kejang seluruh tubuh dan hilang kendali tubuh, selain dari berkeringat, diare, semi-koma dan kadang-kadang koma, demikian katanya lagi.
Kram otot parah yang terjadi juga dapat mengakibatkan kematian, kata Abel Nour.

“Sistem imun anak-anak lebih lemah dari orang dewasa, sehingga mereka lebih rentan terhadap cedera, terutama karena menghirup setengah miligram sarin sudah cukup untuk menewaskan seorang dewasa,” katanya.

0 komentar:

Posting Komentar

hackerandeducation © 2008 Template by:
SkinCorner