Select Language

Kamis, 05 September 2013

Filipina membuka pembicaraan mengenai peningkatan kehadiran pasukan AS


Pelatihan Filipina, AS: Personil Filipina dan AS bersiap-siap untuk meluncurkan sebuah Pesawat tak Berawak [UAV] dari perahu motor cepat dekat Pangkalan AL di Sangley Point, Cavite City.  Pejabat Pertahanan sedang membahas kebijakan untuk meningkatkan keberadaan pasukan AS di Filipina. [AFP]
Pelatihan Filipina, AS: Personil Filipina dan AS bersiap-siap untuk meluncurkan sebuah Pesawat tak Berawak [UAV] dari perahu motor cepat dekat Pangkalan AL di Sangley Point, Cavite City. Pejabat Pertahanan sedang membahas kebijakan untuk meningkatkan keberadaan pasukan AS di Filipina. [AFP]
Pejabat Filipina dan Amerika Serikat terlibat dalam negosiasi resmi untuk menetapkan peningkatan kehadiran rotasi [increased rotational presence atau IRP] pasukan AS di Filipina.
Menteri Pertahanan Nasional Voltaire Gazmin dan Menteri Luar Negeri Albert del Rosario bertemu dengan pejabat AS pada tanggal 15 Agustus untuk menyusun tahapan awal kebijakan perjanjian kerangka kerja di Kamp Aguinaldo di Quezon City.
“Jika kita ingin mengamankan rakyat dan negara kita, kita harus memperkuat diplomasi dan pertahanan,” kata del Rosario di sela-sela acara.
Carlos Sorreta, kepala Kantor Urusan Amerika Departemen Luar Negeri [DLN], memimpin panel Filipina dalam negosiasi tersebut. Para anggotanya adalah Wakil Menteri Pertahanan Profesor Raymund Jose Quilop, Wakil Menteri Pertahanan untuk Urusan Hukum dan Legislatif dan Masalah Strategis Pio Lorenzo Batino, dan Wakil Menteri Kehakiman Francisco Baraan III. Panel AS dipimpin oleh Eric G. John, penasihat senior untuk negosiasi dan perjanjian keamanan di Biro Urusan Politik-Militer Departemen Luar Negeri.
Babak perbincangan selanjutnya akan diadakan di Washington, DC, di akhir bulan ini.
Del Rosario mencatat adanya pemahaman baru dengan sekutu Amerika Serikat mengenai peningkatan kehadiran pasukan mereka.
“Pekan ini, diplomasi dan pertahanan akan saling bertemu lagi guna mengamankan negara kami. Pekan ini akan menandai awal negosiasi kami dengan Amerika Serikat untuk melembagakan kebijakan IRP ini melalui perjanjian kerangka kerja,” katanya.
Del Rosario mengatakan untuk diplomasi Filipina, perkembangan ini meningkatkan hubungan strategis dengan mitra utama yang sudah mendalam dan bersejarah ke taraf yang lebih tinggi.
“Dengan menyoroti komitmen perjanjian kami berdasarkan Perjanjian Pertahanan Bersama [Mutual Defense Treaty atau MDT] dan Perjanjian Pasukan Tamu [Visiting Forces Agreement atau VFA], kami berupaya menjaga agar kawasan kami tetap stabil dan aman,” katanya.
Del Rosario mengatakan harapan pihak Filipina adalah:
• Bahwa modernisasi dapat dimulai bahkan sebelum Filipina mampu membeli sistem pertahanan yang dibutuhkan;
• Bahwa pencegahan dapat ditingkatkan bahkan sebelum modernisasi;
• Bahwa keamanan maritim dan kesadaran pada ranah maritim akan diberikan dorongan bahkan sebelum Filipina memiliki kapal dan pesawat yang dibutuhkan;
• Bahwa bahkan sebelum Filipina memiliki peranti keras canggih yang dibutuhkan, pasukannya sudah tahu bagaimana menjalankan dan merawatnya; dan, sama pentingnya,
• Bahwa kemampuan pasukan untuk memberi bantuan bencana dan kemanusiaan yang tepat waktu dan responsif kepada rakyat dan kawasan akan jauh lebih baik.
Saat Konsultasi Menteri Dua Tambah Dua di Washington, DC, tahun lalu, Gazmin, del Rosario, bersama rekan imbangan dari AS, Menteri Luar Negeri saat itu, Hillary Clinton, dan Menteri Pertahanan saat itu, Leon Panetta, membahas peningkatan kehadiran di Filipina.
Di rapat Dua Tambah Dua itu, kedua belah pihak berjanji untuk memperkuat aliansi mereka, berjanji untuk bersama-sama menelusuri modalitas untuk memperkuat kemampuan pertahanan Filipina guna menetapkan postur pertahanan minimum yang dapat dipercaya melalui program kerja sama bantuan keamanan yang kuat.
Di rapat itu juga, kedua belah pihak menegaskan bahwa angkatan bersenjata masing-masing harus siap menanggapi berbagai kemungkinan yang bisa timbul di kawasan secara tepat waktu dan dengan cara efektif.
Keberadaan pasukan sesuai anggaran dasar, hukum Filipina
Para perunding Filipina diberi tugas untuk memastikan bahwa Konstitusi dan UU lain dihormati sepenuhnya dalam menyusun perjanjian kerangka kerja, kata del Rosario.
“Transparansi sangatlah penting dalam negosiasi ini. Rakyat kami perlu tahu bahwa UU kami dipatuhi dan kepentingan kami dilindungi setiap saat,” katanya sebelum perbincangan resmi.
“Kawasan kami juga perlu tahu bahwa kami mengutamakan perdamaian tetapi kami siap untuk memanfaatkan sumber daya apa pun, mengerahkan setiap aliansi, melakukan apa pun yang diperlukan dalam rangka mempertahankan milik kami, mengamankan bangsa kami, dan menjaga keselamatan rakyat kami.”
DLN mengeluarkan lembaran taklimat Pertanyaan Sering Diajukan [Frequently Asked Questions atau FAQ] terkait perjanjian kerangka kerja peningkatan kehadiran.
DLN menjelaskan bahwa perjanjiannya bertujuan meningkatkan keberadaan pasukan AS secara rotasional di wilayah Filipina demi mengembangkan apa yang disebut oleh DLN sebagai postur pertahanan minimum yang terpercaya.
“Postur pertahanan minimum yang terpercaya dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran pada ranah maritim dan membangun kemampuan mencegah. Hal ini bisa dicapai melalui latihan gabungan yang memiliki dampak dan nilai tinggi yang menjunjung interoperabilitas dan pengembangan kapasitas yang akan menunjang bantuan kemanusiaan dan tanggap bencana,” kata DLN.
DLN tidak mengatakan berapa banyak atau di mana pasukan AS akan dikerahkan karena dikatakan bahwa perjanjian kerangka kerja tidak mengurusi perincian operasional.
Perjanjian kerangka kerja itu, kata DLN, akan mematuhi larangan konstitusi terhadap senjata nuklir.
Perjanjian baru untuk tangani pertahanan luar
DLN menambahkan bahwa perjanjian peningkatan kehadiran tidak akan seperti pengerahan Pasukan Khusus AS yang sebelumnya di Mindanao.
Fungsi khusus ditugaskan kepada unit Filipina Selatan, yaitu Gugus Tugas Gabungan Operasi Khusus-Filipina [Joint Special Operations Task Force-Philippines atau JSOTF-P].
“[Pasukan Khusus AS] dibawa ke sini setelah [peristiwa] September 2001, atas permintaan Pemerintah Filipina, untuk memberi saran dan membantu ABF [Angkatan Bersenjata Filipina] dalam memerangi terorisme. Perjanjian Kerangka Kerja IRP, sebaliknya, menjawab tujuan ABF saat ini yaitu pertahanan luar,” menurut DLN.
DLN menekankan bahwa perjanjian kerangka kerja tersebut adalah perjanjian eksekutif yang tidak memerlukan persetujuan Majelis Tinggi Filipina. Meski demikian, DLN mengatakan bahwa mereka sudah berunding dengan Kongres Filipina terkait perjanjian yang diusulkan.
Khususnya, perjanjian kerangka kerja ini ingin mempercepat pemodernisasian militer bersama dengan interoperabilitas, pengembangan kapasitas, dan peningkatan kemampuannya untuk memberikan bantuan kemanusiaan dan tanggapan terhadap bencana, kata DLN.
DLN juga mencatat bahwa tidak akan ada pangkalan AS di Filipina.
“Upaya pemodernisasian ABF memiliki tujuan utama pencapaian postur pertahanan minimum yang terpercaya. Sebagaimana diberikan oleh Konstitusi, mandat ABF adalah untuk melindungi wilayah dan kedaulatan negara.”
Kedua negara menandatangani Perjanjian Pertahanan Bersama pada tahun 1951, berjanji untuk memberikan dukungan jika salah satu pihak diserang. Pada tahun 1991, Majelis Tinggi Filipina gagal mengesahkan perjanjian baru pangkalan militer, yang mengakibatkan penarikan pasukan Amerika dari Pangkalan Udara Clark dan Kompleks Angkatan Laut Subic.
Namun, Filipina dan AS terus melakukan Balikatan, latihan militer bilateral guna meningkatkan perencanaan gabungan, kesiapan tempur, dan interoperabilitas kedua militer.

Penandatanganan Perjanjian Pasukan Tamu pada tahun 1998 menyegarkan kembali hubungan pertahanan dan keamanan mereka, membuka jalan untuk peningkatan kunjungan kapal ke pelabuhan-pelabuhan Filipina dan latihan gabungan yang besar antara militer AS dengan pasukan Filipina.

0 komentar:

Posting Komentar

hackerandeducation © 2008 Template by:
SkinCorner